Balon aneka warna menghiasi sebagian besar lapangan kantor wali kota. Kudapan dan makanan nusantara berjajar cantik di atas meja dengan taplak berenda.
Anak-anak gembira bermain balon-balon sabun. Sementara orang tua mereka sibuk berswafoto dan acara ramah tamah dengan segenap pebisnis serta pejabat ibu kota.
Aroma daging sapi asap dan kambing guling menggugah selera siapa pun yang menciumnya. Beberapa orang antre untuk dapat menikmatinya. Sementara aku dan ketiga anakku hanya dapat menikmati aromanya. Diiringi irama cacing perut yang berdendang gembira. Kami tetap setia menghibur anak-anak mereka agar tertawa. Meskipun duka, perih, dan serangan lambung yang kelaparan mendera, kami tetap mampu tersenyum di balik topeng-topeng muka penuh warna. Karena kami hanyalah badut-badut ibu kota, yang mungkin saja hanya mendapatkan makanan sisa.
"Ayah, bolehkah kulepas baju badut ini?"
"Jangan, Nak. Keringatmu ketika memakai baju ini lebih berharga daripada meminta-minta."

KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG BAWAH TANAH
General FictionKumpulan kisah dua tokoh, Rubi dan Hanah, tentang hal-hal yang mungkin terkadang tak muncul di permukaan, ataupun tabu untuk dituliskan. Hanya ketika berada di ruang bawah tanah, keduanya bebas menuliskan dan menceritakan apa saja yang mengganggu ra...