Semilir angin menerpa wajahku. Aku mulai merasakan kebosanan setelah kapal yang kutumpangi mengangkat jangkar sejak sepuluh jam silam. Kudapan manis berhasil kugigit tanpa peduli angka timbangan yang makin ke kanan. Entah sudah berapa mil kapal pesiar mewah ini mengarungi samudera.
Kedua orang tuaku sedang menikmati segala fasilitas yang ditawarkan perusahaan kapal pesiar ini. Tawa riang penumpang riuh rendah bak sekumpulan lebah. Rona kebanggaan tampak pada wajah-wajah mereka. Ya, bagaimana kami tak bangga, hanya sebagian kecil penduduk kota yang mampu menikmati fasilitas serba mewah ini.
Novel "Laut Bercerita" karya Laela S. Chudori yang sejak tadi kupegang, terabaikan beberapa saat. Aku mulai membacanya kembali. Betapa aku masuk ke dalam suasana novel. Penulis mampu membuatku seolah merasakan apa yang terjadi pada novel yang konon diangkat dari kisah nyata. Tepat pada halaman seratus, aku merasakan kakiku dingin. Kulihat air sudah membasahi dek tempatku berdiri. Beberapa kru kapal hilir mudik dengan wajah panik. Debit air yang masuk tak disangka melebihi kecepatanku membalikkan halaman buku. Keriangan para penumpang dengan cepat tergantikan ketakutan.
Bunyi patahan makin mempersilakan air masuk tanpa permisi. Kalut. Tangisan bayi-bayi yang dibawa serta, menambah suasana kalut makin kusut. Kudengar beberapa kru kapal berteriak menyiapkan sekoci. Radio komunikasi yang kehilangan sinyal, makin menyempurnakan suasana kacau di dalam kapal. Rupanya, kapal yang digadang-gadang sebagai kapal terhebat ini, bagai seekor semut yang tersesat di dalam kolam ikan. Terombang ambing tanpa arah. Air makin tinggi. Aku berusaha menggapai tiang terdekat. Tetapi, tanganku tak cukup kuat menahan goyangan kapal yang hampir karam. Tanganku terlepas dari pegangan.
Air laut mulai membasahi tubuhku yang tak mampu berenang. Sekuat tenaga kepalaku menyembul ke permukaaan. Tiba-tiba, ada sesuatu yang menarik ujung bajuku. Aku gelagapan mencari bantuan.Kulihat ada palung laut yang menanti di bawah. Telingaku mulai berdarah. Perbedaan tekanan udara di kedalaman laut yang entah sudah berapa meter aku terseret ke dalamnya. Aku menangis mencari bantuan. Betapa keangkuhan manusia tak mampu membayar takdir yang ada di depan mata.
Byurr
"Bangun, Hanah! Sudah siang. Tidur terus. Sana pergi ke pasar. Bahan-bahan di kedai sudah hampir habis." Rubi membangunkanku. Kulihat tangan kanannya masih memegang gayung yang baru saja dipakai untuk menyiramku.Gayung Rubi yang berisi air, mampu menyelamatkanku dari peristiwa andam karam itu. Lalu, di mana novel "Laut Bercerita" milikku?
KAMU SEDANG MEMBACA
RUANG BAWAH TANAH
قصص عامةKumpulan kisah dua tokoh, Rubi dan Hanah, tentang hal-hal yang mungkin terkadang tak muncul di permukaan, ataupun tabu untuk dituliskan. Hanya ketika berada di ruang bawah tanah, keduanya bebas menuliskan dan menceritakan apa saja yang mengganggu ra...