past [2]

842 143 5
                                    








5 November 19**

hari kematian nyonya Kurokawa.

Izuna menatap kosong mayat ibunya, yang beradi dalam peti mati.

Sekilas kejadian, terukir di dalam pikirannya.

Di hadapannya sendiri, ibunya mengalami kecelakaan. Wanita yang telah melahirkannya dan Izana, tengah berbaring di atas genangan darah.

Kaki kecilnya tak dapat bergerak, tubuhnya diam membeku, cahaya matanya perlahan mulai redup.

Satu persatu manusia, mulai mengelilingi tubuh ibunya, yang sudah tak bernyawa itu.

Keduanya matanya bergulir menatap mobil hitam, yang telah menabrak sang ibu.

Sang pemilik mobil, keluar dari mobilnya, dan menghampiri jasad ibunya.

Indra pendengarannya, menangkap suara ayah dan kakaknya yang baru saja datang, dan langsung di hadapkan dengan pemandangan, memilukan itu.

Sang ayah menghampiri jasad sang ibu, pria itu berkali-kali menyebut nama sang istri.

Sementara salah satu orang yang melihat kejadian tersebut, langsung menghubungi ambulans.

Naik ungu Izana menangkap sang adik, yang tengah membeku dengan kepala menatap jasad ibunya.

Sebagai kakak, dirinya menghampiri sang adik, dan mencoba menenangkannya.

" Tidak, kenapa disini kosong? Kaasan, Tousan, Iza. Tolong Izuna, disini kosong. "

Air mata jatuh, membasahi pipi Izana, yang masih menatap jasad ibunya, dan menenangkan adik kembarnya.

" Tenanglah Izu, kaasan akan baik baik saja. " Ucapnya.

Izuna tak mendengarkan ucapan Izana, kedua telinganya seakan menjadi tuli seketika.

Kedua manik ungunya menjadi kosong.

Seluruh Indra nya, seakan mati rasa.

Tangannya, kakinya, tubuhnya, tak ingin berkerja sama dengan harinya, ynag saat ini ingin menghampiri jasad sang ibu.

" hey, bergeraklah. "

Tidak lama kemudian ambulans datang, langsung saja nyonya Kurokawa di masukkan kedalam ambulans dan di beri pertolongan pertama.

" Maafkan kami tuan, kmai tak dapat menyelamatkan pasien. "

"pasien telah menghembuskan nafas terakhir. Akibat terlalu kehilangan banyak darah. "

Ucapan sang perawat, seakan membuat dunia, tuan Kurokawa hancur.

Manik ungunya menoleh kearah sang anak, lebih tepatnya.

Izuna

Langsung saja pria tersebut menghampiri Izuna dan,



Plakk







Satu tamparan keras, mengenai pipi kanan Izuna.

Pelakunya adalah ayahnya sendiri.

Manik ungunya menatap kosong, sampingnya.

Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, dirinya di tampar oleh ayahnya sendiri.

Berbagai ucapan ucapan menyakitkan, masuk kedalam indra pendengaran nya.

" Dasar anak bodoh, karena mu istriku mati. "

" Kau anak pembawa sial. "

" Jika tidak ada dirimu, istriku tak mungkin mati secepat ini. "

" Pergilah dari hadapanku, anak terkutuk. "

" Jangan pernah muncul dihadapan ku lagi. "

Izana membeku, saat mendengar ucapan sang ayah, yang dilontarkan untuk adik kembarnya.


Dapat dirinya lihat. Kilatan kebencian, di manik kedua mata ayahnya.

Tuan Kurokawa meninggalkan kedua anaknya, lalu ikut menyusul ambulan menggunakan mobilnya.

Manik ungu Izana menatap Izuna.
" Izu, apa kau baik-baik saja? " Tanyanya, dengan nada khawatir.

Izuna hanya dapat mengangguk.
" Daijobu Desu. " Jawabnya dengan nada lirih.

" Izana! Izuna! " Suara panggilan, membuat Izana menoleh kearah suara itu.

Ternyata orang itu adalah kakeknya, ynag berasal dari pihak ibunya.

" Jichan! " Panggilnya.

Sang kakek langsung memeluk erat kedua cucunya. Lalu membawa pulang keduanya.

Back to time.

Izana menangis, melihat jasad ibunya. " Kaasan. " Ucapnya dengan suara serak.

Sang kakek menatap sendu Izana, yang sedari tadi menangis di pelukannya.

" Tenanglah Izana, kaasan mu tidak akan senang jika melihat anaknya menangis seperti ini. " Ucapnya, sambil mengelus punggung kecil Izana.

Tatapan sang kakek beralih kearah Izuna, yang memandang kosong mayad ibunya.

Tak ada air mata, yang di teteskan oleh anak laki-laki itu.

" Menangis lah, Izuna. Jangan di tahan. " ucapan sang kakek.

Sang cucu hanya menggeleng. Lalu,

" Aku tidak bisa menangis. "






















To be continue~

Izana Twins { Kurokawa Izana }✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang