Saat jatuh cinta kita mungkin tidak pernah membuat kesepakatan mengenai perpisahan.
Tetapi, hatimu pasti secara diam-diam memikirkan tentang sebuah kehilangan.
-Ed.
_________________________________________
◻️◽▫️
Sepulang sekolah tadi, Etain tidak sempat untuk singgah dirumah, banyak perkerjaan yang harus dia selesaikan. Akhir-akhir ini, jarang sekali menghabiskan waktu bersama seperti sebelumnya. Aku mulai merasa bahwa kesibukan dan sifat ketidak pedulian Etain mengenai seberapa banyaknya rasa yang mulai timbul tenggelam di benakku telah membawaku pada rasa gundah dan gelisah tentang bagaimana kelanjutan dari kisah kami ini.
Sudah hampir dua minggu Etain hanya mengabariku saat pagi dan Malam, Aku selalu berusaha untuk memahami pekerjaanya, sebagaimana layaknya yatim piatu yang ditinggal pergi, aku tau beban perasaan yang di alaminya, "untuk bernafas saja susah" kata-kata ini selalu terngiang dibenakku, sesaknya adalah sesakku juga.
Banyak hal yang terjadi dalam hidupnya. Bekerja layaknya tiada waktu untuk menyayangi dirinya sendiri, tidak pernah memeberi ruang pada dirinya sendiri untuk sekedar bersantai. Aku mulai merasa kecil diantara semua yang dia prioritaskan. Tetap pendiam seperti biasanya, tetapi aku mulai merasa bahwa pembatas pembatas itu mulai timbul yang entah disadarinya atau tidak sama sekali, aku takut jarak mulai memisahkan raga hingga ketidak pedulian mulai membunuh rasa. Tidakah engkau merasa waktu dapat membunuh kita.
"Etain, tidak bisa menjempumu lagi?" Aku hanya menoleh sebentar lalu kembali menghadap kedepan. Hujan baru saja berhenti tepat ketika bel berbunyi. "Tidak ada yang lebih menyedihkan saat jatuh cinta selain menyerah pada keadaan" Senja , sahabatku sedari kecil, membisikan kata kata yang selalu membuat dadaku bergetar gelisah. Daripadanya segala perasaan sedih akan bermunculan, aku tidak pernah keberatan saat dia bisa dengan mudah mengetahui apa yang sedang aku rasakan. "Begitu kamu mulai terbiasa, maka mulailah berhati-hati: berhenti percaya atau bertahan sepenuh daya" kembali aku memandangnya berharap tidak ada lagi hal yang akan dia sampaikan untuk membuat dadaku sesak.
Udara cukup dingin, aku memberanikan diri berada dibawah gerimis, memandang lagit yang masih mendung, sebuah bunga kamboja jatuh tergeletak tepat atas mukaku, membayangkan Etain yang suka menyematkan bunga ini di samping daun telingaku. Hujan selalu saja mampu menyesatkan pikiranku kepada hal hal yang nantinya hanya akan membuatku menagis sepanjang Malam. perasaanku tak menentu, tidak pernah terpikirkan bahwa menyayangi seseorang hingga begitu menyiksa diri .
memikirkan bagaimana kedepannya akan kah masih sehangat senja ataukah sedingin udara malam, menampung pilu sesesak menahan rindu.
"Lea, aku..." Untuk kesekian kalinya dalam dua minggu ini, kak Vienna yang menjemputku sepulang sekolah. "Tidak usah menjemputku kak,.. pacar aku Etain bukan kakak.." perempuan yang sama pendiamnya seperti Etain ini hanya memandangku dalam hening, raut wajahnya tidak bisa kutebak apa yang dia pikirkan mengenai penolanku barusan. ".. berusahalah untuk lebih memahami diri kalian berdua, kamu mungkin bosan atau muak dengan kebiasaannya, tapi berilah sedikit 'kesabaran' untuknya... Banyak hal yang...."
Aku kembali menatapnya dan mencoba untuk menguatkan perasaanku sendiri "....ya, banyak hal sedang dia alami hingga dia melupakan bagaimana perasaanku kan kak... Aku juga sedang berusaha sebagaimana dia mencoba untuk menarik dirinya daripadaku, aku ingin mendengar setiap keluhannya padaku, tentang bagaimana hidupnya yang penuh dengan hal menyedihkan seperti yang dia pikirkan, aku juga mau didengarkan. sebesar apapun perasaan yang dia miliki padaku jika dia tetap merasa terpuruk sendiri seperti itu, aku bisa apa kak,.. hum, aku bisa apa?"... Air mata yang selaluku tahan beberapa hari ini akhirnya tumpah juga. Senja menarikku pergi menuju motornya meninggalkan kak Vienna yang diam pada posisi yang sama sebelumnya.
Sepertinya hari hari penuh kehilangan akan segera datang.
Callea memeluk sahabatnya dalam keheningan, perasaannya berkelana pada hari perpisahan yang mungkin akan segera dimulai hanya karena dua ego yang engan untuk di susutkan.
Mulailah melapangkan hati saat rindu tak lagi merajai, dinding-dinding kegelisahan semakin meninggi. Perasaan kehilangan terus mengintai. Rasa pedih mulai merambas sesak, pasokan udara semakin irit, hampa dan penuh kekosangan.
Ribuan jam yang lalu aku selalu memaksa hatiku untuk tetap tinggal, melapangkan hati mencoba memaksamu untuk tetap berdiri tegak, percaya pada keberadaan yang semakin mendesak memaksa kita untuk segera bertidak.
Tidak Ada yang mengatakan pulang adalah urusan gampang, mencari yang baru juga bukan sesuatu yang mudah, sebab seorang yang sepertimu susah ditemukan dalam riuh, maka kupaksakan hatiku untuk kembali berlabuh.
Andai saja banyak hal dibumi ini sehangat senja, aku pasti enggan untuk beranjak kemanapun
Genggaman yang memang telah rapuh dan sudah tidak lagi kuat, mau diapakan tetap akan rubuh juga. Akan dibawa kemana hubungan mereka nanti?
Senyum Etain selalu menyiksanya setiap bayangan perpisahan itu semakin terlihat. "Jangan memaksa dirimu untuk selalu kuat Lea,.." Callea tidak menjawab ocehan sahabatnya itu, udara semakin dingin hujan bertambah besar, jalanan makin licin tetapi perempuan didepannya itu tidak menghentikan laju motornya. "Teriak Aja lea, mumpung lagi sepi, hihi.." Aku tidak berniat untuk menjawabnya, ku eratkan pelukanku padanyanya, menerobos hujan, berteriak disepanjang jalanan sanur menuju Denpasar, perasaanku cukup lega, menyambut hujan dengan ugal-ugalan bersama sahabat baikmu tidaklah buruk. Sangat menyenangkan. Menghapus air mataku dengan kasar lalu kembali berteriak lagi dan lagi hingga bisa menghilangkan sesak dihati.Aku selalu berharap untuk selalu bersama hingga senja tenggelam, genggam tangan hingga maut memisahkan.
Haaaaahhhhhhh.......
🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
E T A I N
Romance"Entah dalam wujud apapun, asal itu kamu. Maka aku bersedia mencarimu pada wajah lusuh, pada ranting kering, pada musim dingin. Asal itu kamu"