Marga

549 82 24
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

Bel tanda waktu pulang sekolah pun berbunyi, semua murid mulai berhamburan meninggalkan kelas, termasuk Chenle dan Jisung di dalamnya.

Chenle menghentikan langkahnya saat merasakan getaran dari sakunya. Ternyata Papi-nya mengirim chat, memintanya bertemu di pusat perbelanjaanp yang sudah Chenle ketahui letaknya karena sudah pernah ke sana sebelumnya. Setelah membalas pesan itu, Chenle kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku, lalu kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda.

Pria kelahiran November itu mulai mempercepat laju tungkainya saat melihat Jisung yang berjalan di depannya. "Jisung-ah!" Panggilannya berhasil menghentikan langkah pemuda jangkung itu.

"Ya?"

"Kamu langsung pulang?" Tanya Chenle.

Dapat dilihat Jisung menggelengkan kepalanya. "Aku menunggu jemputan Baba dulu."

Chenle sempat terdiam lantaran bingung. Bukankah tadi saat jam istirahat, Jisung bilang bekalnya dimasakin Appa-nya? Tapi, kenapa sekarang dia memanggil Appa-nya dengan sebutan Baba?

Chenle tentu tahu kalau Baba itu panggilan untuk  seorang ayah, sama seperti Appa. Karena Chenle dari China, ingat?

Ah, mungkin memang ayahnya Jisung punya dua panggilan yang bisa dipanggil apa saja sesuai mood. Setidaknya, itulah satu-satunya alasan yang terpikirkan Chenle.

"Kapan Baba-mu datang?"

"Jam 3 dari tempat kerjanya."

Chenle mengangguk. "Aku ingin menemanimu menunggu, tapi sepertinya hari ini tidak bisa dulu karena aku harus menemani Papi-ku belanja. Mungkin besok aku akan menemanimu menunggu jemputan." Tuturnya.

"Tidak masalah, kamu berniat mau menemaniku saja aku sudah berterima kasih." Ujar Jisung.

"Kalau begitu aku duluan ya, Jisung-ah." Pamit Chenle sambil melambaikan tangannya.

Dirinya sempat menangkap Jisung yang kemudian berbicara kepada Sungchan, lalu Sungchan menunjuk ke suatu arah sebelum akhirnya Chenle kembali fokus dengan apa yang ada di depan langkahnya.

Chenle pun menaiki taksi saat transportasi umum rasa pribadi dengan plang lampu menyala tanda tidak ada penumpang itu berhenti di depan Chenle setelah pemuda itu melambaikan tangannya.

Tadinya Chenle berniat naik bus, tapi Papi-nya menyuruh Chenle untuk naik taksi agar mereka cepat bertemu. Chenle yang tidak mau membuat Papi-nya menunggu lama di sana pun menurut.

Kepala Chenle celingukan mencari sang Papi saat dirinya tiba di pusat perbelanjaan, lalu tersenyum sumringah saat menangkap lambaian tangan Papi-nya dari kejauhan. Tungkainya pun ia bawa lari agar bisa cepat tiba di sana.

Meet To Be Together || 지천 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang