⊱┊A―11

1K 120 30
                                    

「GREY」

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

「GREY」

TUBUH melekat, decap asal dari cumbuan menggiring hawa panas semakin terasa. Peluh di epidermis meluruh, cengkeraman tangan pada bahu merosot, menyingkap kain untuk disingkirkan dengan gerakan pelan; memberi afeksi, memberi perhatian pada sentuhannya. Labium menurun, sesap untuk merasai bibir yang semerah darah awalnya berganti jilatan bersensasi pada leher hingga merambat menuruni belahan dada.

Menjauh sekadar untuk benar melucuti pakaian si lawan bermain, seringai jelas terpublikasi pada bibir. “Selamat datang kembali di surga ini, Mam.” Lengan kekarnya kembali mengungkung, sentuhan pada torso atas tanpa sandang itu lekas membuat si pemilik terpejam nikmat. “Bajingan kecil, tubuhmu semakin kekar.”

“Apa kau teringat pada ayah?” Roman Seorin belingsatan, lekas berpaling ke samping.

“Dia sudah mati,” begitu ucapnya tak berekspresi. Jungkook tahu, secinta apa wanita penyandang kedudukan sebagai ibu tirinya ini pada sang ayah. Lekas persatuan labium Seorin lakukan untuk mengawali kembali yang sempat terjeda; cepat, bergairah, dan panas. Hingga napas tersendat.

Tangan yang terkalung di lehernya, Jungkook lepaskan dengan paksa. “Ini permainanku,” kesalnya. Dan cepat turun dari ranjang. Berjalan meninggalkan, meraih sakelar lampu yang tertempel di dekat pintu. Setelah lampu padam, Seorin tak pedulikan pada tubuhnya yang tanpa busana. Bergegas turun dari ranjang untuk menghampiri Jungkook cepat-cepat, mencegah pria itu yang akan membuka daun pintu.

Seorin dengan sekuat tenaga mengempaskan tubuh Jungkook pada dinding, mendongak sedikit untuk melihati wajah di sana yang jelas-jelas selalu berekspresi merendahkan. “Mau ke mana kau?” Seorin berserta nada marahnya, membuat Jungkook hanya terkekeh semakin meremehkan.

Dipandangnya tubuh telanjang Seorin, sembari meraih pinggang ramping itu untuk diremas dengan afeksi yang mengundang hasrat kembali. Seorin belingsatan. Sinting. Ini permainan Kim Jungkook. Seorin paham, Seorin tahu, dan Seorin enggan lagi menjadi si pihak submisif. Dan Jungkook si adikara. Si dominan. Sial, Seorin tidak tahan saat bokongnya diremas oleh jari-jemari sialan itu. Dan bibir Jungkook―yang tengah menyeringai―Seorin ingin menyesapnya, menggigitnya kuat-kuat.

“Masih ingin mengusirku?” Sialnya lagi, otak tidak lagi sejalan dengan gerak dan keinginan. Kim Jungkook akan tetap sebagai ancaman. Dulu ataupun sekarang.

Seorin kegilaan begitu satu jari masuk dalam pusat tubuhnya. Sial. Sial. Ia yang mengungkung dalam posisi ini, kenapa rasanya menjadi terbalik? Dengan santai Jungkook menyandarkan punggung sendiri pada tembok, sedangkan satu jemari ia tambahkan memasuki liang surgawi itu untuk dileburkan dengan gerakan memutar dan keluar-masuk. Bajingan kecilnya ini, seolah tahu Seorin akan menjelma sebagai jalang. Begitu pasrah, yang hanya siap mendesah dengan jemari lentik mencengkeram pada lengan berotot si pria dominannya. Namun dasarnya Seorin memang tidak mengenal apa itu dosa, labium bahkan sanggup mengumandangkan desah nama putra lain dari suaminya sendiri.

“Kau pasti senang saat ayah dinyatakan tewas, padahal putramu bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka masih dalam satu mobil yang sama.” Seenaknya Jungkook menarik dua jarinya saat gairah hendak sampai pada pencapaian. Seorin menggeram menahan pelepasan yang sebentar lagi berujung.

“B-bajingan!” Ia mendesis, mengumpati Jungkook dengan kesal. “Kau, kau―tidak tahu apa pun,” frustrasinya, membalas meremas sentral tegang di balik celana Jungkook. Seorin menyeringai puas ketika Jungkook berakhir mendorong kasar sampai dua betis belakangnya menyentuh ranjang. “Ketimbang surga, neraka lebih pantas untukmu, Seorin.”

“Dia tidak membunuhnya.”

“Dan aku tidak menyangka jika kau seceroboh ini.”

agreement

Seperti dikeruk dengan sendok sampah, mulut reflek memuntahkan isi perut dalam wadah wastafel. Tubuhnya lemas total dengan dua tangan gemetar. Pusing menyerang kepala turut gelenyar tak enak pada dada. Sentral hidupnya berdetak abnormal. Setelah membasuh wajah menggunakan air dari keran, kemudian tangan merayapi dinding membantu jalannya sendiri untuk kembali ke ranjang. Ia terduduk di sana bersama raut nelangsa, selalu.

Pintu membuka dan muncul si pemilik asli tempatnya duduk. Roman datar tak tertinggal tertera di sana. Jean hanya mengerjap begitu dahi ditangkup dengan satu telapak tangannya yang lebar. Jantungnya semakin bergemuruh, dan tangan saling meremas kuat di atas pangkuan. Dingin serta panas, menyerang tanpa pasti. Jean dibaringkan secara sempurna dan tubuh ditutupi selimut sebatas dadanya. Ini asing.

Saat pandang tak sengaja bertaut, kedatangan Song Ahrim masuk bersama seorang dokter mengejutkan. Kemudian Jean segera menjalani pemeriksaan. Usai, netra tangkap jalur lintasan pandang dari kedua pria di dekatnya bagai saling memberi sinyal isyarat. Begitu sang dokter menggeleng, seolah itu hasil yang hanya dinantikan, Taehyung menjauh. Turun kembali dari ranjang dengan ia memandang pria itu pergi tanpa meninggalkan kalimat ataupun satu kata saja untuk siapa pun yang ada di dalam ruangan.

Setelah dokter itu memutuskan untuk mengikuti keluar, Song Ahrim menghampirinya. Memberi pijatan lembut pada tangan juga kaki bergantian. “Tuan sedang sangat sibuk, aku memanggilnya tanpa tahu waktu. Nona pasti akan baik-baik saja setelah mendapatkan obat dari dokter.”

“Aku pikir mungkin begitu.” Kepalanya merunduk, dengan dada yang semakin terasa sesak.


“Aku pikir kau sedang menyembunyikan sesuatu.”

Menyingkirkan rasa gugup dalam diri, Taehyung tidak menduga jika Kim Jungkook akan bersandar pada tembok di dekat pintu begitu ia membukanya, hendak keluar.

“Aku melihat dokter tadi keluar dari dalam sini. Apa kau sakit?”

Tidak lekas menjawab, ia pilih untuk mengambil langkah dan membiarkan Jungkook mengikutinya semau pria itu. Mencoba tetap sabar dengan sikap tak acuh kakak tirinya, Jungkook tak gentar berkalimat kembali, “Sayang sekali, dia tidak tahu apa pun,” yang mana justru tuai kesuksesan. Kim Taehyung spontanitas terhenti. Jungkook tertawa puas atas itu, entah menertawakan perihal apanya. Yang pasti ia puas dan senang melihat Taehyung hanya terdiam di tempatnya berpijak. Ia menghitung satu poin untuknya, dan Taehyung berada di bawah. Nol.

Tawa Jungkook mereda sendiri, lantas menepuk bahu Taehyung sebanyak dua kali. “Aku datang bersama tujuanku. Kau tahu, permainan ini akan lebih menyenangkan dari sebelumnya. Bukankah, aku pantas membalaskan dendam wanitaku juga?”

Dan kepalan tangan Taehyung mutlak menjadi atensi, Jungkook meraihnya satu untuk dipukulkan pada dada sendiri. “Berhentilah menjadi pengecut, Kak.”

Sebab Kim Jungkook tahu segalanya. Taehyung masihlah orang yang sama. []

 []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐀𝐠𝐫𝐞𝐞𝐦𝐞𝐧𝐭 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang