___
VALE merutuki kelancangannya tiga hari yang lalu. Sejak kejadian ciuman di bawah derasnya hujan dan berteduh di pos satpam, Jilly tidak lagi datang menemuinya. Ahh, bahkan itu bukan dinamakan ciuman, hanya kecupan manis dan dingin.
Memang mereka hanya bertemu di kelas dengan jadwal satu kali dalam seminggu, tetapi biasanya Jilly akan menemuinya atau sebaliknya.
Kini, Vale tidak berani menemui Jilly. Bahkan Vale pikir bahwa hari itu adalah hari terakhirnya menjadi teman Jilly.
Rangga menimpuk bola plastik kecil –yang entah ia dapatkan dari mana– ke kepala Vale. Alangkah terkejutnya Rangga melihat reaksi Vale, "Buset, kayak barongsai lo!"
"Bacot!"
Rangga menghampiri Vale dengan beringsut mendekat, "Aduh-aduh, anaknya ibu Rini kayaknya sedang bergalau ria 'nih?" Rangga dapat membaca suasana hati sahabatnya hanya dengan melihatnya dari raut wajah.
Vale mencebik, "Nggak usah kepo lo, bangsat!"
"Wow, kasar banget kamu."
"Najis, gue geli, pergi lo dari sini, ganggu."
"Eits, just remind, ini kamar indekos gue, bukan lo!"
"Tapi sekarang gue bayar, jadi kamar gue juga."
Tiada hari tanpa beradu mulut, tidak membuat keduanya menyimpan kesal, apalagi dendam. Rangga tahu, Vale seperti itu pasti karena..
"Jilly, ya?" Tanya Rangga.
Padahal Rangga sudah memberi peringatan padanya agar menjauh saja dari seorang Jilly yang memang akan memberi kepahitan pada hidup Vale. Dulu Rangga sempat jatuh pada pesona, dan segala yang ada pada Jilly. Namun, Rangga memilih mundur.
Ia tidak ingin sahabatnya merasakan hal yang sama.
"Lo pernah bilang, kalo lo nggak akan mau dengerin keluh kesah tai kucing gue? Kenapa sekarang sok peduli?" Cibir Vale teramat sinis. Rangga cukup tertohok mendengarnya.
"Si monyet. Lo 'kan tau gue, gue cuma asal ngomong aja waktu itu, tapi ya demi kebaikan lo juga, nyet. Lagian, lo juga nakal 'sih, gue bilang juga apa, Jilly nggak akan bisa lo gapai, Joshua terlalu sempurna buat lo tikung."
Vale mendecih, "Ternyata emang baiknya lo diem aja, udah lah gue mau tidur."
"Lo bukannya ada kelas?"
Vale mulai mencari posisi nyamannya di atas sofa dengan bantal yang sudah ia peluk. Hari Jumat ini, Vale memang punya satu jadwal kelas, tapi karena energinya semakin menipis, ia memilih bolos sehari saja.
"Nggak dulu."
"Dasar, kayak cewek PMS lo!"
"Kayak tau aja lo cewek PMS kayak gimana, punya pacar aja nggak."
"Yeh, sialan. Udah ah, gue mau ke warnet, si Panjul udah nungguin. Lo mau ikut gue aja nggak daripada gabut?"
Vale menggeleng lemas, "Nggak, gue mau charge energy aja di sini."
Tak banyak omong lagi, akhirnya Rangga meninggalkan Valerio yang sudah memejamkan kedua matanya. Hitam. Tapi, berisik sekali isi kepala Vale. Rasanya seperti ada di dalam sebuah ruangan kosong tetapi ada banyak speaker menyala dengan suara ribut menggema.
Kalau saja– Vale tidak menciumnya,
Kalau saja mereka tidak semakin dekat,
Kalau saja, Vale tidak terlanjut menaruh perasaan dalam pertemanannya dengan Jilly. Pertemanan yang cukup langka dalam hidupnya. Sebelumnya Valerio tidak pernah berteman dengan perempuan, berteman pun hanya sekedar saling mengenal, dan atas kebutuhan tugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feign • vsookook
Ficción General2 tahun lamanya Jilly berpura-pura bodoh agar hubungannya dengan sang kekasih tetap berjalan. Tetapi, si culun yang suka ikut campur datang mengobrak-abrik hubungan asmara beracunnya. Haruskah Jilly berterima kasih? Atau menyesal akan kehadirannya...