___
PERTEMUAN antara Valerio dengan perempuan yang secara tak sengaja bertemu di halte, rupanya bukan sebuah kebetulan berjangka panjang. Valerio terlalu bersikeras pada dirinya yang selalu termakan oleh insting. Katanya 'sih instingnya selalu kuat.
Vale sudah beberapa kali mendatangi tempat fotokopi langganannya dekat halte, alih-alih punya tujuan untuk keperluan project atau tugas kuliah, tetapi lelaki itu hanya ingin melirik halte sepi yang menjadi saksi bisu pertemuan super singkatnya dengan Jilly.
Bukan sampai di sana saja harapan Vale lenyap, dirinya masih yakin bila Jilly adalah mahasiswi di kampus itu juga. Seantero kampus ia kelilingi seorang diri, bahkan dirinya menyempatkan waktu untuk melewati fakultas lainnya.
Ketika ia dan beberapa teman kelasnya mengerjakan project pun, ia menjadi sedikit kehilangan fokus karena atensinya terlempar pada beberapa gadis yang ia pikir adalah sosok yang ia cari.
Hingga pada akhirnya, Wireless controller yang digenggam dibanting pelan ke atas karpet berbulu kesayangaan sang sahabat hidup se-gamer, namanya Rangga, bukan Rangga dari AADC. Ini Rangga yang katanya mirip dengan Jimin BTS, kata mamanya.
Pikiran Vale kalut dengan keinginannya untuk bertemu kembali dengan Jilly. Sebenarnya melihat dari jarak beberapa meter saja Vale akan senang hati menerima takdir yang Tuhan berikan.
Dirinya merasa candu pada kehadiran sosok Jilly dalam pikirannya.
Berarti sudah terhitung 2 Minggu tidak melihat rupa cantiknya. Hal tersebut membuat Rangga berkali-kali menusuk perasaan Vale dengan kata-kata menohok yang berasal dari lidah jahatnya.
"Sinting, gue ngemis-ngemis ke nyokap supaya bisa dapet ginian!" Omel Rangga seraya menggamit wireless controller miliknya. "Lagian ngapain 'sih lo mengharapkan cewek yang udah punya pacar?"
Vale mendelik ke arah Rangga. Sahabatnya ini memang culas pada siapapun, tak heran hanya Valerio yang masih mau berteman dengan lelaki yang lebih pendek darinya.
"Insting gue, Ngga. Terlalu kuat dan yakin, kalau gue dan dia bakal ketemu lagi." Balas Vale tanpa mempedulikan Rangga yang masih misuh-misuh perihal barang elektronik yang sedang trend.
Walaupun Vale seorang gamers akut, tetapi dirinya tidak terlalu fanatik seperti Rangga. Itu juga karena alasan finansial yang kurang mencukupi di kehidupan keluarga Vale. Ya, selagi punya teman satu hobi yang kaya raya seperti Rangga, Vale lumayan bersyukur.
Rangga mencebik, "Lo kebanyakan nimbrung nonton drama bareng nyokap lo, jadi begini 'nih!"
Vale membenarkan letak kacamata yang sudah kendur pada bagian sisi batangnya, maklum kacamatanya sudah berumur 5 tahun. Lelaki itu berdiri, menyambar cardigan yang terlempar di atas sofa. Dirinya berniat ingin pulang ke rumah, karena waktu sudah lumayan sore.
Tidak mungkin dirinya berlama-lama di kamar indekos Rangga. Bisa-bisa ibunya merajuk sambil mencuci beras sendirian.
Jarak antara kampus dan indekos yang Rangga sewa tidaklah jauh. Tetapi, butuh waktu 30 menit saja untuk Vale menuju rumah. Dengan jasa motor milik mendiang sang ayah, Vale tidak mempermasalahkan betapa rongsoknya mesin beroda dua itu. Selagi masih bisa digunakan, itu tidak masalah.
Sesampainya di kediaman, Vale buru-buru mencari sang ibu.
"Ibu, 'kan Vale udah pernah bilang, jangan cuci piring. Udah ya, biar Vale aja." Ucap Vale begitu menemukan sang ibu mencuci piring. Si sulung memang sangat tidak menyukai pekerjaan mencuci dilakukan oleh sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feign • vsookook
Ficción General2 tahun lamanya Jilly berpura-pura bodoh agar hubungannya dengan sang kekasih tetap berjalan. Tetapi, si culun yang suka ikut campur datang mengobrak-abrik hubungan asmara beracunnya. Haruskah Jilly berterima kasih? Atau menyesal akan kehadirannya...