Jangan lupa vote dan komen, ya.
••••
Rasanya hari ini akan menjadi hari paling menyenangkan bagi Difya, seharian ini dia tak henti-hentinya tersenyum seperti orang gila. Seperti sekarang, kedua temannya tengah menatap aneh pada Difya yang masih menampilkan deretan giginya.
"Kenapa, sih?" tanya Sindi pada Difya.
Bukannya menjawab, Difya malah tertawa kecil. Membuat Rts mengangkat tangannya hendak memukul kepala Difya.
"Mingkem gak lo," ketus Rts.
"Apa sih, sensi banget," balas Difya.
"Kenapa senyum-senyum terus, Dif? Kita penasaran," ujar Sindi lagi.
"Gak kenapa-kenapa, kok. Emang salah ya kalau gue senyum, kan senyum itu ibadah."
Rts mendelik kesal. "Ya tapi lo kelihatan kayak orang gila, muka lo ngeselin."
Difya menjulurkan lidahnya mengejek. "Suka-suka gue, kok sewot. Iri? Bilang babu," cibir Difya.
"Anjing."
Difya berlari menjauh dari Rts, karena gadis berdarah Jambi itu tengah mengejarnya dengan sebuah buku di tangannya.
"Butuh di bacok ni bocah," ketus Rts.
Difya tertawa, dia berdiri di depan pintu dan berjaga-jaga jika temannya kembali mengejar. Setidaknya dia bisa segera berlari ke luar kelas.
"Lo sangar banget, kayak mak-mak yang belum di transfer gaji sama suaminya," cibir Difya membuat Rts semakin kesal.
"JANGAN KABUR LO," teriak Rts kembung mengejar Difya.
Kedua gadis itu berlarian di sepanjang koridor, tawa Difya menggema bersama teriakan Rts yang mengumpat di sepanjang larinya.
Brukk
"Wadaawwww!"
"SUKURIN."
Rts tertawa melihat Difya yang tersandung kakinya sendiri. Hampir saja bibir tipis Difya berubah menjadi seksi karena menghantam lantai sekolah.
"Jahat, lo." Difya menatap tajam Rts yang tengah menertawainya.
"Kenapa kalian?"
Kedua gadis itu menoleh, seorang siswa tengah berdiri menatap bingung Difya yang masih duduk di lantai.
"Kamu kenapa duduk di situ?"
"Eh, gak apa-apa, kak." Difya segera berdiri dan membersihkan roknya seakan ada debu yang menempel.
"Jangan lari-lari di koridor, kalian ini anak SMA bukan anak SD lagi."
Keduanya terdiam menatap ketua OSIS sekolah, Difya mengangguk patuh dan bergumam maaf pada ketua OSIS bernama Panca Estu Agnibrata itu.
"Maaf kak, Panca."
Panca mengangguk, dia melirik Difya yang menunduk. "Kepala kamu kenapa di perban gitu? Luka?" tanyanya penasaran.
"Iya lah," jawab Rts terlihat tidak senang.
"Kenapa bisa?" tanya Panca lagi.
"Kepo kali wak," cetus Rts membuat Difya terkejut.
"Anu kak, kepentok tembok," jawab Difya gelagapan, dia menatap Rts dengan mata melotot.
Panca menelisik Difya. "Kalian jadi salah satu anak yang tawuran di sebrang jalan kemarin?" tanya Panca.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIPLETS D [END]
Roman pour AdolescentsSQUEL MIYOZA & ADORE U Masa remaja tiga anak kembar yang memiliki kepribadian sangat berbeda. Saling bertolak belakang dengan keunikan masing-masing. Bagaimana kehidupan ketiga remaja kembar itu? Mari kita arungi cerita tentang kehidupan mereka. ...