"Papa, hari ini Bell dapat cake strowberry dari aunti. Cakenya enak, tapi mama gak bisa buat" celoteh Bell yang baru pulang dari rumah Historya, setelah menghabiskan hampir seluruh hari hanya bermain.
"Papa bisa buat" jawab Rainer yang saat ini sedang menjalin rambut putrinya.
Mendengar itu, tatapan mata Bell langsung berbinar-binar. Ia menatap papanya dengan tertarik, berharap ucapan papanya benar.
"Saka mau cake Papa juga. Boleh?" Tanya Saka yang kini meninggalkan mainannya di lantai. Si kembar nomor dua itu berusaha memanjat kaki papanya untuk naik dan ikut mengobrol bersama Bell.
"Boleh dong. Papa buatkan banyak, biar kalian puas" ucap Rainer menjawab dengan suara khas anak-anak. Melihat Saka yang tampak kesusahan, akhirnya ia bergerak untuk mengangkat Saka sedikit naik ke atas pangkuannya.
"Tapi kata Mama, kita gak boleh banyak makan makanan manis. Nanti giginya ompong kayak paman Jay" celoteh Sean, si sulungnya yang ikut nimbrung.
"Boleh, tapi selesai makan, giginya harus di sikat, biar manis-manisannya enggak lengket. Kalau lengket, nanti giginya busuk dan harus di cabut" jawab Rainer tampak sabar menghadapi celoteh anak enam tahun.
Sean si anak tengah dengan hayalan luasnya langsung menutup mulutnya menggunakan tangan. Air mata Sean bahkan sudah menetes. "Sean enggak mau ompong" ucapnya menahan tangis, karna membayangkan ucapan Papanya.
Jelas hal itu membuat Rainer tertawa terpingkal-pingkal. Dia benar-benar tidak menyangka, si anak peka nya ini akan membayangkan ucapannya. Anak-anak memang terlalu polos dan inilah yang Rainer sukai.
^^^
Tau rasanya sekolah punya tetangga sekolah juga? Seperti Bell saat ini. Sekolah mereka berhadapan langsung dengan sebuah sekolah negeri. Pasalnya, beberapa tahun ini, sekolah itu benar-benar memperlihatkan kebuasannya hingga menerima semua tantangan tawuran. Dan sebagai murid yang sekolah di tempat khusus perempuan, jelas sekolah mereka tidak bisa ikutan. Maka dari itu, mereka semua harus pulang menggunakan gerbang belakang alias gerbang dari sekolah khusus cowok yang berada di belakang sekolah mereka, untuk menghindari korban jiwa.
Hari ini Bell pulang sedikit telat karna harus memeriksa sesuatu di komputer sekolah mereka. Dan saat ia keluar, sekolahnya sudah cukup sepi.
Tidak ingin membuang-buang waktu, Bell berjalan menuju sekolah belakang. Dia sangat tahu bahwa dirinya akan selalu aman, karna ada beberapa ajudan Momo yang menjaganya dari belakang. Melihat pergerakan yang mencurigakan, ajudan-ajudannya akan keluar untuk menolongnya.
Namun saat ia hampir gerbang depan, langkah kakinya terhenti saat matanya melihat sesuatu yang tampan, yang saat ini sedang berjalan ke arahnya sambil membawa tongkat bisbol.
Sebelum moment ini hilang, Bell langsung memberikan aba-aba kepada ajudannya agar tidak mendekat. Jelas Bell harus menggoda si tampan ini terlebih dahulu untuk menambah mood bossternya.
Storm, si laki-laki dingin yang tampan yang merupakan pentolan sekolah khsusus cowok yang berada di belakang sekolah mereka, mendekat ke arahnya. Jelas wajah Storm tidak akan seramag wajahnya yang merupakan penggemar dari cowok tampan.
Rasanya Bell ingin menggoda sebentar, namun di urungkan karna wajah Storm benar-benar tidak bisa di ajak kerja sama. Apalagi melihat tongkat bisbolnya yang tampak kotor karna cipratan darah. Bell sangat yakin, Storm dan teman-temannya ikut tawuran.
Sejujurnya, Bell tidak takut sama sekali. Melihat darah sudah hampir seperti makanannya. Setiap hari, ia pasti mengikuti Momo bekerja.
Namun melihat wajah permusuhan Storm, Bell dengan refleks mundur beberapa langkah. Responnya yang refleks itu membuat Storm menyeringai.
"Lo Bell Briliant kan? Orang yang ngebully Moana?" Tanya laki-laki itu dengan terang-terangan. Tampak siap untuk ngajar Bell war juga.
"Namanya bener. Tapi keterangannya salah. Siapa itu Moana?" Tanyanya santai, sama sekali tidak ketakutan. Pasalanya, hampir seluruh murid-murid dari sekolahnya takut kepada Storm. Sumber ketakutan itu bukan hanya dari gelar sebagai pentolan yang ia dapat, melainkan sifat Storm yang terlihat psikopat. Dan semua itu hanya romor. Bell jelas menolak percaya, sebelum melihat dan berinteraksi secara langsung dengan laki-laki itu. Dan menurut rumor juga, Storm menyukai si anak baru, Moana.
"Melihat ekspresi lo sekarang, gue percaya semua apa yang gue dengar" ucap Storm menyimpulkan sendiri.
"Lo sesuai dengan yang gue dengar. Benar-benar paket sempurna. Tampan dan bajingan" ejek Bell terang-terangan. Walau begitu, Bell tampak tidak merasa bersalah menikmati wajah tampan Storm, lalu menyimpannya rapat-rapat untuk di kenang.
Kesal dengan ucapan Bell, laki-laki itu langsung menerjang tubuh Bell, hingga tubuh gadis itu tersandar ke batang pohon yang berasa di depan lapangan basket. Wajah Storm sudah memerah, berusaha menahan emosi.
Namun bukannya ketakutan, gadis itu malah tampak menikmati wajah Storm dari dekat. Bahkan matanya sudah berbinar-binar karna mendapatkan kesempatan emas seperti ini. "Ternyata lo seberani ini ya" bisik Storm, menarik tubuh gadis itu mendekat ke arahnya, hingga mereka tidak tersisa celah sedikitpun.
"Sebagai penyuka cowok tampan, gue jelas menikmati ini semua" jawab gadis itu juga berbisik di telinga Storm. "Gue suka wajah lo. Rasanya pengen gue bawa ke rumah dan di jadikan pajangan kamar. Lo mau gak?" Tawar Bell terkekeh, yang kini malah memeluk Storm agar pelukan mereka tidak terlepas.
Benar-benar gila.
Storm tau bahwa gadis di depannya ini bukan tandingannya, akhirnya ia memutuskan untuk melepaskan genggamannya. Tubuhnya langsung bergerak mundur, berusaha menjauh. Ia bahkan sempat melirik wajah pasrah gadis itu, seakan memang tidak ingin melepaskannya.
Entahlah, sekarang dirinya lah yang bingung, sebenarnya seperti apa sifat gadis ini. Ia tidak bisa menilainya secara langsung.
"Yah pelukannya baru bentar doang. Yaudah deh. Kalau lo tertarik sama tawaran gue tadi, jangan sungkan-sungkan ngomong ya. Gue harus balik, karna Papa gue udah jemput. Bye cowok tampanku" ucap Bell, sambil melirik ke arah gerban, dimana mobil Papa serta pengawal papanya sudah terparkir. Momo bahkan sudah keluar dari mobil, untuk membukakan pintu untuknya.
Untung saja sekolah sudah sepi saat ia pulang. Bisa-bisa, semua orang akan tau bahwa dia anak seorang mafia, melihat dari kawalan panjang papanya yang hanya untuk menjemput dirinya, lantaran ada sebuah tawuran sekolah.
Namun Storm yang melihat itu semua jelas semakin penasaran. Ada lima mobil hitam yang terparkir di depan gerbang sekolah mereka, dan masing-masing mobil, keluar dua orang pihak kemanan yang memakai jas hitam lengkap seperti seorang ajudan. Belum lagi, saat Bell berjalan santai menuju gerbang, ada lima orang laki-laki lainnya yang memakai pakaian biasa, berjalan di belakang gadis itu seakan sedang mengawal. Dan ia baru menyadari bahwa perlakuannya tadi ternyata di awasi oleh banyak orang.
Siapa sebenarnya gadis itu?
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelampiasan Badung
Teen FictionBell menatap pemandangan di depannya dengan kesal. Sebagai perempuan, Bell sangat mengakui bahwa si anak baru itu memang cantik. Hanya saja, ia tidak tahu ternyata seluruh cowok-cowok tampan sumber moodnya, membenci dirinya tanpa sebab secara teran...