4; Terima Kasih Karena Sudah Bertahan Denganku

885 140 3
                                    

Chenle mengernyitkan dahinya dan menggeliat karena merasa sempit. Namun, dia terlalu malas untuk membuka mata karena sekali dia membuka mata, akan sulit baginya untuk kembali tidur. Chenle mencoba berguling ke kanan, tapi seperti ada yang menahannya sehingga dia tidak bisa bergerak ke sisi lain. Oke, Chenle rasa Renjun tidur berjalan ke kamarnya lewat connecting door.

"Hngg... Renjun Hyung, kembali ke kamar Hyung."

Chenle menggeliat agar bisa berguling ke kanan, tapi dia masih belum bisa berpindah. "Hnnngg... Renjun Hyung..." Chenle merengek.

Chu

Mata Chenle terbuka merasakan kecupan di pipinya. Renjun mungkin kelelahan hingga bertingkah aneh seperti ini, tapi Chenle tidak bisa membiarkan Renjun begini. Ini sangat mengganggu tidurnya.

"Renjun-... Hyung... Eeh?!"

Kepala Chenle bergerak menjauh dari pria yang merengkuhnya erat. Sementara yang merengkuh tersenyum lebar. "Halo, Sayang." Pria tersebut menyapa.

Kerutan di dahi Chenle semakin dalam melihat tunangannya. "Kapan kau sampai? Bagaimana kau bisa masuk?"

"Satu jam yang lalu? Aku menghubungi Renjun Hyung, aku meminta bantuan Renjun Hyung. Hehehe." Jisung mengusap pipi Chenle dengan lembut. "Tidurlah kembali, aku yakin kau bekerja keras sejak kemarin."

"Hm. Kau juga."

Jisung baru akan memejamkan matanya ketika merasakan dorongan hebat dan ketika dia sadar dia sudah berada di lantai. Jisung memandang Chenle dengan tatapan tersakiti, bibirnya mencebik kecil.

"Sudah terlalu malam untuk memesan kamar." Protes Jisung.

Chenle yang berada di atas ranjang melirik ke bawah. Rona samar menghiasi kedua pipinya. "K-kita belum menikah, tidak etis... tidur di ranjang yang sama." Suaranya semakin mengecil seiring kata-kata yang mengalir.

"Oh..." Jisung mengangguk-angguk kecil. Jisung mengerti pendirian dan nilai-nilai yang Chenle pegang dengan erat. Jisung juga sangat menghargainya dan tidak akan menodai nilai-nilai tersebut karena menodainya sama dengan menodai Chenle.

"Kalau begitu aku tidur di sini saja." Jisung menepuk-nepuk lantai tempatnya berbaring.

Chenle menggeleng. Tubuh Jisung bisa sakit nantinya dan dinginnya lantai bisa membuat Jisung terkena flu. Chenle tidak setega itu membuat tunangannya sendiri sakit.

"Tidak, kau tidur di ranjang."

Jisung tampak terkejut. Mata pria itu terbelalak lebar, jika saja mata manusia bisa keluar begitu mudah, mungkin mata Jisung sudah kosong sekarang. "Eeh?" Suara pria itu lebih tinggi dari biasanya.

"Aku akan tidur dengan Renjun Hyung."

Sudah Jisung duga tidak mungkin mereka tidur bersama.

Chenle turun dari ranjang dan berjalan menuju connecting door. Begitu pintu terbuka, Chenle mengerutkan dahinya. Pintu di sisi kamar Renjun tertutup. Mata Chenle menatap pintu dan Jisung bergantian untuk beberapa kali sebelum dia bertanya, "Apa Renjun Hyung menutup connecting door-nya setelah kau masuk?"

Jisung menggeleng. "Aku tidak masuk lewat sana, aku masuk lewat pintu itu." Tangannya menunjuk pintu kamar Chenle.

Hela yang sedikit kasar keluar dari mulut Chenle. Renjun membuka kamarnya menggunakan kunci kamar cadangan yang dia berikan untuk berjaga-jaga. Sekarang bagaimana dia masuk ke kamar Renjun? Renjun pasti sudah terlelap pulas, tidurnya tidak begitu mudah terusik oleh suara, akan sulit untuk membangunkannya.

Chenle memandang Jisung, tangannya memijat batang hidungnya. "Astaga..."

"Um... jadi?"

Chenle menghela nafasnya sekali lagi. "Naik."

Mata Jisung terbelalak. "Kau yakin, Sayang? Aku menghargai pendirianmu, jadi aku ingin kau benar-benar yakin sebelum memutuskan."

Chenle menunjuk ranjangnya menggunakan telunjuknya. "Naik saja cepat. Lebih baik menyingkirkan pendirian daripada nanti kau sakit dan merengek seperti bayi." Chenle berdecak. "Lagipula kau tadi sudah mencoreng pendirianku. Kau tadi sudah berbaring bersamaku, Park Jisung."

Jisung mengangkat tangannya dan menatap Chenle dengan serius. "Aku bersumpah demi alam semesta tadi itu hanya berlangsung selama dua menit. Sebelumnya aku hanya memandangimu dari samping ranjang. Maaf, sayang, aku khilaf."

"Ck, sudah, naik saja."

Jisung pun kembali naik ke atas ranjang. Salah satu bantal yang ada dia letakkan di tengah ranjang dengan posisi vertikal. "Pembatas." Ucapnya.

Chenle tersenyum tipis melihatnya. "Terima kasih."

Chenle ikut naik ke atas ranjang dan berbaring membelakangi Jisung. Jisung sendiri berbaring menghadap langit-langit kamar. Ini terasa canggung untuk Chenle karena Jisung tidak berbasa-basi seperti biasanya dan Chenle tidak tahu apa yang harus dibicarakan. Kantuknya sudah hilang entah ke mana, jadi Chenle tidak bisa pergi kembali ke dunia mimpi.

"Kau sempat beristirahat di pesawat bukan?" Chenle berbasa-basi.

"Tidur selama tujuh jam. Apa itu cukup?" Jisung menjawab.

"Cukup."

"Tapi aku masih mengantuk." Jisung menguap seusai berbicara.

Chenle berbalik menghadap Jisung dan memandang tunangannya. "Kalau begitu tidurlah."

Jisung menutup matanya sementara Chenle memandangi pria tersebut. Chenle hanya diam sampai nafas Jisung teratur, pertanda bahwa pria itu sudah terlelap pulas. Tangannya terulur untuk membelai lembut wajah Jisung.

"Terima kasih karena sudah bertahan denganku."

Bertahan dengan status tunangan itu menggantung . Lebih serius dari kekasih belaka, tapi tidak lebih serius dari menikah. Chenle sangat berterima kasih kepada Jisung karena sudah bersabar untuknya. Satu tahun bertahan dengan status tunangan dan tidak diketahui oleh banyak orang, tidak banyak yang bisa bertahan, tetapi Jisung bisa. Chenle harap Jisung masih bisa bertahan sedikit lagi hingga Chenle siap melangkah lebih jauh dengannya.







Sailing [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang