Reza terus tersenyum sambil menyimpan masakannya di meja makan.
"Gue jamin ini enak, nggak ada racunnya" ucapnya kemudian duduk berhadapan dengan Ara.
Reza mengambil piring Ara kemudian mengisinya dengan nasi dan lauk pauk. Setelah itu, ia meletakkan kembali piring Ara dan menunggu reaksi Ara tentang masakannya.
"Bagaimana?" tanya Reza antusias saat Ara memasukkan satu sendok ke mulutnya.
"Enak"
Reza tersenyum mendengarnya, meskipun reaksi Ara tidak berubah sedikit pun tapi mendengar Ara memuji masakannya itu sudah membuatnya senang.
"Yasudah makan lagi" ucap Reza kemudian mulai mengambil makanan untuk dirinya sendiri.
Reza dapat melihat, Ara makan dengan lahap bahkan suapan yang belum habis di mulutnya terus di tambah Ara. Reza menelan salivanya kasar, bagaimana mungkin gadis mungil seperti Ara makannya rakus seperti itu? Reza tak peduli Ara yang terlihat bobrok di depannya, tapi yang membuatnya peduli adalah bagaimana jika gadis itu tiba-tiba keselek? Nggak mungkin kan ia balik lagi ke rumah sakit membawa Ara?
"Pelan-pelan" ucapan Reza membuat Ara mendongak, perlahan ia menelan makanan yang masih ada di mulutnya.
"Masakan lo tetap sama, rasanya enak. Lo orang kedua yang masakin gue" ucap Ara jujur. Memang ini adalah masakan kedua yang dimasak untuknya dari orang lain dan untuk membandingkannya, masakan Reza jauh lebih enak.
Reza tercekat mendengarnya, sebenarnya Reza senang mendengar Ara memuji masakannya tapi di sisi lain ia dapat melihat tatapan Ara terlihat sedih meskipun wajahnya tetap datar.
Wajah Ara boleh bohong tapi mata Ara? Tatapan itu menyiratkan kesedihan.
Setelah berdiam cukup lama, Reza kemudian angkat bicara.
"Yang pertama pasti ibu lo, kan?" tanya Reza hati-hati, takut menyinggung Ara.
Ara terdiam dan kemudian menggeleng. "Orang tua gue sudah pergi sejak gue lahir"
Lagi-lagi Reza tercekat, ia merutuki kebodohannya karena bertanya sesuatu yang seharusnya tidak ditanyakannya. Ia merasa sangat bersalah karena menanyakan hal itu.
"Maaf" sebenarnya Reza masih ingin bertanya, ia ingin tau semua tentang Ara. Tapi, melihat situasi sekarang membuatnya mengurungkan niatnya.
"Hmm" Ara tidak tau kenapa dirinya tiba-tiba terbuka seperti itu. Ia sendiri merasa aneh dengan dirinya. Selama ini dia sangat tertutup, tapi dengan Reza? Bahkan mulutnya berbicara tanpa dirinya menyetujui.
Tangan Reza terulur menyendok nasi kemudian menyimpannya di piring Ara. "Makan banyak biar cepat tumbuh" Ara tetap melanjutkan makannya dengan lahap, sesekali mengambil lauk pauk ke piringnya.
Reza menyudahi makannya dan memperhatikan Ara yang terlihat sangat menggemaskan baginya.
"Lo punya sahabat?" tanya Reza tiba-tiba dan Ara hanya menggeleng.
"Kenapa?"
"Ribet" ucap Ara sekilas.
Reza menghela nafas, pantas saja Ara tidak memiliki sahabat karena Ara sendiri yang tidak ingin memiliki sahabat. Bahkan Ara mengatakan Ribet punya sahabat? Lah, ribetnya dari mana coba. Malahan lebih bagusan punya sahabat, punya teman curhat, punya teman main dsb. Rasanya cukup aneh, cewek tidak memiliki sahabat. Dimana-mana Reza berada kalau lihat cewek selalu punya teman. Tapi baru kali ini, ia bertemu cewek seperti Ara. Tidak memiliki sahabat. Jangan-jangan Ara juga tidak memiliki teman?
"Kalau teman?" Reza berharap Ara menjawab 'punya'.
"Punya" akhirnya Reza bisa bernafas lega mendengarnya. Ia tidak perlu khawatir ji-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mysterious Girl
Teen Fiction~Keadaan yang menyakiti kita dan keadaan itu sendiri yang mendewasakan kita~ Arasya Nandini M. . . Cukup kata bijak Arasya deskripsi ceritanya, biar lebih penasaran jalan cerita 'MYSTERIOUS GIRL' seperti apa😂 Kalau mau mampir, silahkan... Tapi...