Taehyung merapatkan jaketnya, begitu pula Jimin. Keduanya berdiri di bawah lampu merah, berhadapan dengan zebracross yang sebentar lagi sepi ketika lampu lalu lintas berubah merah.
Kota Busan, pukul 8 malam. Dengan perut yang terisi dengan grilled meat di salah satu tempat makan serta ransel yang tersampir nyaman di bahu, Taehyung tersenyum senang.
Pagi-pagi sekali di hari Sabtu, keduanya berangkat dari Seoul ke Busan melaksanakan acara pulang kampung dadakan. Busan tempat kelahiran Jimin, dan mereka sudah cukup puas menghabiskan waktu seharian dengan keluarga Jimin, termasuk makan malam yang ditraktir oleh orangtuanya.
Rencana mereka, selepas makan malam mereka kembali ke stasiun dan sampai di Daegu hampir tengah malam nanti. Tentu saja, setelah mengunjungi rumah asal Jimin, mereka mengunjungi rumah asal Taehyung. Ibu dari pemuda itu begitu tak sabar hingga ia menyiapkan banyak makanan di rumah; penyebab Jimin begitu girang malam ini.
"Ayo beli soju, minum di kamar lo diem-diem– aduh!" Jimin reflek mengaduh ketika tamparan diterima di kepalanya.
"Udah sekali aja gue minum waktu itu. Gue juga langsung ngaku ke Mama, untung dia maafin karena gue sambil nangis."
"Masa? Emang di restoran mahal kemarin lo gak dikasih wine atau apa? Biasanya restoran fancy minumnya alkohol."
Taehyung menggeleng kecil. Mengingat momen tadi malam, Taehyung jadi tak banyak bicara sebab entah mengapa jantungnya menjadi tak karuan. Ia dan Jeongguk bukanlah siapa-siapa, tapi Taehyung merasa aneh. Seperti remaja yang baru jatuh cinta. Taehyung tidak suka itu, ia merasa geli. Terlebih, mengingat fakta bahwa Jeongguk adalah dosennya.
"Anjir, kenapa sih lo Tae? Kalau gue ingetin itu pasti diem, malu. Lo disihir apa sama Sir Jeon?"
"Ck!" Taehyung berdecak kesal sambil memelototi sahabatnya. Wanita paruh baya di depan mereka sampai menoleh karena ucapan Jimin yang terlalu keras.
"Ngaku, pasti lo ada sembunyiin sesuatu. Lo ngapain kemarin? Nggak cuma jalan dan makan, kan?"
"Lo kira gue mau ngapain lagi sama Jeong– Sir Jeon?"
Jimin mengerling menggoda, lalu menyenggol lengan Taehyung. "Jeongguk, lo mau bilang Jeongguk kan? Udah terbiasa ya lidah lo manggil Jeongguk."
Taehyung memalingkan mukanya yang memerah. Sepatu yang dikenakannya menjadi pemandangan, hingga ia menatap barang belanjaan yang diletakkan di atas aspal oleh wanita di depan– yang sempat menoleh itu.
"Biar saya bantu," Tawar Taehyung bertepatan dengan lampu yang berubah warna sembari meraih beberapa kantung belanjaan itu.
Wanita itu tersenyum seraya menatapnya, membiarkan Taehyung membawa belanjaan miliknya.
"Saya jadi ingat anak saya." Wanita itu berucap ketika berjalan beriringan bersama Jimin dan Taehyung menuju halte terdekat.
"Eh, iya kah? Mirip, ya?"
Sebuah gelengan diterima. "Ia lembut, manis jika tersenyum. Ia jauh. Bisakah kamu menyampaikan kalau saya merindukannya?"
Terasa sedikit kebingungan di antara Taehyung dan Jimin. Taehyung tidak mengerti harus merespon apa, perasaannya tak enak jadi ia pun tersenyum dan mengangguk yakin. "Pasti. Saya akan sampaikan!"
Wanita itu kembali tersenyum lembut. Senyuman itu mengingatkannya ke seseorang, entah siapa. "Di sini saja. Terima kasih, ya. Kemanapun kalian pergi, hati-hati. Jangan banyak minum soju."
KAMU SEDANG MEMBACA
Connected To Jeon - KOOKV
أدب الهواةPerihal Jeon Jeongguk, Kim Taehyung, dan benang merah mereka yang terhubung.