Senyumnya menebarkan benih kekhawatiran di musim paling gugur.
___________________________________________
◻️◽▫️🍂
🍂
🍁Sekarang musimnya untuk hujan. Hujan sepanjang hari ini menambahkan keinginan perempuan yang sedang sembunyi di balik selimut itu untuk tidur sepanjang waktu. Aku tidak pernah tidur senyenyak ini selama beberapa tahun terakhir katanya.
Damai diwajahnya membawa kelegaan di rongga dadaku. Aku tidak pernah merasa sedemikian jatuhnya pada seseorang. Raut letihnya mengundang gundah yang menggelisahkan. Seakan segala perkara hidupnya sedang aku rasakan juga.
Sedimikan jauh aku ingin memahami hidupnya sejauh itu pula aku merasa rapuh. Aku mungkin tidak akan pernah sanggup menjalani hari seperti yang di alaminya. Seumur hidup aku hanya ingin melihat senyumnya sepanjang waktu. Tidak ada sedih dan semacamnya.
"Sudah saya bilang, jangan pernah mindahin barang2 istri saya atau apapun dalam rumah ini.."
"Maaf saya hanya berniat mengambil beberapa barang saya yang ketinggalan"
"Good. Bila perlu jangan pernah datang kesini lagi. Setiap ada kamu hidup saya selalu penuh dengan penderitaan"
"TAPI INI JUGA RUMAH IBU SAYA.."
PLAKKK..
"GET OUT OF HERE. G E T O U T!!!
"OH MY... ETAINN..
"Jangan terlalu sering melamun, ntar aku gak bisa nahan diri" usapan lembut di kedua pipiku menyandarkan aku dari lamunanku. Percakapan mereka semalam masih saja terngiang di telingaku. Itu mamanya Etain kan semalam tapi kok.. aduh ribet banget sih. Tega banget sampai nampar seperti itu.
"Syg, jan natap aku seperti itu.. ada yang kamu pikirin? Atau karena kejadian semalam ya.. maaf banget udah bawa kamu kedalam hal ruwet seperti ini"
"Pipi kamu udah tidak sakit lagi kan?", Aku mengusap pipi bekas tamparan mamanya semalam. "Jan di elus doang, dia juga mau dicium" senyum itu, aku berharap senyum itu tidak pernah memudar. "Dibibil mau?" Aku menggodanya dengan menggigit bibir bawahku. Menarik tengkuknya agar lebih dekat, ku gesekan hidungnya yang mancung itu lalu mencuri ciuman di pipinya dengan cepat " katanya di bibil,." Ucapnya mengikuti ku barusan dan mencoba untuk menyatukan bibir kami. "Tidak sebelum kamu siap menceritakan apa yang terjadi semalam. Kita udah dua bulan lebih bersama Ta, tapi kamu belum mempercayai aku mengenai semua rahasia kamu. Kamu anggap aku orang penting kan?. Aku sedang tidak memaksa kamu, aku cuma mau kamu terbuka tentang apapun. Kita sudah membahas itu semua kan Ta?.
"Lea, ada beberapa hal yang tidak kamu pahami mengenai seberapa rumit hidup yang aku jalani ini. Aku cuma.. cuma takut kamu tidak bisa memahami diriku lebih lama lalu kamu pergi gitu aja seperti yang lainnya. Kamu tidak tahu seperti apa sakitnya Lea... Ak.. aku,.." melihatnya menangis seperti ini, seperti luka yang disirami air garam, perih. "Sa.. sayang..jangan seperti ini, aku mohon" aku mencoba memanggilnya dengan panggilan seperti yang selalu diharapkannya dariku. Berharap dengan begitu dia sedikit lebih lega. Aku bukannya tidak mau memanggilnya dengan embel-embel seperti itu cuma, berat dan malu aja rasanya karena aku tidak terbiasa. "Aku sayang kamu, dan tidak pernah bisa menerima jika air mata jelek kamu ini meleleh keluar. Tidakk Sudi dan tidak sanggup aku. Aku lebih suka kamu yang nyebelin bawelin aku atau apapun, asal jgn nangis seperti ini please" aku memeluknya erat mencium kepalanya dengan penuh sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
E T A I N
Romance"Entah dalam wujud apapun, asal itu kamu. Maka aku bersedia mencarimu pada wajah lusuh, pada ranting kering, pada musim dingin. Asal itu kamu"