[5] Terhalang Karena Hak

14 3 1
                                    

Vote dulu baru baca

°°°

"Semuanya terhalang karena kata 'hak' dan 'tak memiliki'."

-Areta Khanza Mayzun







"Kenalin, aku Zoelva. Pacarnya mas Bara." Ujar wanita itu sembari tersenyum, tak lupa dengan tangannya yang terulur.

Deg!

Sesak. Itulah yang kurasakan saat ini. Jantungku seakan berhenti berdetak seketika mendengar hal itu. Hal yang menurutku menyakitkan. Tunggu dulu? Zoelva? Apakah dia Zoelva Zhanitha Pranata, seorang model cantik yang sedang terkenal itu? Yah! Dialah orangnya. Pantas saja aku seperti pernah melihatnya.

Aku tersenyum--mencoba menetralkan ekspresi ku sebaik mungkin. "Wahh! Ini mbak Zoelva si model itu kan? Ya ampun! Nggak nyangka bisa bertemu sama mbak disini!" Ujarku girang, tanpa memperlihatkan bagaimana perasaan ku saat ini.

"Oh iya mbak, aku Khanza. Aku ini sekertaris pribadi nya Pak Bara. Wah! Nggak nyangka bisa ketemu disini. Itupun secepat ini." Ujarku lagi sembari menerima uluran tangannya.

"Pak, kok nggak pernah bilang kalo mbak Zoelva itu pacarnya bapak, sih? Nanti kan aku bisa ketemu mbak Zoelva terus, selfie bareng, dan ntar aku pamerin ke followers Instagram aku. Biar iri." Ujarku.

"Ih mas, kok nggak pernah bilang sih? Aku jadi merasa nggak dianggap tau." Kulihat wanita bernama Zoelva itu mengerucutkan bibirnya. "Khanza, kamu tau nggak, kata mas Bara; Khanza itu temen SMP aku yang rese nya minta ampun. Kelas jadi selalu rame karena dia. Gitu katanya....." Ucap Zoelva sembari menirukan gaya Bara berbicara.

"Idih! Daripada bapak, udah kulkas. Mampos dulu nggak ada teman." Ucap ku tak ingin kalah.

"Ya kalian aja yang terlalu tengil." Jawab Bara meledek. "Lagian, saya jadi anget kayak sekarang berkat Zoelva. Dia yang selalu ngehibur, dan memberikan saya suport untuk bergairah hidup." Ucapnya sembari tersenyum bangga. Sudah terlihat bahwa kini wanita itu--mbak Zoelva kini tengah memanas pipinya.

Dan aku? Seketika aku melemah. Dadaku terasa begitu sesak mendengar pernyataan tersebut. Sampai kapan harus bertepuk sebelah tangan? Sampai kapan aku tidak bisa melupakan sosoknya?

"Kamu tau nggak mas, kenapa aku seperti itu sama kamu? Karena....kamu itu berbeda dari semuanya. Aku masih ingat, sifat kamu yang pendiem di kampus dulu." Ucap Zoelva sembari tersenyum. Senyuman yang elegan menurutku.

Sungguh, dia berbeda dariku yang cerewet ini!.

Mereka terus berbicara. Berbicara ini-itu. 'Mas, aku masih ingat pas kamu lari ngos-ngosan ngejar bus.'

'Dulu kamu pernah jerit-jerit gara-gara di takutin sama cewek-cewek alay itu kan? Bener-bener!'

'Oh iya, mau pesan minuman lagi? Mumpung Waitres nya ada di sini.'

Dan blablablablabla lainnya.....

Oh astaga! Bisakah mereka menghargai diriku ini? Apa sedari tadi aku ini tidak dianggap? Lalu apa fungsi diriku di sini? Apa hanya untuk mendengarkan ocehan-ocehan yang membuat diriku sakit hati?

Aku tau, aku tidak memiliki hak apapun untuk sakit hati, atau melakukan hal apapun menyangkut dirinya. Namun, aku tidak bisa mengontrol perasaan yang selama ini ku pendam dengan sendirinya.

"Mbak, Pak. Saya permisi dulu, ya? Bentar lagi jam istirahat habis. Mau nyalin berkas dulu." ucapku akhirnya lalu beranjak berdiri. Tak lupa senyum yang selalu ku kembangkan. "Satu lagi. Makasih buat capuccino nya ya, Pak. Besok belikan lagi, oke?" ucapku kepada Bara.

Merajut Rasa [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang