DUA PULUH SEMBILAN

19.2K 2.6K 579
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya.

••••

Baru saja pulang dari sekolah, Dipta dan Ditya tengah beristirahat di kamar masing-masing. Ditya tengah bermain game sedangkan Dipta tengah belajar, mengulang kembali pelajaran yang tertinggal karena tidak ke sekolah kemarin.

Setelah selesai, Dipta menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Semakin hari, Dipta merasa pandangan semakin memburam. Tebal dari kacamatanya juga semakin bertambah, meski harus diam-diam pergi ke optik untuk memeriksa dan mengganti kacamata.

Dipta berjalan menuju kamar mandi, dia merasa sedikit mual dan ingin muntah. Dengan keringat yang membanjiri pelipis, Dipta mengeluarkan cairan dari mulutnya.

Setelah merasa cukup, Dipta membersihkan mulutnya. Dia menatap cermin, terlihat pucat dan sangat kurus. Seakan bisa terbang hanya karena hembusan angin. Tangannya menyentuh rambut, sepertinya dia mendapat sedikit ketakutan.

"Mas!"

Suara Ditya terdengar, baru saja Dipta hendak keluar dia bertemu dengan Ditya di depan pintu toilet.

"Kenapa?" tanya Ditya. "Muntah lagi?"

Dipta hanya mengangguk lalu keluar dari sana, dia duduk di pinggir kasur sambil menatap adiknya. Melihat itu, Ditya ikut duduk di kursi belajar Dipta.

"Mas mau potong rambut, deh," kata Dipta.

Ditya terdiam, dia menatap teduh wajah pucat Dipta. "Abang antar, yuk." Ditya menawari.

Dipta tersenyum lalu mengangguk, dia segera berdiri untuk mengambil hoodienya.

"Pake jaket aja, nanti kita langsung ke markas," kata Ditya membuat Dipta berpikir sebentar lalu mengangguk setuju.

Dipta memakai jaketnya lalu keluar, sedangkan Ditya juga kembali ke kamar untuk mengambil jaketnya. Saat di bawah, mereka izin kepada Yoza dan tentunya mendapat izin dengan janji akan pulang tepat waktu dan berhati-hati.

Keduanya segera pergi dengan satu motor, Dipta di bonceng Ditya menuju tempat mereka memotong rambut. Saat sampai keduanya segera masuk, tapi sebelum itu Ditya menghubungi Paska terlebih dahulu.

"Mau model yang gimana, mas?" tanya salah satu pegawai pada Dipta.

"Cukur habis aja," jawab Dipta.

"Botak? Sayang, mas. Rambutnya bagus, gini. Sedikit rontok, sih. Tapi bisa perawatan atau ganti shampo," kata pegawai itu.

"Gak apa-apa, ujung-ujungnya juga bakal botak," kata Dipta menatap pegawai itu dari kaca.

"Saya juga," kata Ditya ikut duduk di kursi samping Dipta. "Ikut sama kembaran saya."

"Gak nyesal, mas?" tanya pegawai yang berdiri di belakang Ditya.

Dipta menatap kaget Ditya, dia tidak menyangka Ditya ikut memotong rambutnya. Apalagi ikut-ikutan botak, padahal Ditya sangat tidak suka itu.

"Gak akan," jawab Ditya.

Kedua pegawai itu langsung saja memotong rambut Dipta dan Ditya. Tapi, di tengah-tengah pekerjaan, Dipta merasakan hidungnya mengeluarkan darah kembali.

"Boleh minta tisu?" tanya Dipta.

Ditya segera menoleh dan mendekati Dipta sedangkan pegawai tadi memberikan sebuah tisu. Ditya dengan sigap menyumpal hidung Dipta dengan tisu itu.

"Pusing, mas?" tanya Ditya khawatir.

Dipta mengangguk pelan, dia tidak perlu berbohong. Kedua pegawai itu terdiam melihat Dipta, sekarang mereka baru mengerti kenapa kedua kedua pengunjung itu ingin potong botak.

TRIPLETS D [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang