Kreeenggggg!
Seketika aku terbangun dari mimpi aneh ku. Fyuhh! Ternyata hal itu hanya mimpi. Jangan ditanyakan mimpi apa yang baru saja ku alami. Mimpi terjatuh di atas pesawat, namun aku masih hidup. Dan lebih parahnya, aku terjatuh diatas tumpukan sampah di sungai. Huh sial!.
Lupakan soal mimpi, sekarang aku harus bangun. Aku mematikan alarm yang sedari tadi berbunyi. Kulihat alarm ku yang berada di nakas. Sudah pukul 06 pagi. Itu artinya, aku harus mandi. Aku tau, hari ini adalah hari weekend yang selalu di tunggu-tunggu oleh setiap orang. Tapi tetap saja, agar wajahku ini tidak bertambah jelek, maka aku harus mandi kan?
“Drrt.....drtt....drrttt.....Kringtengteng...teng..teng!”
Ku lihat handphone ku yang bergetar dengan suara yang nyaring yang menandakan ada panggilan masuk, aku pun langsung saja mengambil handphone ku dan menekan tombol hijau yang berarti menerima panggilan. Disana sudah tertera nama Tante Meli. Sepagi ini?
Oh iya, aku sudah menyewa apartemen sendiri sejak 1 Minggu yang lalu yang letaknya tak jauh dari letak kantorku. Yup, selain murah ongkos, aku juga akan mendapatkan ketenangan karena tidak harus panik jika ditanya dimana alamat rumahku.
“Hallo, Tante? Tumben nelfon pagi-pagi?” tanyaku langsung to the point.
“Bisa tolong beliin bahan-bahan buat bikin kue brownis sama puding nggak? Di supermarket yang terdekat aja. Soalnya mobil Ayah kamu rusak. Terus mobil yang satunya dipake buat kerja. Nggak ada yang beliin.” ujar Tante Meli dari sebrang sana.
“Mau arisan lagi ya, Tan?” tanyaku. Yeah, Tante Meli memang sering ikutan arisan, dan rumah kami lah yang selalu dijadikan tempat pertemuan karena alasannya bersih dan banyak suguhannya.
“Iya. Tuh tau. Nanti kirimin ke sini ya.” ujarnya. Dan akupun mengiyakan. Yaudah. Toh, hari ini aku nggak sibuk.
Aku memutuskan panggilan, lalu menaruh handphone ku di atas nakas. Beranjak mandi dan memilih-milih pakaian yang akan ku kenakan hari ini.
***
Setelah aku masuk di salah satu supermarket yang kutahu barangnya lengkap, aku pun langsung saja mengambil barang-barang yang sudah di catat di Whatshapp tadi. Gula, telur, mentega, puding, missis, cokelat, cokelat bubuk, dan lain sebaginya. Tak lupa aku mengambil beberapa kebutuhan sehari-hari ku, seperti; shampo, sabun, pasta gigi, sikat gigi, bedak, parfum, sabun cuci muka, masker, handbody, dan lainnya.
Setelah aku mengantri di kasir, dan membayar dengan uang cash tadi, aku berjalan ke arah parkiran sepeda yang agak jauh dari supermarket.
Aku terkejut karena di hadang oleh dua sosok bertubuh besar bak preman di televisi-televisi, dengan tatapan yang tajam. “Serahin dompet dan uang Lo sekarang juga ke kita!” bentak salah satu preman dengan suara mengerikan.
Aku menelan salivah ku susah payah. Aku mencoba tenang, namun tak bisa. “Nggak mau! Emangnya kalian siapa hah?!” bentakku dengan suara tinggi.
“Jangan ngelawan sama kami!” ujar salah satu preman itu, dengan suara keras juga.
Sial! Disini sangat sepi. Kenapa aku harus memarkir sepedaku disini?! Huft! Aku menyesali itu.
“Emangnya kenapa nggak boleh? Lo siapa? Gue juga bisa teriak-teriak kok!” ujarku mencoba untuk berani. “LAKIK kok NGGAK bermodal!” sindirku sembari menekan kata ‘Lakik’ dan kata ‘Nggak’.
Dua pria raksasa itu melototi ku dengan tajm, aku jadi merasa takut. Mereka mulai mendekatiku. Aku pun berlari dengan membawa dua kantong plastik besar belanjaan ku yang ku bawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Merajut Rasa [HIATUS]
RomanceKhanza bekerja di perusahan Atmajaya, karena ingin menjadi lebih mandiri daripada sebelumnya. Namun, tak disangka-sangka bahwa ternyata CEO perusahaan itu adalah teman masa kecilnya yang......juga masih ia sukai sampai sekarang. Namun, dirinya sesek...