Chapter 5 - Natal

622 115 12
                                    

"Papii kemana saja?~" Off baru saja pulang dari acara jalan-jalannya, dan ternyata Sean sudah terbangun dari tidur siangnya.

Off segera menggendong putranya yang sedang merajuk itu, "Papii membelikan macaron kesukaan Sean!" Seru Off, untung saja tadi ia sempat mampir.

"Wahhh.. Sean mau makan sekarang." Katanya sambil meronta agar diturunkan dari gendongan Off.

"Pelan-pelan makannya ya.." Sean mengangguk lalu menyambar bungkusan dari tangan Off untuk segera ia buka dan lahap..

"Off." Off menoleh saat Mook memanggilnya

"Besok natal, keluargaku yang lain akan datang."

"Lalu?" Tanya Off

"Aku tak ingin kita terlihat tak akur, ini demi Sean juga. Kita harus menunjukkan bahwa hubungan kita baik-baik saja meski sudah bercerai." Jelas Mook.

Off sedikit berpikir kemudian mengangguk setuju, "Baiklah. Maafkan aku karena terlalu kasar juga kemarin."

Mook hanya mengangguk dan berlalu, tak ingin membahas tentang itu lagi. Off menghela nafas, lelah, sungguh ia merasa sangat bersalah karena terus menerus menyakiti Mook. Tapi, mau bagaimana lagi? Gun tak akan pernah terlupakan dari hati dan pikirannya walau barang sedetik.

*****

Satu hari sebelum Natal.

"Coba hiasan sinterklas yang kecil itu." Pinta Gun

"Yang mana? Yang ini atau yang ini?" Tanya Luke sambil menyodorkan dua buah hiasan berbentuk sinterklas.

"Yang sedang membawa hadiah." Segera Luke memberikan hiasan itu kepada Gun yang sedang berdiri di atas sebuah bangku.

Gun dan Luke sedang menghias sebuah pohon natal. Terlambat memang, karena besok sudah natal sedang mereka baru membuatnya hari ini. Gun sangat disibukkan dengan launching koleksi musim dinginnya hingga ia baru sempat membuat pohon natal hari ini.

"Hey, kopi ini terasa berbeda dari yang biasanya." Kata Luke setelah meminum kopi yang sempat Gun beli saat sedang diperjalanan pulang tadi.

"Oh itu.. Aku beli di kafe yang baru saja buka itu loh."

"Yang kemarin kita lewati?"

"Iya.. aku penasaran karena tempat itu selalu ramai."

"Namanya juga tempat baru."

Gun mengangguk setuju, "Tapi hey, aku rasa aku lumayan terkenal."

Luke tertawa, "Kenapa tiba-tiba kau berpikiran seperti itu?" Luke menghampiri Gun yang tengah sibuk menata berbagai hiasan di pohon natal berwarna putih itu.

"Kemarin ada yang mengikutiku dan terus memanggil namaku, samar-samar sih, mungkin aku salah dengar."

Luke membola, "Stalker?"

"No, no.. jangan overthinking seperti itu ah."

"Itu namanya menyeramkan, apanya yang terkenal."

"Ya siapa tahu itu fansku karena aku kan sering muncul dibeberapa majalah." Jawab Gun percaya diri

Luke lagi tertawa, "Seharusnya kau menjadi selebriti alih-alih menjadi pembisnis."

"Kenapa? Wajahku menjual ya?"

Luke menggeleng, "Kepercayaan dirimu luar biasa."

Gun tertawa, "Tidak ah. Menjadi selebriti itu tidak enak tahu, tidak bebas, apa-apa menjadi berita, diikuti paparazi, tak bebas mencintai seseorang. Dulu juga Off—" Gun segera berhenti, ia kaget sendiri dengan apa yang tiba-tiba terlontar dari mulutnya itu.

SIN S2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang