Bab 11

1.3K 313 29
                                    

Dua bulan kemudian

"Sudah dong, Naz, mungkin Bi Jum lagi repot dengan Arkan." Langit di balik kemudi sesekali menengok pada Nazmi yang semenjak tadi sibuk dengan ponselnya. 

Andai tahu kalau memisahkan Nazmi dan Arkan bakal seperti ini kejadiannya, Langit tidak akan membawa Nazmi ke kantornya. Tapi istrinya itu tidak berhenti merajuk ingin tahu kondisi tempat kerjanya. Maka di sinilah mereka. Di dalam Pajero dengan Nazmi yang mengabaikannya dan lebih peduli pada Arkan.

Dulu saat memutuskan menikahi Nazmi, Langit luput memperhitungkan kemungkinan Arkan yang mendominasi mamanya. Begitu pula Nazmi yang nyaris seluruh perhatiannya tertumpah pada Arkan. Kalau mengutip istilah Rafly, wujuduhu ka ‘adamihi. Adanya sama dengan tidak adanya. Kasihan kan dirinya? 

Dua bulan menikah, saat inilah momen pertama berdua Nazmi saja di luar rumah. Bukannya mengobrol bebas menikmati keberduaan, malah mereka merisaukan Arkan.

"Aku khawatir Kak El, aku tadi berpesan untuk Bi Jum jangan jauh-jauh dari HP. Kalau perlu hapenya dikantongin. Jadi dia ke mana, hapenya juga ngikut."

Mendengar kalimat Nazmi, Langit mau tidak mau tersenyum juga. "Kalau Bi Jum dengan ponselnya terus, justru dia ga momong Arkan, dong, My Lil Star." 

Nazmi mematikan ponselnya. Dia menyerah untuk menghubungi Bi Jum. Wajahnya ditekuk. Jilbab dan kerudung dari Quinsha Series terbaru yang tadi dibanggakan di depan Langit terlihat kusut. Modelnya sih biasa, jilbab dengan cutting di bagian dada dan ada ruffle di bawah, tapi motif  di kain viscose premium itu Nazmi yang mendesain.

Tangan kiri Langit menangkup tangan Nazmi dan menggenggamnya erat. "Sudah jangan khawatir. Kita percaya Bi Jum saja. Kamu bayi juga sering dititipkan ke Bi Jum kan sama bunda?"

Nazmi bergeming, sudah tidak terhitung berapa kali Langit menggenggam tangannya semenjak menikah. Nazmi mulai terbiasa, genggaman tangannya hangat dan menenangkan. Kini Nazmi bersandar pada punggung kursi. Gundahnya masih ada. Ini kali pertama meninggalkan Arkan di rumah. Semua perlengkapan dan ASIP-nya sudah dipersiapkan. Bi Jum pun sudah diwanti-wanti berbagai hal. Tapi dia masih belum bisa tenang.

Nazmi mencoba sekali lagi tapi Bi Jum tak juga mengangkat panggilannya.

"Nazmi," panggil Langit lembut, “untuk tawaran jadi model piyama couple, setelah kupikir-pikir boleh tuh. Akadnya profesional kan? Kaya aku jadi model kemeja batiknya Om Rangga.”

Nazmi menegakkan punggung "Kak El ga usah nyoba ngalihin bahasan, deh. Aku nggak minat. Kakak tuh ga ngerti perasaanku ninggal Arkan. Aku mamanya. Ya, terang saja aku resah."

“Nah, kemarin-kemarin kan sudah kubilang, kepergianmu ke kantor ini ga penting. Bisa dipending...”

“Aku kan penasaran dengan tempat kerja suamiku, Kak.”

“Bisa room tour, Naz. Mau ruang apa yang ingin kamu liat, pasti kukasi liat.”

“Kurang mendalami peran kalau Cuma room tour. Penginnya menjejakkan kaki. Tahu sudut-sudut favorit Kak El di kantor. Ingin mencicipi makanan di kantin kejujuran one day one juz. Kak Langit bolak-balik promosi itu kantin sebagai terobosan karena di kantor Daddy Lentsa sampai Blackseeds Resto nggak ada.” Langit mengetuk-ngetukkan jari di kemudi. Kena kamu, Naz! 

Langit lebih suka Nazmi cerewet yang menyampaikan apapun rasa hatinya. Dengan begini, Langit akan lebih mudah mengarahkannya. Nazmi masih cenderung impulsif dan kurang tepat meletakkan prioritas. Di sana ada andil Langit juga yang kadang enggan berdebat dengannya. 

"Menurutku itu tetap bisa ditunda, Lil Star. Tapi kemarin kamu yakin banget ga masalah ninggal Arkan dengan Bi Jum. Bilang kalau semua sudah disiapkan. Kalau begini, mana yang lebih prioritas? Kalau gelisah terus, apa kupanggilkan taksi online yang sopirnya Buibu langganan Mommy? Kamu pulang aja, nggak usah ikut ke kantor. Kamu pasti nggak mau kan?” 

Bintang di Langit CasablancaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang