Chenle memandangi Na Jaemin yang sibuk di dapur. Hari ini Chenle memutuskan untuk memenuhi undangan kekasih Jeno ini karena setelah dia pulang dari Berlin—setelah tiga hari damai tanpa dering panggilan—lelaki tersebut hampir setiap hari menghubunginya untuk mengundangnya. Chenle tidak bermaksud untuk menghindari undangan tersebut sampai tiga bulan lamanya, hanya saja dia tidak bisa menyisipkan undangan Na Jaemin di jadwalnya sampai akhirnya dia bisa menyingkirkan salah satu jadwalnya hari ini
Chenle tidak tahu maksud sebenarnya dari Jaemin mengundangnya, tetapi Chenle adalah orang yang masih memiliki hati, dia tidak bisa terus-menerus menolak undangan Jaemin, itu tidak sopan.
"Tunggu sebentar lagi, Chenle-ssi, ini akan segera matang." Jaemin berbicara tanpa menoleh, tetapi Chenle bisa mendengar nada tidak nyaman dalam suara lelaki tersebut. Chenle paham, Na Jaemin pasti merasa tidak enak karena seharusnya makanan sudah dihidangkan, tetapi Chenle datang terlalu cepat jadi hidangannya belum matang.
"Take your time, Jaemin-ssi. Tidak perlu panik."
"Ah, aku benar-benar minta maaf, Chenle-ssi."
"Aku yang datang terlalu cepat." Chenle membalas.
"Ah! Sudah selesai. Uh... piring, di mana piringnya?" Jaemin berbicara kepada dirinya sendiri. Chenle terus mengamati lelaki tersebut. Jaemin tampak panik, tetapi lelaki itu melakukan semuanya tanpa ada kecerobohan sedikitpun. Tampaknya lelaki ini memang sering menyentuh dapur.
Berbeda dengannya.
Chenle berdecak kecil, merasa kesal terhadap dirinya sendiri. Jaemin bisa memasak, bahkan Jisung bisa memasak, kenapa dia tidak?
Chenle memandang hidangan-hidangan yang diletakkan oleh Jaemin di meja makan, semuanya tampak lezat. Kemudian pandangannya beralih kepada Jaemin yang tersenyum kepadanya.
"Silakan dimakan, Chenle-ssi. Aku tahu ini bukan hidangan mewah, te—"
"Aku bukan raja atau sultan. Aku juga senang makan makanan rumahan, Jaemin-ssi." Chenle memotong.
Jaemin yang salah tingkah menutup mulutnya, kemudian menepuk pelan dahinya. "Ah, tentu saja. Maaf, Chenle-ssi. Hanya saja kau terlihat seperti konglomerat— ah! Kau memang konglomerat, maksudku—"
"Jangan kaku seperti itu. Bersikap biasa saja." Chenle menunjuk kursi di sebelahnya. "Akan lebih baik untuk makan dengan seseorang menemani."
"Jika kau tidak keberatan." Jaemin menarik kursi dan duduk dengan hati-hati.
"Kenapa aku harus keberatan?" Chenle menyahut.
"Aku..." Jaemin diam sesaat sebelum melanjutkan perkataanya, "Aku sudah berbuat hal yang menempatkanmu di tempat yang buruk dan sekarang aku dan Jeno sedang membayar dosa kami, tetapi kau malah membantu. Aku benar-benar berterima kasih."
Chenle meletakkan sumpitnya dan menoleh kepada Jaemin. "Jaemin-ssi, bahas tentang rasa syukurmu lagi dan nafsu makanku akan hilang sepenuhnya."
Jaemin membuka mulutnya, tetapi Chenle dengan cepat memotong lelaki itu, "A-a-a, jangan juga meminta maaf. Aku bosan mendengarnya."
Jaemin mengulum bibirnya sendiri dan dari sana Chenle tahu bahwa tidak ada lagi yang lelaki itu ingin bicarakan. Na Jaemin hanya memiliki ribuan terima kasih dan maaf untuk diucapkan. Chenle tidak tahu bagaimana cara menunjukkan bahwa dia sudah selesai dengan masa lalu, setidaknya dengan masa lalu Jaemin. Dengan Jeno... Chenle harus melihat apa pria itu masih berani menggonggong di depannya atau tidak
"Kau harus tahu dan ingat bahwa aku sudah jauh lebih bahagia. Anggap saja aku sedang menebar kebahagiaanku." Chenle kembali meraih sumpitnya dan mengambil telur gulung buatan Jaemin. "Jangan menghancurkannya dengan ucapan terima kasih atau maaf darimu. Ah, juga katakan kepada Jeno untuk tidak menghancurkannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sailing [JiChen | ChenJi] ✓
Fanfiction✨A Story By Z✨ [Book 2 of Ran] "Terima kasih karena sudah bertahan denganku." -- "Kau belakangan ini lengket sekali denganku." "Begitukah? Bukankah aku selalu lengket denganmu?" -- "Haha... aku pikir aku cerdas, Hyung. Aku pikir aku mampu membedakan...