Chapter 11

831 125 1
                                    


Izana duduk terdiam, di sebelah ranjang sang adik.

Manik ungunya menatap sendu, wajah Izuna yang memucat.

Tangan kanannya terulur mengelus surai putih sang adik.

" Hey bangunlah. " Gumamnya dengan suara kecil.

Sudah lima hari berlalu, Izuna tak kunjung bangun dari pingsannya.
Dan dinyatakan koma.
Hal itu membuat sang kakak khawatir dengan keadaannya.

Kabar tentang koma nya sang pangeran, menyebar dengan cepat di kawasan wilayah Tenjiku.

Selama Lima hari itu, suasana markas Tenjiku menjadi sepi.

Mereka semua mengkhawatirkan keadaan sang pangeran. Merindukanmu sapaan hangat, senyuman menenangkan itu, dan suara yang mengalun halus kedalam indra pendengaran mereka.

Keberadaan Izuna sangatlah berperan penting, untuk keadaan Tenjiku.

Izana menjadi pendiam, dan lebih dingin, begitu pula dengan para petinggi lainnya.

Semenjak pingsannya Izuna, pemuda itu dibawa pulang oleh Izana.

Sang kakak menidurkan sang adik di dalam kamar milik sang adik.

Selama lima hari itu, Izana terus berada di rumah, menemani sang adik, dan untuk sementara tugasnya di ambil alih oleh Kakucho.

" Niisan merindukan mu loh. " Ucap Izana.

" Jangan tinggalin Niisan. " Tambahnya.

Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

Kedua tangannya menggenggam erat, tangan kanan Izuna, yang tak terpasang infus.

" Cepatlah sadar, pangeran ku. " Gumam Izana, lalu beranjak dari duduknya, dan berjalan keluar.

Manik ungu Izana, menatap Ran dan Rindou yang tengah berada di dapur miliknya.

" Sedang apa kalian? " Tanyanya.

Ran dan Rindou langsung menoleh, mendapati Izana yang berjalan mendekati mereka.

" Kita sedang memasak, kau bum makan malam Izana. " Jawab Rindou.

" Aku tidak lapar. " Ucap Izana, yang kini duduk di kursi, meja makan.

" Kau jarang makan sejak lima hari ini. " Ucap Ran, lalu meletakkannya semangkok sup hangat di depan Izana.

Sementara Rindou, menyiapkan teh hangat untuk sang pemimpin.

" Bukankah ini makanan favorit Izuna. " Gumam Izana.

Dirinya langsung mengambil, sesendok sup, dan menyuapkan nya kedalam mulutnya.

Entah kenapa nafsu makannya menjadi hilang.

" Aku tidak nafsu makan. " Ucapnya, lalu meneguk segelas air putih dan beranjak pergi.

Ran dan Rindou, menatap sendu punggung Izana yang semakin menjauh.

" Semenjak pangeran koma, Izana jadi jarang makan ya, Aniki. " Ucap Rindou.

" Ya, kau benar Rindou. " Jawab sang kakak.

Keduanya membersihkan bekas makan Izana, lalu menyantap sup Yang sengaja mereka buat lebih.

" Sup buatan Aniki lumayan enak. " Komentar Rindou, membuat sang kakak merasa kesal.

" Terserah mu aja. " Ucapnya, laku melanjutkan makannya.

Suasana menjadi hening, keduanya masih saja fokus dengan makanan masing-masing.

Ran memandang sup yang dibuatnya dengan sendu. Dirinya membuat sup ini, karna rindu dengan masakan sang pangeran.

" Rasanya berbeda. " Batinnya.

Ingin semirip apapun dirinya membuatnya, rasa nya tidak akan sama, seperti yang diinginkannya.

" Hambar. " Batinnya.

Entah, dirinya tak tau harus mendeskripsikan masakan ini seperti apa.

" Sampai Beratus-ratusan kali aku membuat nya, rasannya tidak akan sama. "
























*****













Di sisi lain, Izana tengah berjalan ke arah sebuah ruangan.

Tangan kanannya terulur, membuka pintu ruangan itu.

Terlihat sang dokter pribadi Izuna, tengah menyiapkan cairan infus, untuk adiknya.

" Apakah cairannya akan habis? " Tanya Izana, yang berjalan mendekati dokter tersebut.

Sang dokter menoleh, lalu mengangguk. " Yah, sudah lima kantong cairan, yang sudah di berikan, ke Izuna sama. " Jawab sang dokter.

Manik ungu Izana memperhatikan kedua tangan sang dokter, yang kini tengah berkutik dengan, obat obatan.

" Kau selalu memasukkan obat yang kuberikan? " Tanyanya.

" Ya, saya selalu memberikannya Izana sama. " Jawab sang dokter.

Izana mengangguk, setidaknya Izuna tidak akan kembali seperti dulu.

" Ya, Izuna tidak boleh mengingat masa lalu, aku tidak mau dirinya tersiksa. Sudah cukup, penderitanya dulu. Obat ini, akan menghapus beberapa memori Izuna. " Batinnya, dengan memegang sebuah botol obat.

Botol obat yang di berikan oleh Ran, saat dirinya memberikan misi kepada Haitani bersaudara.

" Kalau begitu, saya akan pergi dahulu Izana sama. " Ucap sang dokter menunduk, lalu berjalan keluar dari ruangannya, dan berjalan menuju kamar Izuna.

Izana mengikuti sang dokter dari belakang, dirinya juga ingin melihat kondisi sang adik.

Keduanya telah sampai di dalam kamar Izuna, sang dokter langsung mengganti kantong cairan infus Izuna.

Sementara Izana, duduk di kursi, sebelah ranjang sang adik.

Ah, dirinya terlalu merindukan sang adik, kapan kedua kelopak mata itu terbuka dan menampilkan manik ungu bercahaya, Yang kini dirindukannya.

Kapan suara lembut itu kembali terdengar? Kapan perasaan hangat yang selama ini membuat nya nyaman, kembali?

Dirinya sudah gila, perasaan rindu ini telah membuncah, hanya dalam waktu lima hari.

Kedua tangannya menggenggam erat, tangan sanga adik yang tak terpasang infus.

" Cepatlah bangun Izuna, Niisan terlalu merindukan mu. " Gumamnya.

Baru saja dirinya bertemu dengan sang adik beberapa waktu yang lalu, kini sudah merindu.

" Jika kau meninggalkan Niisan, maka Niisan akan menyusul mu kemana pun itu. "
















HAI!HAI! ADA AUTHOR REI DI SINI!!! (≧▽≦)
BAGAIMANA KABAR KALIAN SEMUA?? SEHAT???

WOW, AUTHOR DOUBLE UPDATE GUYS! HIHIHIHI. <( ̄︶ ̄)>

INI SEBAGAI GANTI, AUTHOR GAK UPDATE KEMARIN KEMARIN.
( ꈍᴗꈍ)

SEKIAN DARI AUTHOR JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YA READERS (✯ᴗ✯)

salam dari author Rei ❤️

Izana Twins { Kurokawa Izana }✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang