Chapter 5 - Taken over her

332 72 19
                                    

___





TERHITUNG 5 bulan, Jilly dan Valerio menjadi lebih dekat menjadi layaknya sepasang sahabat. Semenjak mereka berada di satu kelas yang sama, hidup Jilly menjadi lebih stabil, walau nyatanya hubungannya dengan Joshua masih sama saja.

Setidaknya kehadiran Valerio menjadi penawar rasa sakitnya. Jahat memang. Tetapi Jilly pun dibuat bingung sendiri oleh caranya menghindar dari masalah tanpa memikirkan konsekuensi yang pastinya menjadi rumit.

Keyakinan Jilly terhadap Valerio sudah dalam tangki sepenuhnya, bahwa Valerio bukan seperti lelaki lainnya yang memaksa pertanggung jawaban atas apa yang telah dilalui bersama. Atau lebih tepatnya, bagi Jilly, Vale juga hanya menganggapnya teman, sama seperti dirinya pada Vale.

"Eh, habis ini enaknya makan es krim di taman belakang nggak 'sih?" Tanya Vale yang memang sudah mulai santai berbicara dengan Jilly. Ya, walau terkadang sikap kikuk akibat salah tingkahnya masih kumat.

"Habisin dulu jus wortelnya, Val." Kata Jilly seraya melirik botol minum berisi jus wortel buatannya untuk Valerio, entah sudah menjadi botol ke berapa.

Vale buru-buru menghabiskan cairan berwarna oren tersebut sampai habis tak tersisa. Cengiran kotak dipamerkan pada sang wanita, hingga keduanya saling melempar tawa.

Keduanya kini sedang berada di atrium kampus yang memang cukup nyaman dikarenakan adanya fasilitas terbaik, letaknya pun tepat di antara fakultas Ilmu Komunikasi dan Seni.

Sebagai anak dari jurusan Seni yang cukup populer, Jilly memang sering berada di atrium kampus untuk sekedar bersantai dengan teman-teman, sehingga ia sering mengajak Vale ke sini.

"Oh, jadi ini kesibukan lo akhir-akhir ini, Jil?" Timpal seorang mahasiswi dengan gaya nyentrik, namun masih terkesan sopan. Jilly menoleh cepat menghadap belakang, melihat seorang yang ia kenal mendatanginya.

"Hai, Flo!" Berbanding balik dengan tatapan sinis Florence, atau Flo, justru Jilly dengan riang menyapa. Sedangkan Vale yang duduk berhadapan dengan Jilly nampak kebingungan, entah ingin tersenyum atau bagaimana. Pasalnya Flo juga sama sinis padanya.

"Pantesan lo udah jarang nongkrong, ternyata asyik nugas sama temen baru, ya?" Tanya Flo. Flo sudah kenal Valerio? Tentu saja, Joshua menjadi orang pertama yang menceritakan kehadiran Vale di hubungannya dengan Jilly.

"Namanya Valerio, Flo, dia dari jurusan Marketing." Jawab Jilly, lalu ia memperkenalkan Flo pada Vale, tetapi fokus Jilly tak lepas dari laptopnya. "Val, kenalin, ini Flo temenku sedari maba, kita juga satu jurusan."

"Hai, Flo."

Flo hanya tersenyum seadanya. Lalu, Flo duduk di sebelah Jilly. "Semua orang di tongkrongan khawatir sama lo, kenapa 'sih lo jadi susah banget diajak kumpul lagi?" Tanya Flo sedikit berbisik.

Sayangnya, Vale masih mampu mendengarnya.

"Bukannya gue udah pernah bilang ke Joshua, kalau project gue lagi lumayan numpuk?"

Flo mendecih, "Persetan sama project lo, dulu lo juga nggak peduli 'kan mau lulus tepat waktu?" Jilly lebih memilih menghiraukan ucapan Flo yang memang ada benarnya. "Lo fine-fine aja 'kan sama Joshua?" lanjut Flo.

Jilly tersenyum tanpa melepas pandangannya dari layar laptop, "Emang menurut lo gimana?"

Flo mendecih, "Selain lo jadi jarang kumpul sama kita, lo juga jarang berduaan sama Joshua. Gue tau 'sih Joshua lagi sibuk juga sama organisasinya, tapi nggak biasanya loh." Jelas Flo.

Jilly mematikan laptopnya, menutupnya dengan buru-buru. "Gue sama Jo nggak ada masalah, mungkin emang lagi sama-sama sibuk. Jadinya ya begini."

"Pasti lo masih merasa ada yang aneh tentang Joshua dan Anya, 'kan?" Ujar Flo membuat perekat yang menempel pada hati Jilly mulai goyah kembali. "Ji, mereka nggak ada apa-apa, gue udah bilang berkali-kali, jadi stop to thinking about nothing."

"Jangan lo pendam Ji, I'm still your human diary." Tambah Flo.

Jilly mengabaikan Flo dengan kesibukannya memasukkan barang-barangnya ke dalam ransel, sejujurnya Vale mengetahui bahwa Jilly menahan tangisan. Pasti sesak sekali dikhianati orang-orang yang dipercaya.

Sungguh, Jilly sangat teramat muak melihat senyum manis Flo. Sahabatnya yang sudah mengkhianati kepercayaan Jilly. Flo, satu di antara teman-teman Jilly yang mengetahui kebusukan Joshua. Bahkan, Flo pernah menjadi salah satu perempuan yang berperan sebagai penghancur hubungannya dengan Joshua.

Yap, Jilly pernah tak sengaja membaca notifikasi dari ponsel Joshua. Keduanya begitu akrab melebihi status teman. Dan Jilly hanya memendam hal itu demi sebuah pertemanan.

Jilly tersenyum singkat, "Thank you, Flo. But, you don't have to, gue bisa selesaikan masalah gue sendiri." Setelah itu Jilly bangkit dan pergi meninggalkan raut kesal Flo.

Flo melirik Vale yang hanya terdiam memandang kepergian Jilly. Tanpa basa-basi, Flo pun melangkah pergi meninggalkan lelaki dengan kacamata bertengger di hidung bangirnya.

Jilly terkejut melihat presensi lelaki berkacamata yang berdiri menjulang di depan toilet perempuan di lantai paling atas fakultas Seni.

"Kok kamu tau aku di sini?" Mata sembab Jilly terbelalak sempurna. Bagaimana bisa seorang Valerio tampak santai berdiri di depan toilet perempuan.

Vale tersenyum, lalu memberikan ponsel Jilly yang ternyata tertinggal. "Kamu lupa? Kamu 'kan pernah cerita, kalo tempat ini yang paling aman kalau kamu mau nangis."

Ah, Jilly hampir lupa bahwa mereka sudah cukup dekat.

Dengan jarak seperti ini, Vale dapat dengan jelas melihat betapa merahnya mata Jilly. Vale pun dapat dengan mudah menarik Jilly ke dalam pelukannya. Tidak tahu setan keberanian apa yang merasuki Vale, tetapi yang jelas ia hanya ingin membuat Jilly tenang.

Untung saja di sana hanya ada mereka berdua.

Dapat Jilly rasakan tubuhnya memanas, detak jantung berdegup tak karuan, ditambah milik Vale tak jauh berdetak kencang. Jilly tenggelam dalam dekapan Vale, sehingga ia dapat mencium harum Vale.

Sejujurnya Jilly sangat menyukai harum Vale sejak mereka berteduh di bawah halte, tepat pada pertemuan pertama mereka.

"Do you feel better?"

Sebenarnya, yang Jilly rasakan hanya getaran aneh yang turun hingga ke perut. Namun, perempuan ini sangat pandai menyembunyikan perasaan dan reaksi.

"Hm, I'm okay."

Senyum manis Jilly, hingga sentuhan yang Valerio rasakan ketika Jilly menenggelamkan wajahnya pada dadanya, sangat amat membuat sesuatu pada dirinya memberontak.


***

Haiiiiii, ada yang masih nungguin nggak yah? :)

Feign • vsookookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang