Sebelum baca, vote dulu...
°°°
Setelah kembali dari apartemen Pak Bara, aku langsung saja memesan taksi online dari handphone ku yang tadi sudah di charger di apartemen Bara. Sebenarnya dia menolak diriku untuk pesan taksi online dan ia akan mengantarnya sendiri, tapi aku besikeras untuk tetap pulang sendiri. Setelah sampai di rumah, aku langsung merebahkan tubuhku di kasur empuk ku. Namun tak sebanding dengan ranjang milik Bara tadi. Aku tersenyum saat mengingat kejadian dimana dia memberikan sebuah jas nya untuk tubuhku––agar hangat, lalu membawaku di apartemen nya, dan menraktir ku makan malam, dan memanggil seorang dokter untuk mengatasi alergi ku. Aku jadi merasa.....salah tingkah. Oh astaga! Kenapa dia harus kembali? Itupun menjadi bos ku. Huftt! Entahlah, apa aku besok bisa fokus atau tidak.
"Tokk! Tokk! Tokk!"
Ditengah aku sedang asik merebahkan tubuhku di ranjang, suara ketukan pintu membuatku beranjak dari sana, dan membukakan pintu kamarku. Di baliknya, mendapati Bi Ina––salah satu ART di rumah ini, wanita paruh baya itu dengan rambut di gelung khas tradisional.
"Non, ayo makan. Sudah ditungguin sama semua orang." Ucapnya sembari tersenyum.
"Iya, Bi. Khanza turun kok." Ujarku. "Tapi setelah ganti baju ya." Lanjutku.
"Yaudah, Non. Saya tinggal dulu ya? Masih ada kerjaan yang belum kelar." Ucap Bi Ina, lalu pergi meninggalkan ku.
Setelah mengganti pakaianku, aku pun turun di lantai pertama, dimana dapur dan meja makan berada di sana––satu ruang. Oh iya, di rumah ini ada dua lantai. Lantai pertama untuk dapur, ruang tamu, dan ruang keluarga serta kamar para pembantu. Sementara lantai ke dua untuk kamar-kamar, perpustakaan, dan tempat-tempat lainnya. Di lantai dua, ada empat kamar yaitu kamarku, kamat Cheryy, dan kamar Ayah dan Tante Meli. Sementara ruangan satunya ada perpustakaan, dan di samping nya ada gudang.
Aku duduk di kursi dimana aku biasa duduk. Di atas meja sudah terlihat begitu macam hidangan yang lezat. Namun, aku kini tak lapar. Aku masih kenyang karena nasi goreng yang Bara berikan. "Maaf ya, Khanza nggak lapar. Tadi Khanza udah makan di luar." Ucapku lalu berdiri dari dudukku.
"Tumben makan di luar?" Ucap Cherry. "Biasanya aja suka banget sama masakannya Bi Ina." Lanjutnya. "Mau diet kayak aku ya? bilang aja. Aku masih punya pil diet, dan makanan yang nggak berlemak di kulkas." Ucapnya lagi.
"Nggak, Cher. Aku emang udah makan tadi. Masih kenyang." Ucapku lalu pergi meninggalkan ruang makan.
***
Sudah dua Minggu aku bekerja sebagai sekertaris pribadi di perusahan Atmaja interproducion. Tepatnya perusahaan milik Bara. Semuanya berjalan dengan baik, meski terkadang Bara sering memerintah diriku. Tapi disisi lain, dia baik. Bahkan dia terkadang mentraktir ku makan siang. Aku jadi merasa..... tersanjung. Entah kenapa, perasaan ku hari demi hari malah semakin bertambah.
Drt.....drt.....drt.....
Aku mengambil handphone ku yang berada di dekat laptop yang kini berada di atas meja kerja yang berada di depanku. Mataku mengerjap sesekali tersenyum melihat nama siapa yang tertera di panggilan masuk.
Pak Bara.
Dengan sigap, aku langsung saja mengangkat panggilan tersebut. Aku membenarkan kacamata ku yang melorot sampai di ujung hidung. Meski kacamata ini agak retak, tapi aku akan memakainya. Aku suka kacamata ini, dan terlebih, ini adalah hadiah dari Ibu ketika ulang tahunku yang ke tiga belas.
"Hai, Pak. Selamat siang." ucapku mulai menyapa.
"Khanza, bisa kamu di kafe seperti biasanya? Ada yang mau bertemu sama kamu." Ucapnya dari seberang sana. Aku mengernyitkan dahi ku, ada yang ingin bertemu? Siapa? Apakah clien baru? Hmm mungkin saja.
"Yasudah, Pak. Apa ada capuccino gratis lagi?" Tanyaku sembari tersenyum jahil.
"Dasar karyawan kere!" Cibirnya. Lalu menutup telfon sepihak.
Hei, dia mematikan telfonnya. Sial! Padahal tadi aku hanya bercanda.
***
Aku melangkah kan kakiku di sebuah kafe yang tak jauh dari kantor, kafe The Taddy. Sebuah kafe dengan dekorasi dan semuanya yang menyangkut akan beruang. Tentu saja, namanya saja The Taddy. Pasti yang utama disini adalah beruang. Lihatlah bagaimana cup minuman disini semuanya bergambar beruang, lukisan beruang yang lucu serta beberapa lampu-lampu yang membuat kafe ini semakin terlihat mencolok saja.
Aku tersenyum melihat pria dengan toxedo silver tengah duduk di salah satu kursi––meja yang tak jauh dari dimana aku berdiri. Dengan kaki di silangkan, ia membaca catatan beberapa menu-menu yang berada di tangannya saat ini.
Aku melangkah mendekatinya, lalu duduk di bangku yang berada di depannya. "Nungguin ya, pak? Sorry lama. Tadi....Um, lagi ke toilet sebentar." Ucapku berbohong. Yah, sebenarnya aku tidak dari toilet, tapi sedari tadi aku tengah membereskan rambut, kacamata, dan bedak yang kupoles tipis di wajahku ini. Jangan lupakan lip blam merah muda yang kini sudah berada di tempat seharusnya––bibir.
"Yaudah. Nggak apa-apa." Jawab Bara seadanya, lalu kembali membaca catatan menu kafe ini.
"Dua capuccino seperti biasa. Dan satu jus alpukat, tanpa gula." Ucap Bara menyebut satu persatu minuman yang ia pesan kepada Waitres yang berdiri di samping meja.
"Baiklah. Pesanan akan segera siap." Ucap Waitres itu setelah mencatat pesanan-pesanan kami.
"Tumben minum jus, itupun nggak pake gula?" Tanya ku. Bara biasanya Bara memang tidak pernah memesan sebuah jus, apalagi tidak memakai gula. Setahu ku dulu, Bara juga tidak suka alpukat. "Lagian bapak juga nggak suka alpukat." Lanjutku.
"Kok kamu tau kalo saya nggak suka sama alpukat?" Tanya nya. Mataku terbelalak. Aku lupa bawa aku diam-diam mengetahui sedikit tentang dirinya. Kamu gila Khanza!.
"Nggak pak. Saya cuma nebak aja. Habisnya, nggak pernah pesen jus. Apalagi jus alpukat." Jawabku. "Ngomong-ngomong, apa buat clien kita? Orangnya dimana? Terus dimana berkas-berkas nya?" Tanyaku cepat.
"Sebenernya bu––"
"Hai. Udah nunggu lama? Maaf ya. Tadi aku ke toilet."
Aku dan Bara mengalihkan pandangannya ke arah suara imut khas suara artis-artis di televisi. Disana sudah ada seorang wanita dengan dress berwarna biru dongker dengan panjang dua inci dibawah lututnya serta bagian atas tanpa lengan. Sabuk hitam dengan pernik-pernik permata palsu melekat di pinggang langsing wanita itu. Rambutnya panjang lurus, pirang dibagian bawah. Kulit putih bersih bagai susu, hidungnya mancung, matanya cokelat indah dengan bulu mata yang lentik, serta bibir dengan lipstik berwarna pict begitu terlihat seksi. Bibirnya tersenyum kepada ku dan Bara.
Tiga kata yang terlintas dalam benakku saat melihat wanita di depanku.
Cantik dan elegan.
Wanita itu duduk di kursi yang berdekatan dengan kursi Bara. Ia tersenyum penuh arti kepada Bara, lalu menatapku sejenak. "Kenalin, aku Zoelva. Pacarnya mas Bara."
Tbc!
Aduh! Ternyata Bara udah punya pacar? Sakit nggak tuh?
Vote ya kakak-kakak...😊 Karena vote dan komen itu gratis, maka tinggalkanlah jejak dengan cara itu.
Kalian tau nggak, satu vote dari readresss itu udah berharga dan membuat author jingkrak-jingkrak sendiri tau 😍. Masa kalian nggak mau bikin author seneng sih?
Kalian vote, author jadi tambah semangat dan giat buat update kelanjutan part-part selanjutnya.
Yasudah. Ingat, vote dan koment!
Share jika kalian suka cerita ini😉.
Salam hangat:
_Dhurotun-Nafisah09_
KAMU SEDANG MEMBACA
Merajut Rasa [HIATUS]
RomanceKhanza bekerja di perusahan Atmajaya, karena ingin menjadi lebih mandiri daripada sebelumnya. Namun, tak disangka-sangka bahwa ternyata CEO perusahaan itu adalah teman masa kecilnya yang......juga masih ia sukai sampai sekarang. Namun, dirinya sesek...