Bab. I Bisa tanpamu

23.7K 1.9K 42
                                    

"Karena sesungguhnya kisah antara kita memang tak akan pernah dimulai."

Hari ini, cuaca cerah. Banyak orang yang membenci hujan, namun tentu tidak termasuk Nara. Nara suka hujan, dia bebas menangis di tengah rintik hujan tanpa ada yang tau apakah itu air matanya atau air mata yang turun dari langit.

Sejak dua tahun lalu, Nara pindah ke kota Malang. Awalnya dia berpikir mungkin akan mengalami perbedaan cuaca mengingat dia berpindah dari ibu kota yang cukup terik. Nyatanya Malang sudah tak sedingin dulu, namun tentu saja lebih sejuk daripada ibu kota yang terlalu padat akan manusia.

Kenapa Malang? Nara sebenarnya tak tahu harus ke mana untuk menepi dan menyembunyikan lukanya. Awalnya dia hanya berniat liburan sejenak di Batu-Malang tempat Tantenya, namun Omnya menginformasikan sebuah pekerjaan untuknya, sehingga sebuah keyakinan membawanya untuk menetap di kota itu.

Pada awalnya kedua orang tuanya keberatan jika Nara hidup terpisah dari keduanya, namun Tante Mia membantunya untuk meyakinkan Papa dan Mamanya.Sebelumnya memang dia tinggal di Batu, namun karena pekerjaannya di Malang kota dia harus menyetir cukup jauh jika harus pulang pergi. Apalagi jika akhir pekan terkadang Batu cukup macet.

Saat ini dia tinggal di daerah Dinoyo, ditemani dengan Bu Sri orang yang membantunya membersihkan rumah. Saat memutuskan tinggal sendiri, kedua orang tuanya memaksa untuk membelikan satu unit rumah dan meminta Tante Mia untuk mencarikan asisten rumah tangga untuk menemani Nara. Bu Sri sendiri sudah lama bekerja dengan Tante Mia mengurus Villa yang ada di Batu.

"Bu Sri, aku berangkat dulu ya."

Nara selesai menghabiskan roti bakar dan meminum juice jeruknya. Dia memang tak terbiasa sarapan nasi sejak dahulu sehingga Bu Sri menyiapkan sarapan yang lain seperti omelet, roti bakar, sandwich.

"Hati-hati Mbak Nara, naik taxi online apa nyetir sendiri?" Bu Sri yang tadinya sedang membersihkan kulkas menghampiri dan menemani Nara berjalan ke depan.

"Sendiri saja Bu, sudah enakan kok."

Kemarin Nara memang Flu berat, untung saja pas akhir pekan sehingga dia memang sedang libur.

"Hati-hati ya Mbak Nara, Oh iya nanti saya mau belanja bahan makanan. Mbak Nara ada permintaan mau dimasakin apa atau mau nitip dibelikan apa gitu?"

"Hm, apa ya Bu Sri?" Nara tampak berpikir sejenak. "Oh, masakin belut sambal ijo andalan Bu Sri ya, kayaknya sudah lama nggak masak itu."

"Siap Mbak laksanakan, ada lagi yang mau dibeliin?"

"Hm, apa ya? O iya, sama belikan makaroni ya Bu Sri. Mau bikin makaroni schotel."

"Oke, nanti Bu Sri belanjain."

"Makasih Bu, aku jalan dulu."

Hari ini dia praktik di PrimeHealth Hospital, sebuah rumah sakit suasta di kota Malang. Dalam satu minggu dia akan berada di rumah sakit tersebut dari hari Senin sampai dengan Jumat. Khusus hari Rabu dan Jumat Nara juga praktik di RSIA Cinta Bunda, di sore hari. Setahun belakangan, Nara juga membangun sebuah klinik tumbuh kembang untuk anak berkenutuhan khusus, bersebelahan dengan daycare miliknya yang sudah ada sebelumnya.

Menjadi dokter anak adalah cita-citanya sejak dahulu. Dia ingin memberikan baktinya kepada kesehatan anak-anak Indonesia. Seandainya orang tuanya mengizinkan, saat perpisahan dengan Gavyn terjadi dia sangat ingin pergi ke pelosok Negeri dan mengabdi ke sana sebanyak waktu yang dia butuhkan untuk mengikis lukanya. Sayangnya hal tersebut tak akan mendapat lampu hijau dari orang tuanya.

***

Memasuki pelataran rumah sakit, Nara menempatkan mobilnya di parkiran karyawan. Sebelum turun, dia menyempatkan diri berkaca untuk merapikan hijabnya. Sejak memutuskan tinggal di kota Malang, Nara memutuskan untuk memakai hijab. Tentu saja niatnya disambut baik oleh Tante Mia dan Mamanya sendiri karena kedua wanita itu juga telah berhijab lama.

Nara kemudian menenteng snelli dan tasnya menuju poli anak. Beberapa perawat yang berpapasan dengannya menyapanya.

"Pagi Dokter Nara, cantik banget hari ini pakai nuansa pink jadi kelihatan fresh di Senin pagi."

"Wah makasih, suster Hilda bisa banget mujinya." Nara melemparkan senyum ramahnya kemudian masuk ke ruangannya. Masih ada sekitar 10 menit baginya untuk bersiap-siap sebelum 9 pagi, dimana dia mulai memasuki jam praktiknya.

Tak lama berselang, suster Hilda masuk sambil membawa goodybag.

"Maaf Dok, saya lupa tadi dokter Diaz nitipi ini buat Dokter."

"Oh, makasih banyak Sus."

Nara menerima goodybag tersebut kemudian Suster Hilda pun kembali keluar. Nara mengintip ke dalam goodybag yang rupanya berisi sekotak bakpia kukus Tugu , sekotak bakpia pathok dan selembar kain batik. Nara menemukan sebuah kartu ucapan di dalamnya.

"Lunch with me?"

Nara hanya tersenyum kemudian menyimpan goodybag tersebut di belakangnya dan dia mengambil handphone nya.

To : Mas Diaz

Mas Diaz, terimakasih oleh-olehnya pakai repot-repot, kita ketemu nanti siang.

Nara memanggilnya dengan panggilan Mas, lantaran Diaz adalah seniornya satu tingkat di atas Nara waktu di kampus dulu. Mereka bertemu kembali di kota Malang yang memang kota asal dari Diaz dan kebetulan praktik di rumah sakit yang sama. Diaz sendiri yang menyuruhnya untuk tak memanggilnya dengan embel-embel dokter seperti tenaga medis lain di rumah sakit karena mereka juga sudah kenal lama.

Nara tak bisa lagi menolak ajakan makan siang dokter Diaz hari ini, biasanya kalau bisa mengelak dia akan mencari berbagai alasan untuk menolak halus. Apalagi Diaz sudah repot membawakannya oleh-oleh. Nara merenung, apakah memang sudah waktunya bagi Nara untuk membuka hati kembali saat ini?

***
a/n

Hai, makasih untuk vote dan komen nya di prolog, Alhamdulillah sudah 100vote jadi semangat nulis bab I ya. Ini aja disempetin nulis sambil di KRL loh 😁,
Semoga masih tetap suka ya, tenang saya penggemar happy end, meski berdarah darah diusahakan tidak berakhir tragedi. Tentu sebagai penulis saya tak bisa memenuhi segala ekspektasi pembaca apakah nanti bakal terus menarik, boring but yaa....I will do my best

O ya...teman teman lebih seneng pakai cast nggak sih? Kadang saya suka gak PD kalau pakai, takut gak sesuai ekspektasi.
Komen sini mau pakai cast engga? Kalau mau rekom cast Nara boleh juga. Nanti akan dipertimbangkan seandainya akan dibuat cast hhehee

Dan baru ini tokohnya pakai hijab, tapi ini bukan cerita yang religi banget ya, pengen beda aja.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menepis Luka (END-Unpublish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang