Chapter 3 - The answer is give up

391 75 22
                                    

___





SELAMA mata kuliah Komunikasi Strategi Brand, baik Vale maupun Jilly tidak mengeluarkan sepatah kata pun, setelah berbincang sebentar mengenai mata kuliah yang mereka ambil memiliki sangkut paut dengan jurusan keduanya. Berada di semester 5 ternyata Jilly sama hectic-nya dengan Vale.

Tetapi, ada satu statement yang membuat Vale menjadi terbawa pikiran hingga mata kuliah selesai, "Udah pusing tugas kuliah, pusing juga sama hubungan aku sama Jo."

"Val, habis ini mau ke mana?" Tanya Jilly yang sudah merapikan barang-barangnya, dan berdiri di hadapan Vale. Vale bisa lihat betapa bersinarnya Jilly, padahal hanya mengenakan kaos sedikit kebesaran, dan dipercantik dengan rok selutut.

Eits, tak lupa jaket jeans oversize yang sangat Vale yakini, bahwa itu milik Joshua.

"Hm, paling ke kantin."

"Habis itu?"

"Hm, ke–perpus."

Jilly sedikit berpikir, dan setelah beberapa detik berpikir seraya melihat Apple watch-nya, barulah ia mengangguk mantap. "Okay, hari ini aku mau ikut kamu."

Bayangkan betapa terkejut dan berdegupnya Vale. Serius, saat ini isi perutnya seperti terkocok.

"M-maksud kamu?"

Jilly melangkah untuk mendekati Vale yang masih duduk di bangkunya, sedikit menunduk untuk mengikis jarak. Sumpah, Vale berani sumpah kalau napas manis Jilly berhembus pada wajahnya. "Aku mau ikut kamu."

Vale susah payah meneguk salivanya. "O-oke."

Buru-buru Vale bangkit dari bangkunya, berusaha semaksimal mungkin untuk tidak terlihat salah tingkah. Dilihatnya Jilly tersenyum, alih-alih mendengar persetujuan Vale, tingkah menggemaskan itu yang membuat harinya membaik.

Sesampainya di kantin, keduanya memilih duduk di balkon karena begitu sejuk. Udara memang tidak begitu panas, tetapi juga tidak dingin.

"Hari ini cerah banget ya, udah gitu udaranya sejuk." Timpal Jilly mencairkan suasana. Bayangkan saja sedari tadi Vale hanya diam, berkutat dengan laptop. Katanya 'sih sedang mengerjakan pekerjaan lepasnya sebagai joki tugas mahasiswa.

"Iya, cuaca hari ini terbaik." Balas Vale seadanya.

"Btw, Vale," Jilly menggantungkan ucapannya agar Vale merespon dengan membalas tatapannya. Tipikal Jilly, harus menatap mata lawan bicara.

"Eh, i-iya, maaf a-aku tadi lagi mikir." Alibi Vale bikin Jilly tersenyum manis.

Jilly terkekeh pula, "Ya udah, kamu kerjain dulu aja kerjaan kamu. Baru nanti kita ngobrol."

Vale diam sejenak. Melihat gelagat Jilly yang mulai berubah seperti matahari yang digeser posisinya oleh awan mendung. Perempuan itu juga tampak layu, bak tanaman yang belum mendapat asupan air. Vale penasaran, dan juga khawatir.

Ada apa dengan Jilly? Bukannya tadi pagi sudah mendapatkan vitamin K dari sang pacar? Atau Jilly punya masalah lain, tetapi belum ada satupun orang yang bertanya keadaannya?

"Kamu kenapa?" Pertanyaan spontan keluar begitu saja dari bibir Vale.

Jilly yang awalnya tengah melamun, kini membenarkan posisi duduk lebih tegap. Mata sayunya menyimpan banyak sekali rahasia. Vale tau itu karena setiap kali melihat mata sang ibu yang lelah, pasti ada sesuatu yang sedang mengganggu pikirannya.

Jilly mengingatkannya pada sang ibu, Vale jadi rindu.

"Gapapa kok, emangnya aku kelihatan buruk, ya?" Segaris senyum tipis ditarik paksa, padahal kesan ceria yang biasanya Jilly tampilkan seperti kehabisan daya energi.

Feign • vsookookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang