bab. 3

29 11 3
                                    

_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_

_

Daun-daun hijau berselimut partikel beku,
langit gelap lebih cepat menghantarkan
bahagia sepanjang garis roman ibu beranak
kembar. Tempatnya bersemayam sejak
pagi harus ia tinggalkan bersama laporan-
laporan seputar kesehatan jiwa. Myeong Ju
menganggap dirinya pantas masuk dalam
kertas itu, menulis banyak kata seputar
kesehatan mentalnya yang menurun
sejak tahu Jimin sudah punya perempuan
lain.

Saat ia beranikan diri menghias iras
pakai kacamata hitam juga masker seirama,
penampilannya tidak kontras ada beberapa
manusia serupa dirinya. Bodoh sekali
harusnya ia tidak menahan diri, harusnya
ia sirami saja Americano itu agar Jimin
sadar, mungkin. Rupanya tujuh tahunnya
hanya rasa iba tanpa perasaan. Saat
Jimin ungkapkan itu pada nona selingkuhan
dunianya porak-poranda, sedang hatinya
mengalami korosif parah.

Brengsek, iba katanya, itu adalah salah
satu pemasok kebencian terhadap
si pemimpin perusahaan besar, tidakkah
Jimin berpikir bahwa tanpa kecerobohan
itu ia tidak akan berakhir diselingkuhi
seperti ini.

Cinta sulit dipupuk, ia juga tak setuju pada kalimat bahwa cinta akan hadir seiring
waktu, karena Jimin adalah contoh nyata
yang menguatkan asumsi selama ini. Ia pikir dirinya lemah bisa begitu mudah mencintai, persepsi tentang Jimin telah berubah, bukan
lagi cinta sejati, tapi kesalahan terbesar
selama ia hidup yang bersifat manis.

Hidupnya hanya tentang Jaemin dan Jisoo,
tetap berdiri tegak ditengah topan untuk
mereka. Jika sudah berganti status nanti
Jimin tentu bukan lagi prioritas, bahkan
sekarang pun ia rasakan begitu. Tapi jika
Jimin datang sebagai ayah maka ia akan
baik-baik saja, ia tidak mau dan tidak punya
hak menjadi pemutus hubungan tiga
orang itu.

Jalannya santai seperti biasa sambil
menjingjing tas laptop lamat-lamat ia
rapatkan Coat kelabu yang dibeli tahun
lalu, sepatu boots simple tak sampai
ribuan dollar berbanding terbalik dengan
yang dipakai selingkuhan suaminya.
Usut punya usut ternyata Jimin juga rutin mengirimi uang pada rekening asing, dalam jumlah fantastis seperlima dari yang ia
terima perbulannya atas nama
Kang Sae Hyeon.

Empat puluh ribu dollar yang diterima
tak tahu akan diapakan, tabungan masa depankah atau keperluan sehari-hari.

Agaknya luka itu cukup sulit untuk hilang,
sebab  jumlah kesakitan yang Jimin beri
seperti hasil dari soal yang Jae kerjakan
Minggu lalu, tak hingga. Tersenyum disaat
sedih adalah yang tersulit dan buruk,
Myeong Ju ingin meraung-raung ditempat
yang jauh dan ingin Jimin juga rasakan sakit
dari infeksi yang pria itu sebabkan. Berlagak
polos, sifat manjanya dan tutur yang
enak didengar, semua itu bulshit, seperti
picisan basi pinggir jalan.

Ada dua hal penyebab wajahnya serupa
tomat, suhu dan lelah menahan bikar air
yang menggoda beranda mata. Bocah yang
lahir lebih dulu sudah bersemayam di
balik kanopi halte, padding hitam
melahap habis tubuh dengan bau khas
dari botol shampo dan sabun bergambar
Avanger. Lantas tak ingin Jae berubah
mode buru-buru ia kenakan kaca mata
hitam, menghalau Jae untuk bertanya
karena dia bocah yang cerewet pada
ayah, ibu dan sang adik.

"Hari ini mama datang terlambat ya"
Jae mengoreksi sebab sang ibu tidak
buka suara atas keterlambatannya, hanya
membisu setelah bertanya ingin makan
sesuatu atau langsung pulang.

Jelas saja ini salahnya terlalu larut dalam
kesedihan, lalu sibuk bekerja untuk
mengecoh pikiran sampai lupa jika ada
dua manusia yang harus ia bawa pulang.

"Eoh Mama minta maaf sayang, mama lupa,
mama minta maaf" saat berkata bibirnya
bergetar kenapa ia merasa bodoh, jangan
sampai Jae melihatnya menumpahkan
air.

"Santai saja" bocah berkemeja biru
itu tampak biasa saja, dibandingkan mama
papa lebih buruk, tidak bisa diandalkan.
Katanya akan selalu menjemput tepat
waktu, tapi sudah hampir dua bulan ini
ia harus duduk lebih lama dibawah kanopi
setelah jam kursus selesai.

Selain kata maaf Myeong Ju juga ingin
mengobrol lagi, rasanya seru sebab ia
akan merasa kagum acap kali dua
anaknya sedang bercerita, hanya saja
kali ini lebih baik diam saja. Jae juga
tidak bersuara lagi, melainkan sibuk
memutar rubik. Pribadi yang duduk di
sampingnya berhasil menyelam pada
dunianya, kalau sudah begini Myeong Ju
cukup tersenyum saja.

Warna cerah sudah berganti menjadi lebih
gelap bersamaan jalanan semakin ramai
dipenuhi sorot lampu dari pengendara.
Jisoo adalah tujuan selanjutnya sebelum
itu ia juga sudah siapkan burger keju
pesanan wajib si tuan putri hari ini.
Masih kecil tapi anak-anak punya urusan
penting dan tak kalah sibuk seperti orang
dewasa, padahal Myeong Ju maupun
Jimin baik-baik saja jika mereka akan
langsung pulang setelah pelajaran di
sekolah berakhir.

Jisoo suka bernyanyi, ia punya Vocal
yang tinggi dan pandai dalam beberapa
alat musik. Sementara Jaemin lebih
piawai dalam menghitung dan falsafah,
pelajaran olahraga adalah hal yang dibenci
sejak lama dan semakin lama semakin
menyebar hingga ke tulang-tulang.
Tapi diakhir pekan ia akan tetap bangun
untuk berlari ditaman belakang setelah
sang papa menyogok dengan berbagai
tawaran menyenangkan.

Minggu depan natal akan tiba, dengan
begitu setiap sekolah akan merayakannya
tak terkecuali keturunan Park itu,
Jisoo dan sang ibu sudah mengatur
untuk mencari gaun putih yang cocok
untuk pestanya, Jisoo juga akan bernyanyi
dihari itu. Musik klasik memang terdengar
baik sebagai pengiring Natal agaknya.

Tbc.

Kalau cinta pasti ada jatuhnya, karena
setelah sedikit akan menjadi bukit,
hukumnya seperti itu.

Borahae 💜
By 🐝

Blue and grey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang