TIGA PULUH DUA

20.2K 2.6K 859
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya.

••••

"Lepas.., tolong hikss..., Lepas."

"TOLONG!"

"TOLONG!"

BRAKK

"BERISIK BANGET SIH, LO. DIAM."

Difya terkejut, tubuhnya bergetar hebat, air matanya tak berhenti keluar. Saat dia sadar, tak ada yang dia ingat. Hanya suara-suara teriakan yang membuat dia ketakutan.

"Lepas, hikss. Tolong," lirihnya.

Deon tersenyum, dia mendekati Difya dengan seringainya. "Gak akan," bisik Deon berjongkok di depan kursi yang Difya duduki dalam posisi terikat.

"Kamu siapa? Kenapa kamu jahat?"

"Lo gak perlu tau siapa gue, yang pasti gue bakal buat hidup lo dan mereka semua hancur."

Isakan Difya semakin mengeras gadis itu sangat ketakutan dan membuat Deon semakin senang, tangannya terulur mengelus pipi mulut Difya membuat gadis itu memundurkan wajahnya.

"Lo cantik," bisik Deon. "Sayang banget sebenarnya kalau buat lo nangis gini, sayang air mata lo."

"Tolong lepasin," lirih Difya menahan sakit di tengkuk dan tangannya.

"Tunggu sampai orang-orang tolol itu datang," jawab Deon. "Kira-kira gimana reaksi mereka liat kondisi lo, atau gimana kalau mereka liat lo yang menyedihkan begini."

"Jahat," desis Difya. "Lepasin, aku."

"Kalau lo gue apa-apain, kira-kira Jendral bakal gimana, ya?" gumam Deon tersenyum.

"Jauhin tangan kamu dari aku," desis Difya.

Deon tertawa, dia mengecup pipi Difya membuat gadis itu berteriak ketakutan.

"PERGIIIIIII!"

"Nanti," bisik Deon.

Kedua tangannya menyentuh wajah Difya, matanya mengabsen seluruh inci dari wajah cantik gadis itu. Bohong jika Deon tidak menyukai gadis ini, tidak ada laki-laki yang akan menolak pesona dari Difya.

Brakk

Pintu terbuka kasar, Deon yang baru saja berniat mencium Difya langsung menoleh ke belakang.

"Keluar," ujar Gio.

"Lo ganggu," kesal Deon. "Keluar sana, nanti gue nyusul."

"Grexda lagi jalan ke sini, sekarang lo temani leader lo," titah Gio membuat Deon mendengkus kesal dan keluar dari ruangan gelap itu.

Difya menatap takut pada Gio, pasalnya laki-laki itu menutup pintu dan berjalan mendekatinya. Gio membuka jaket merahnya membuat Difya semakin ketakutan.

"Jangan dekat-dekat," lirih Difya.

Gio berhenti tepat di depan Difya, dia berjongkok dan mengikis jarak dari gadis itu. Baru saja Difya hendak berteriak, namun dia terdiam saat Gio malah menyelimuti tubuhnya dengan jaket itu.

"Gak berubah. Lo masih aja cengeng," ujar Gio menatap Difya datar.

Difya mendongak untuk menatap Gio, dia tidak mengetahui siapa laki-laki di depannya ini. Air mata yang menggenang di pelupuk matanya membuat dia tidak dapat menatap jelas wajah Gio.

"Sumpah, gue bakal kena hajar sama bokap gue kalau dia tau apa yang terjadi sekarang," bisik Gio, namun setelahnya dia menyeringai. "Tolol," ujarnya sambil menampar pelan pipi Difya dan keluar dari sana. "Jangan berisik, karena gue bisa aja lempar lo ke bawah."

TRIPLETS D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang