3. Pertemuan Pertama

122 17 3
                                    

I Think I'm in Love 03

3. Pertemuan Pertama
.
.
.
.
.

Pak Pradipta: Om lagi pengen ketemu teman deketnya om... Ayah kamu

Liona: oh gitu Om, yah udah silahkan

Pak Pradipta: sekalian om mau minta izin bawa kamu tinggal bersama om

Liona: he? Maksud Om?

Pak Pradipta: iya, bisa kan? Lagian, Ayah kamu ada wasiat yang beliau berikan sebelum meninggal

Liona: apa itu om?

Pak Pradipta: Ayah kamu menitipkan anak gadis satu-satunya dan menjamin semua kebutuhan Liona, dan om sudah berjanji bakalan menuruti semua itu

Liona: bagaimana yah om... Aku juga sedikit bingung karna ini terlalu tiba-tiba, bisa beri waktu dulu nggak om?

Pak Pradipta: Baiklah, ini kartu nama om. Hubungi saja kalo sudah siap

Liona: Iya om, terimakasih banyak

Aku masih bingung karna menurutku ini sangat tiba-tiba dan belum bisa aku putuskan secepat ini. Memang aku butuh tempat hidup bahkan kebutuhan sehari-hari aku masih kacau. Tapi mengingat perkataan Om Pradipta yang akan merawatku, tapi aku sedikit takut tapi sedikit senang. Karna Om Pradipta adalah teman baik Ayah tapi aku masih belum mengenal bagaimana Om Pradipta itu.

~

[Minimarket]

Sudah seminggu setelah Om Pradipta yang ingin mengajakku tinggal dirumahnya, tapi sampai sekarang aku masih bingung dengan ajakan itu. Saat ini aku telah mendapatkan pekerjaan meskipun hanya sekedar magang sementara, tapi sudah cukup untuk mendapatkan biaya sehari-hariku. Bekerja menjaga Toko Serba dan masuk setelah pulang kampus.

Sudah tiga hari kerja dan semua masih lancar dan berjalan aman. Disini aku bekerja bersama teman cowok yang magang juga dan masuk di pagi sampai sore, dan aku masuk sore sampai malam. Mungkin awalnya aku merasa berat tapi semakin dirasakan ini lumayan bagiku.

Saat ini masih sepi pelanggan dari hari hari sebelumnya, mungkin sedang hujan deras jadi orang-orang malas untuk keluar. Aku hanya duduk dan memain kan ponsel yang aku genggang dan menunggu pelanggan masuk. Saat lonceng pintu berbunyi aku langsung berdiri dan menyambut pelanggan pertama malam ini.

Liona: Selamat datang

Saat memandangi pelanggan tadi, aku hanya bisa terdiam melihat wajahnya. Wajahnya yang masih muda, tampan dan terlihat manis dengan bentuk tubuh tinggi dan tidak terlalu berisi tapi sangat pas dilihat. Kulit putih yang bersih sangat jelas dilihat, bahkan saat beranjak ke rak untuk melihat barang pandanganku masih terpukau dengan visual pelanggan ini.

Baju yang bernuansa coffe dipadukan celana putih dan kacamata membuat kesan cowok itu terlihat sempurna. Kenapa aku masih memikirkan cowok itu padahal aku sedang bekerja, aku harus fokus untuk tidak dimarahi bos.

Saat dia sudah selesai memilih barang belanjaan, dia menuju tempat kasir dan menyodorkan barangnya. Dengan jelas wajahnya yang penuh dengan aura yang positif, kini telah di hadapanku. Aku hanya bisa memandanginya dan terus memandangi nya.

Agha: Maaf, barangku bisa di scan cepat? Aku lagi buru-buru

Liona: ......

Agha: woi? Denger nggak? Ini kasirnya nggak bisa dengar yah?

Liona: .....

Agha: Permisi, bisa denger nggak? Aku lagi buru-buru.... Cantik sih tapi budek

Liona: hee? Tadi kamu bilang apa?

Agha: nggak ada... Buruan scan ini, kamu niat kerja nggak sih?

Liona: eh? Ah maaf.... Hanya ini belanjanya? Ini promo loh, ini beli 2 15 ribu

Agha: scan ini cepat, atau aku ke toko yang lain

Liona: Maaf.... Ini terimakasih

Apa-apaan tadi? Aku tidak salah denger kan? Cowok tadi bilang aku budek? Aku masih kaget dengan perkataan cowok tadi? Aku kira sifatnya bakalan kalem sesuai dengan visual yang sudah sempurna. Tapi sepertinya aku akan menarik semua pujian tapi bagaimana pun visualnya memang bikin terpesona.

Setelah mengambil barangnya, ia pun keluar dari toko. Dari belakangpun dia masih terlihat gagah. Apa-apaan ini kenapa aku masih memuji orang yang telah mengejekku tadi, aku harus menerima kenyataan ini.

Setelah bekerja aku lansung bergegas untuk pulang. Setelah sampai di rumah, aku lansung meletakkan semua barangku dan membuka bingkisan makanan yang tadi aku beli. Seketika terlintas lagi ajakan dari Om Pradipta yang mengajakku untuk tinggal dirumahnya.

Tapi kenapa semakin aku memikirkannya hatiku mengatakan menerima ajakannya. Aku tau sekarang yang kubutuhkan hanya kepastian kehidupan, tapi mengingat belum mengenal dengan baik bagaiman orang itu. Tapi aku mengingat lagi bahwa ini wasiat dari Ayah, dan harusnya aku mengikuti semua perkataan Ayah.

[Menelpon]

Liona: Halo Om?

Pak Pradipta: Liona? Bagaimana kabar kamu nak?

Liona: baik om... Ada yang mau aku omongin

Pak Pradipta: bagaimana? Sudah di pikir-pikir? Ini demi kebaikan kamu juga dan Ayah kamu

Liona: Aku mau Om... Aku mau tinggal dirumah Om

Pak Pradipta: baiklah, sekarang kemas semua yang kamu butuhkan

Liona: ehh? Sekarang Om? Sudah jam 10 Malam loh

Pak Pradipta: Nanti orangnya Om akan datang menjemput jadi berkemas lah

Liona: tapi om?.... Baik lah, kalo begitu Aku sipa siap dulu om... Sekali lagi Terimakasih Om

[Kediaman Pradipta]

Saat memasuki kawasan rumah Om Pradipta, aku hanya bisa terdiam dengan mulut terbuka. Bagaimana bisa orang ini memiliki rumah sebesar ini dan halama yang sangat luas, kalo aku jalan kaki dari gerbang pasti melelahkan. Rumah yang sangat besar apa nyaman ditempati? Tapi agak seram, tapi ini rumah yang sangat indah.

Saat memasuki rumah, suasana didalam lebih megah dari pada pemandangan dari luar. Perabotan yang modern semua tersedia disini, bahkan semua tata rumah ini sangat cantik dan rapih. Aku hanya bisa bengong melihat sekeliling ruangan ini, padahal ini belum semua yang aku lihat.

Pak Pradipta: Kamar kamu ada di atas, dekat kamar anak om

Liona: eh? Lantai 2?

Pak Pradipta: bukan, laintai 3

Dalam hatiku, rumah ini sebesar apa sih sampai punya 3 lantai? Aku hanya terdiam dan mengikuti pelayan yang sedang menuntunku untuk kekamarku. Diperjalanan aku hanya bisa melihat sekeliling rumah ini, bahkan ke kamar saja harus berjalan dengan lama, padahal hanya ke kamar. Kalo mau ke dapur apa tidak melelahkan?.

Saat sampai didepan kamar, aku sangat deg-degan. Pelayan pun membuka pintu dan mempersilahkanku untuk masuk. Yang membuatku terkesan, luas kamar ini bisa dijadikan kamar 3 petak. Inginku menangis melihat ini semua karna ini sangat luas dan mubazir untuk 1 orang. Sungguh kamar yang rapih dan cantik, tapi apa benar ini kamarku? Ini terlalu bagus untuk aku tiduri.

Aku beru ingat omongan Om tadi, kamar aku dekat kamar anaknya. Aku penasaran bagaimana rupa anak dari om, karna Om Pradipta saja terlihat gagah pasti anaknya juga Cantik dan tampan. Saat melangkah keluar dan ingin menyapa anak Om, aku sangat terkejut melihat sosok pria yang tidak memakai atasan dan hanya memakai celana pendek. Awalnya aku pikir oh ini anak om yah? Tapi aku terdiam dan merasa bingung karna sosok didepanku ini.

Liona: hee? Kamu kan?

Agha: kamu siapa? Ngapain disini?

Liona: kamu anak Om Pradipta?

Agha: bukan itu yang penting, kamu siapa? Kenapa kamu bisa masuk disini? Terus kenapa kamu didepan kamarku?

Liona: ak-aku tinggal di kamar ini (menunjuk kamarku)

Agha: Haaa?

******
Author: nggak sedih lagi kok wkwkwkwk

I Think I'm in Love [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang