DELAPAN

32.8K 3.6K 767
                                        

Jangan lupa vote dan komen, ya.

••••

"Panas," keluh Difya mengelap keringat yang membasahi dahinya.

"Kalau mau dingin ya di kelas," cetus Rts sambil memainkan bola futsal di kakinya.

"Tapi pagi ini panasnya kebangetan, apa jangan-jangan matahari udah dekat ya sama bumi?" gumam Sindi ikut mengeluh.

"Atau jangan-jangan kita sebenarnya ada di planet Jupiter, makanya kita kepanasan," celetuk Difya.

Kedua temannya menoleh cengo. "Difya, kalaupun harus bego, gue harap jangan sebego ini," cetus Rts. "Planet yang panas itu planet mars, astaghfirullah."

Difya tercengir. "Oh, udah ganti nama, toh," ujarnya semakin terlihat bodoh.

"Tau dah, nyerah gue. Dia ini bukan lemot, tapi emang otaknya yang kurang," cetus Rts merasa gemas.

Difya tampak berpikir. "Padahal bunda gue otaknya pintar, atau jangan-jangan mas sama abang udah ambil semua otak bunda? Oh, atau karena gue lahir terakhir makanya gak kebagian otaknya bunda? Apa perlu gue minta bunda lahirin gue ulang?"

"Musnah aja lo," ketus Rts menepuk pantat Difya sebelum berjalan menjauh. Dia harus pergi sebelum kelepasan memukul teman cantik dengan otak minim itu.

Baru saja Difya hendak bersuara, Sindi sudah memotongnya duluan.

"Difya, cukup. Ni cuaca udah panas, jangan sampai gue makin kebakar karena omongan nyeleneh dari mulut lo," ujar Sindi membuat Difya tersenyum tanpa dosa.

"Kalian tu sensi banget, jangan gitu nanti cepat tua. Santai aja kali," ujar Difya membuat Sindi hampir mengumpat.

Kembali memperhatikan para teman kelas mereka yang bermain futsal di tengah lapangan, mendapat giliran untuk berolahraga membuat mereka dengan semangat berkumpul di lapangan.

"Difya," ujar Sindi menyenggol lengan Difya.

"Apa?"

"Kak Jendral tu," ujar Sindi memperhatikan Jendral yang berjalan menuju lapangan bersama Juno dan Juan.

"Mata lo jeli banget," ujar Difya memperhatikan leader gengnya itu.

"Kayaknya mereka di hukum, deh. Lihat tu, pada hormat bendera semua," tebak Sindi.

Difya mengangguk. "Kira-kira mereka ngapain, ya. Bisa kompak gitu," kata Difya. "Eh, tapi gak ada kak Nusa."

"Abang gue gak akan ikutan di hukum sama mereka," cetus Rts tiba-tiba muncul. "Abang gue kan anak baik."

"Abang?" beo Difya dan Sindi bersamaan.

Rts tersenyum lebar. "Gue belum bilang, sebenarnya Nusa itu abang kandung gue," kata Rts berhasil membuat kedua temannya terkejut bukan main.

"Wah, parah. Kok gak bilang-bilang," ujar Difya heboh.

"Ini udah bilang," kata Rts santai.

"Masa sih? Gak mungkin. Kak Nusa itu kalem, pendiam, terus pintar. Nah lo, cerewet, galak, otak pas-pasan. Gak ada miripnya sama sekali," ujar Sindi membuat Rts merotasikan matanya malas.

"Dari nama aja kita udah mirip. Nama belakang dia Jenggala, nama belakang gue Jenggana. Kita emang gak mirip, karena gak harus mirip." Rts coba menjelaskan.

Difya tiba-tiba menepuk tangan heboh. "Tuh, kan. Berarti otaknya kak Nusa lebih pintar dari Ts, sama kayak gue dan mas Dipta. Kayaknya emang anak terakhir tu susah kedapatan otak pintar," kata Difya semakin tidak masuk akal.

TRIPLETS D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang