15: Bisa Menjadi Pegangan

777 147 7
                                        

"Lee Donghyuck-ssi?"

Suara tegas Chenle menggema di lorong rumah sakit. Yang dipanggil pun menoleh. Matanya sedikit terbelalak dan untuk sesaat, Chenle bisa melihat ketakutan tersirat di kedua manik milik Lee Donghyuck, tetapi kemudian hilang tergantikan oleh kilatan amarah.

Lucu, seharusnya Chenlelah yang melemparkan tatapan itu kepada Donghyuck ini. Jisung adalah calon suaminya, Chenle yang dirugikan dalam kasus ini.

"Kebetulan sekali kita bertemu. Apa kau akan check-up?" Chenle kembali bersuara.

Decihan diberikan oleh Donghyuck sebagai balasan. "Kau ingin membayarku? Mengancamku? Tidak akan bisa."

Chenle mendengus sinis. Jika dia ingin mengancam Lee Donghyuck ini bisa jadi dia benar-benar menjadi malaikat maut nantinya.

"Mengancam? Memangnya kau siapa?" Chenle membalas dengan tenang.

"Bahkan jika kau membayarku dengan uang dan perhiasanmu, aku tidak akan mau." Lee Donghyuck berbalik dan melangkah pergi.

"Mark Lee."

Seringai kecil terlukis di wajah Chenle ketika Donghyuck berhenti melangkah. Renjun belum memberikannya kabar mengenai hubungan Lee Donghyuck dengan Mark Lee karena sibuk, beruntung Chenle bertemu dengan Donghyuck sekarang jadi dia bisa mengonfirmasi firasatnya sendiri.

Lee Donghyuck kembali berbalik. Matanya menatap Chenle dengan tajam. "Lebih baik kau pergi dan urus urusanmu."

"Sedang mengurusnya." Chenle membalas. Dagunya terangkat dengan angkuh ketika berbalik dan melangkah pergi. Langkahnya baru berhenti ketika dia berada di lobi. Ponselnya dia keluarkan dan sebuah pesan dia kirimkan kepada Renjun.

***

Renjun Hyung🦊

Lee Donghyuck mengenal Mark Sunbae

***

"Chenle-ssi!"

Perhatian Chenle teralihkan kepada panggilan untuknya. Na Jaemin berjalan dengan senyuman lebar di wajahnya, juga lambaian yang ramah.

"Siang, Jaemin-ssi." Chenle menyapa balik. "Kau sakit?"

"Jeno demam, sudah tiga hari. Dia masuk lebih dulu tadi karena ingin buang air kecil. Bagaimana dengan Chenle-ssi?"

"Bertemu dengan... seseorang."

Jaemin mengangguk-angguk kecil, paham bahwa seseorang yang Chenle maksud bukanlah orang biasa. "Ah, ini." Jaemin merogoh tas yang dibawanya dan mengeluarkan kotak kecil. "Tadinya aku ingin mengundangmu ke rumah karena kau belum makan macaron buatanku saat... itu." Jaemin tampak tidak enak ketika mengatakannya. "Beruntung sekali kita bertemu di sini." Jaemin meraih tangan Chenle dan memberikan kotak berisi macaron buatannya. "Semangat, Chenle-ssi! Semuanya pasti akan selesai dengan baik."

Chenle memandangi kotak di tangannya kemudian membukanya. Hanya ada delapan buah macaron di dalam kotak ini, hanya delapan. Namun, delapan macaron ini memberikan perasaan hangat dalam dirinya. Perasaan yang muncul setiap kali Renjun merawatnya, ayahnya mempedulikannya, dan lainnya.

"Jaemin-ssi."

"Ya?"

"Senang bisa memilikimu sebagai teman."

Jaemin terpaku dengan mulutnya yang terbuka sedikit lebar. Tidak lama, lelaki itu menarik nafasnya dengan cepat dan menutup mulutnya dengan tangannya. Matanya memancarkan binaran tidak percaya atas apa yang didengarnya.

"Jaemin-ssi? Kau tidak apa?" Chenle bertanya dengan khawatir.

"Chenle-ssi bilang... aku temanmu?"

Chenle terhuyung ketika Jaemin tiba-tiba memeluknya dengan erat. Chenle tidak tahu harus bagaimana, jadi dia hanya bisa membatu sementara Jaemin memeluknya untuk beberapa saat. Chenle masih terpaku ketika Jaemin melepas pelukannya dan pamit karena harus menyusul Jeno.

Teman baru...

Chenle memandang macaron di tangannya. Jika saja dulu mereka tidak dipertemukan dalam situasi yang tidak mengenakkan, sudahkah mereka berteman sejak dulu? Chenle ingin tahu.

"Tuan Muda."

Lamunan Chenle buyar ketika suara Kang Ahjussi memanggilnya. Chenle masuk ke dalam mobilnya dan menyibukkan diri dengan membayangkan kemungkinan seperti apa yang ada antara Mark dengan Donghyuck.

Chenle memiliki beberapa dugaan. Mungkin mereka mantan kekasih? Tapi Renjun tidak menyediakan informasi apa pun tentang Mark dalam file Donghyuck. Mungkin mereka memiliki masalah serius?

Ada satu yang Chenle harap benar-benar terjadi. Namun, rasanya kemungkinannya kecil, tapi tetap mungkin terjadi. Atau mungkin ini karena hatinya sudah begitu putus asa, lelah, dan menginginkan kabar baik. Namun, Chenle berpikir kemungkinan bahwa Mark-

"Ahjussi. Jika aku berpikir kalau seseorang menghamili seseorang, apa itu jahat dan terkesan sangat putus asa?"

Kang Ahjussi melirik Chenle dari spion tengah. "Apa ini Tuan Andy Park?"

"Ah, bukan. Ini orang lain."

"Tidak ada masalah dengan berasumsi, Tuan Muda. Selama Tuan Muda tidak membuat asumsi itu menjadi berita bohong. Asumsi itu tidak membuat Tuan Muda terkesan jahat atau putus asa. Terkadang asumsi kita perlukan untuk memberikan harapan."

Harapan... apa ini harapan yang dia buat untuk dirinya sendiri atau harapan yang diberikan untuknya dari semesta?

"Bukankah harapan bisa menjebak?"

Kang Ahjussi mengendikkan bahunya. "Itu juga bisa menjadi pegangan untuk bertahan."

***

Ayah Chenle menghela nafasnya begitu Jisung menerima kertas yang dia berikan. Pria tua itu bersandar dan menatap Jisung dengan datar. Jisung sedikit mengintip untuk melihat ekspresi ayah Chenle. Sedikit mengejutkan bagaimana ekspresi ayah Chenle mengingatkannya kepada tunangannya. Maksud Jisung, Chenle pernah bilang wajahnya lebih mirip dengan ibunya, tetapi sepertinya semua karakter ayahnya yang menempel seolah mengatakan yang sebaliknya.

"Aku sebenarnya tidak ingin ikut campur, tapi aku tidak bisa tidur jika aku tidak menanyakannya. Kenapa Lee Donghyuck menghubungimu? Apa kau menjawab semua panggilan itu?"

Jisung meletakkan kertas yang dia pegang di atas meja. Pertanyaan terakhir mungkin bagi orang lain akan dianggap sebagai pertanyaan yang bodoh karena bisa saja Jisung berbohong. Namun, Jisung tahu lebih dari siapa pun bahwa sama seperti Chenle, ayah Chenle adalah pengamat ekspresi yang baik. Sebaik apapun seseorang berbohong kepadanya, ayah Chenle akan tahu.

Yah, Jisung tidak punya hal yang bisa dia tutupi.

"Beberapanya saya jawab untuk memintanya berhenti menghubungi saya, tapi jelas sekali dia tidak mendengarkan." Jisung mengendikkan bahunya. "Jika tidak kelewatan, saya ingin menambahkan bahwa itu bukan anak saya."

Ayah Chenle hanya menatap Jisung sebelum bangun dari duduknya. "Biar bukti yang ada yang menunjukkannya."

Jisung mengangguk-angguk kecil. Perkataan tidak bisa membuktikan apa pun. Apa pun bukti yang nantinya Chenle dapatkan, itulah yang akan berbicara.

"Apa Chenle baik-baik saja?"

Ayah Chenle tersenyum tipis. "Tidak perlu khawatir, dia dikelilingi orang-orang yang peduli kepadanya."





Sailing [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang