2: Kita Sudah Sepakat Untuk Tidak Mengatakan Kata Itu

1.1K 172 12
                                    

"Halo, sayang." Jisung yang baru saja masuk ke dalam rumah Chenle segera memeluk tunangannya dengan erat. Chenle memberikan beberapa usapan di punggung Jisung dan melepas pelukan mereka. "Aku meminta Han Ahjumma mengajariku cara memasak dan aku ingin kau mencobanya."

Mata Jisung berbinar-binar mendengar perkataan Chenle. "Kau memasak? Kalau begitu aku harus segera mencobanya."

Keduanya melangkah menuju ruang makan. Beberapa hidangan sederhana tersaji dengan cantik di atas meja. Jisung yang begitu antusias dengan cepat duduk, meraih sumpit, dan mengambil telur gulung. Baru satu kunyahan dan pria itu berhenti mengunyah, tubuhnya membeku seolah tertimpa kutukan.

Chenle adalah ahli membaca ekspresi wajah dan dia tidak perlu kata-kata dari Jisung untuk tahu rasa makanannya.

"Tidak lezat." Chenle mengambil sumpit dari tangan Jisung dan mengambil dua piring dari atas meja. Jisung yang melihat pasangannya berjalan menuju tempat sampah dengan segera menahannya dan mengembalikan dua piring di tangan Chenle ke atas meja.

Jisung mengendikkan bahunya. "Kau pemula, itu wajar."

Chenle memandang Jisung datar seraya mendengus. "Ini telur, Park Jisung. Makanan paling mudah untuk dibuat dan ini sudah ketiga kalinya."

"Lele, sayang, bahkan ketika aku belajar memasak untukmu... ingat kejadian itu? Aku belajar menggoreng telur selama satu minggu, menggoreng sosis selama setengah bulan, membuat ayam goreng selama satu setengah bulan."

Chenle memandang ke arah lain. Dia merasa malu. Bukan karena kemampuan memasaknya, tapi karena panggilan Jisung untuknya. Sudah hampir satu tahun Jisung memanggilnya seperti itu, tapi dia masih belum terbiasa.

"Tidak apa, sayang. Aku akan habiskan semuanya."

"Kau bukan manusia normal jika bisa menahan rasa tidak enaknya."

"Kau dan aku memang bukan manusia biasa, bukan?" Jisung tersenyum lebar ketika mengucapkannya. Tangan pria itu mengambil sumpitnya dari tangan Chenle dan kembali menyuapkan telur gulung ke mulutnya. Dahinya mengernyit karena asin yang dirasakan, tapi wajahnya tampak bahagia.

Keadaan jantung Chenle tidak baik, rasanya seperti dia baru saja bermain tiga ronde sepak bola. Chenle menarik nafasnya dalam untuk menenangkan diri, kemudian duduk dan mengambil sumpit untuk dirinya sendiri.

Masakannya sama sekali tidak lezat; terlalu asin, terlalu pahit, terlalu manis, dan rasa aneh lainnya. Namun, Chenle untuk kali ini sama sekali tidak masalah. Biasanya dia akan langsung membuang masakannya, tapi kali ini... kali ini dia memiliki Jisung yang memakan masakannya dengan senyum lebar di wajahnya. Walau dia dan Jisung sesekali akan mengernyit atau meringis, Chenle tidak masalah.

"Hm, kau kemarin berkata kau mengunjungi apartemen Na Jaemin?"

Chenle mengendikkan salah satu bahunya. "Seperti yang kau dengar."

"Untuk apa? Tidak bermaksud mencampuri urusanmu, tetapi lelaki itu yang membuatmu sedih ketika kau masih bersama Jeno."

Bahunya Chenle endikkan. "Hanya melakukan bisnis kecil."

Jisung terkekeh, "Apa menguntungkan?"

Chenle mengangguk kecil, "Menguntungkan."

"Kalau itu menguntungkan untukmu, maka aku tidak akan berkomentar."

Chenle mengulas senyum kecilnya. Setelah mengenal Jisung lebih jauh, Chenle tersanjung dengan bagaimana pria itu memperlakukannya. Jisung akan tetap memanjakannya dengan hadiah dan semacamnya, tapi pria itu tidak pernah memanjakannya dalam pekerjaannya, dalam pendiriannya, dalam bisnisnya. Jisung akan selalu membiarkannya melakukan apapun yang ingin dia lakukan.

Sailing [JiChen | ChenJi] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang