Rumah;
"sampai bertemu di titik
terbaik menurut Tuhan""Ash.." panggilan yang tidak pernah Lea suka dari Etain. Ribuan mimpinya juga seakan ikut terkubur tentang mereka di masa depan. Kendati demikian nama itu memang nama panggilannya juga, yang mana nama ini akan digunakan saat orang lain tidak begitu dekatnya dalam hubungan pertemanan atau semacamnya.
Callea menatap kearah luar, air laut begitu tenang, suasana sore yang hangat matahari tenggelam yang begitu cantik serta pemandangan perbukitan nan hijau dikanan kiri. Lea seakan sedang membawa dirinya pada kesedihan yang mendalam, berpikir barangkali mereka memang hanya sebatas ini sekarang. Tidak terikat apapun pada satu sama lain.
"Lea.." oh kenapa setiap etain menyebut namanya denyut jantungnya ikut bereaksi keras. Dia menunduk sebentar, entahlah air matanya seakan selalu ingin keluar disaat Etain dalam mode lembut seperti ini, perasaanya meleleh kemana mana.
"Kamu ternyata lebih enak dipanggil begitu, memanggilmu dengan nama lain rasanya seperti orang asing yang di paksa dekat."
Sunset dan Etain seakan jodoh yang paling serasi, rambut coklatnya begitu indah saat cahaya kuning keemasan menerobos masuk dari arah belakang, iris amber itu begitu teduh selalu mampu memporak-porandakan perasaan Callea, membawanya jauh menembus batas tak terlihat diantara mereka.
"delapan tahun aku pergi, mencobai banyak hal menyibukan diri dengan kegiatan apa saja tapi ternyata aku tetap belum mampu untuk menyelesaikan satu hal saja. Dan aku benci hal itu."
Diteguknya kopi yang mendingin itu, raut wajah putus asanya begitu berbeda, Callea memandangnya sendu, Etainya jauh terlihat dewasa, terlihat lebih mature dalam segala hal, pengendalian dirinya masih sehebat dulu saat mereka memilih berpisah. Lebih tepatnya Lea yang minta pisah.
"Aku benci diriku yang bahkan belum bisa berhenti memikirkanmu. Mencintai kamu itu seperti kutukan dan aku tidak tau bagaimana menghentikan setiap rasa sakitnya"
Bongkahan kristal yang menggantung diujung kelopaknya, Etain tau pasti tidak akan sanggup menghentikannya, semua rasa terpilin menjadi satu, merusak inti nafasnya.
"setiap saat aku mencoba mengingat setiap hal baik yang pernah kita lewati tapi, ya gitu,. Kembali berpikir bahwa kamu sudah punya seorang yang siap menjadi bahu untuk kamu bersandar, hati kamu udah gak bisa lagi aku miliki, sekalipun aku merayu Tuhan barangkali aku diberi kesempatan. Tapi aku senang kamu sehat dan bahagia sama pasangan kamu sekarang" ah andai saja callea Tahu bahwa perasaan Etain terganggu dengan foto yang dikirim Vienna semalam, makanya sekarang dia berani mengutarakan apa yang ada di hatinya selama ini.
"pasangan?. Siapa?" Callea berdiri tepat di samping Etain yang linglung, tangannya menangkup kedua pipi Etain menghapus sisa air mata di kelopak matanya.
"Dan kata siapa aku bahagia?" Lea menatapnya dekat. "kamu bahkan tidak tau bagaimana aku melawan rasaku tentang kamu. Mau aku bersama siapapun aku tetap mencari kamu pada mereka, barangkli Etainku yang penuh kasih sayang, lembut dan baik hati ada pada mereka. Aku rela mencari pada siapa dan apa saja asal yang ketemui itu kamu."
Etain tetap bergeming, pada hatinya yang paling dalam ia bersorak bahagia.
"Entah dalam wujud apapun asal itu kamu, maka aku bersedia mencarimu pada wajah lusuh, pada ranting kering, pada musim dingin. Asal itu kamu."
"Jan terus terusan memberiku harap Lea" Etain menarik tangan Callea dari pundaknya, dia tidak ingin bermimpi terus menerus. Yang ada dibenaknya bahwa Lea sudah bertunangan. Memiliki hubungan dengan orang lain. Dan itu menyakitinya.
"Bahkan aku masih menaruh harap. Tentang kita. Dimasa depan. Tidakah kau ingin meniadakan sesak di hati?. Biar segala yang Kita lewati tidak berakhir sia-sia. Aku ingin selamanya kamu Ta."
"lalu siapa pria yang ngajak kamu nikah?"
"bagaimana bisa kamu .... "
"enggak penting.. Ayok pulang, mommy asking you to come"
🐞🐞🐞
Sudah mulai malam udara makin berhembus kencang ditepi pantai. Etain membuka jaketnya lalu diberikan pada Callea. Satu hal yang masih sama yaitu kepeduliannya. Bagaimana mungkin Callea berani bermimpi tentang orang lain sementara manusia ini begitu sempurna untuknya.
Callea memeluknya erat, hangatnya pelukan membawanya pada pertemuan pertama mereka. Bagaimanapun nyamannya naik mobil tapi tak se enak naik motor dan tiduran dibahu Etain. Motor yang sama dengan orang yang sama, berharap hingga usia Senja.
"Peria itu seorang teman, sahabat dan saudara, meski dia menaruh hati padaku tapi kebahagianku adalah prioritasnya. Dan itu adalah kamu."
Laju motor Etain melambat menikmati moment berdua berkendara melawati jalan nan indah dipinggiran pantai dibawah bukit yang berbaris penuh dengan pohon lontar. Seumur hidup Etain baru merasakan betapa romantisnya Labuan Bajo dikala petang bersama si tersayang. Nikmat apalagi yang kudustakan Tuhan🤗
"Dia mengerti bahwa aku akan tetap jadi orang lain sepanjang hidup jika saja kamu tak pernah datang. Dan aku selalu bersyukur tentang adanya dia dan kamu dihidup aku." Etain menatapnya dari sepion motornya, Lea terlihat nyaman dibahunya.
"Tapi kamu jangan cemburu, dia itu sosok ayah yang menjelma pada peria muda yang baik hati. Aku yakin di masa depan kalian akan jadi saudara meski tidak sedarah"
🐞🐞🐞
Etain selalu mengamini setiap niat baik berupa harapan maupun dalam doa. Dunia ini penuh dengan hal-hal tak terduga, meski dalam hidup dia selalu lupa untuk bersyukur namun hal baik selalu menghampirinya. Tuhan sungguh baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
E T A I N
Romance"Entah dalam wujud apapun, asal itu kamu. Maka aku bersedia mencarimu pada wajah lusuh, pada ranting kering, pada musim dingin. Asal itu kamu"