03

929 119 2
                                    

"Mbak Alle!!" Panggil Zihan dari ruang tengah.

"Apaan sih, berisik. Teriak-teriak mulu. Cewek bukan? Kayak tinggal di hutan aja." Gerutu Alle sambil menuruni tangga menuju ruang tengah.

"Hehe.. Ayo, nanti keburu Jenannya dateng."

"Nyenyenye.. Masih setengah enam, Zii. Santai aja kali." Keluh Alle.

Hari Minggu, pagi-pagi sekali, bahkan matahari saja belum muncul. Setelah sholat shubuh ber-jama'ah di rumah, Zihan langsung mendobrak pintu kamarnya, mengajaknya bersepeda.

Alle jelas kaget. Si gembul lumba-lumba ini dapat niat darimana mau olahraga pagi? Padahal tiap hari Sabtu, jadwalnya Alle ke gym bersama Ria dan Naura, gadis itu tidak pernah mau ikut.

Ternyata, memang ada udang di balik batu.

Zihan mengajak Alle bersepeda pagi karena anak itu sudah janjian dengan 'cemcemannya' di Monas sejak hari Jum'at.

Karena tidak diizinkan oleh sang ayah kalau pergi sendiri dan berakhir berduaan dengan Jenan, makanya Zihan menarik sang kakak untuk menemani mereka.

Alle mana siap? Kemarin malam ia begadang menonton serial Drama Koreanya untuk menghabiskan malam Minggu, jam dua pagi baru tidur. Lalu, tiba-tiba ditarik untuk sepedaan pagi-pagi.

Memang, kalau ada butuhnya saja, anak itu akan menarik kakaknya sebagai tameng. Haduh, untung Alle sayang Zihan.

Jenan juga sudah menelepon Tara kemarin sore, ijin mengajak Zihan dan Alle bersepeda pada hari Minggu pagi. Dan nanti, Jenan akan menjemput kakak-beradik itu, supaya mereka bisa bersepeda bersama sekaligus izin lagi pada orang tua mereka.

"Assalamu'alaikum!" Nah, yang dibicarakan muncul.

Zihan dan Alle yang tengah mengikat tali sepatu mereka di teras rumah menoleh cepat ke arah gerbang, di sana ada Jenan yang tengah duduk di atas sepeda hybrid warna hitamnya sambil melambaikan tangan kanannya pada Alle dan Zihan.

"Wa'alaikumsalam!" Jawab mereka berdua bersamaan, tapi dengan nada yang berbeda.

Zihan yang antusias menyambut Jenan dan Alle yang biasa saja. Yah, kalau bisa Alle balik saja ke kamarnya dan tidur lagi sampai nanti adzan dzuhur. Tapi, tidak bisa, nanti Zihan dan Jenan jadi berduaan, tidak baik. Bukan mahram.

Alle yang bergerak membukakan pintu gerbang untuk Jenan. Kalau Zihan yang membukakan nanti kelamaan pakai acara bengong dulu, menganggumi penampilan Jenan yang jujur saja, memang sangat tampan saat ini, kaos polos warna hitam, celana training Adidas, dan topi warna putih.

Yang ada malah tidak jadi bersepeda mereka.

"Makasih, mbak Letta.." Ucap Jenan dengan gummy smile nya

"Sama-sama. Masuk dulu ke dalem, ya? Izin sama Ayah." Tutur Alle.

"Pasti, lah. Jenan nggak lupa kok, hehe.." Ucapnya sambil melirik ke arah Zihan yang masih duduk diam di kursi teras.

Menunduk malu, pipinya memerah saat ini. Walau tidak berdandan, tapi Zihan menggunakan warna pakaian yang memang sempat Jenan bilang, kalau warna itu adalah warna kesukaannya.

Warna biru langit.

Zihan jadi terlihat cantik.

Alle dan Zihan mengantar Jenan bertemu dengan Tara dan Dara yang tengah duduk di ruang tengah, memang sedang menunggu Jenan.

Tara dan Dara sendiri memang sudah mengenal Jenan dengan baik, bukan sekali-dua kali Jenan ke rumah hanya untuk bertemu Zihan.

Kadang bersama teman-temannya, kadang sendiri. Dan, kalau sudah begitu, Alle lagi yang harus rela jadi nyamuk mereka.

RaguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang