01 | LAST DAY OF SPRING

945 86 4
                                    

[Seoul, Korea —;penghujung musim semi]


Suara peraduan kulit dari dua orang yang melabeli diri sebagai sepasang kekasih mengalun diiringi desah dan geraman dari keduanya. Kamar yang tak terlalu luas dengan penerangan yang sengaja di setting temaram turut mendukung penyatuan dua insan itu. Peluh membasahi kulit polos keduanya yang terbias lampu kecil diatas nakas. Pria yang memposisikan dirinya diatas, menghentak semangat pinggulnya mengejar pelepasannya. Sedangkan seorang pria lagi terbaring pasrah dibawah kungkungan sembari mendesahkan nama pria diatasnya.

Ya, mereka adalah sepasang pria dan pria yang tak bisa menahan kehendak hati ketika ingin saling berlabuh pada satu sama lain. Mereka tentu tahu bahwa ini adalah sesuatu yang masih tabu dimasyarakat, namun mereka juga tak bisa menahah hasrat hati yang saling menginginkan satu sama lain.

ugh! J-jeonggukhh ... mmhh ... d-deeper.”

Pria diatasnya mendengar permohonan itu dan semakin kuat untuk menghentak lebih dalam dan cepat. Hingga satu lenguhan yang cukup panjang menjadi pertanda pelepasan mereka saat itu. Keduanya terengah layaknya sehabis lari marathon dengan dada yang naik turun—meraup oksigen dengan rakus. Pancaran kedua obsidian yang saling menatap sayu menggambarkan kelegaan bagi mereka. Kelegaan karna tahu telah saling memiliki, saling menyayangi dan saling mencintai satu sama lain. Setidaknya begitu untuk saat ini karna tak satu pun dari mereka tahu akan apa yang terjadi nanti. Setelah selesai dengan peraduan panas, kedua pria itu kemudian berakhir saling merengkuh dalam balutan selimut. Yang lebih tua sesekali mengecup dalam kening pria dalam rengkuhannya.

“Gguk hyung....”

Hum?”

Ia tersenyum. “Terima kasih.”

Jeongguk menyeringai. “Untuk malam ini?”

Yang lebih muda lantas buru-buru menggeleng dan menjawab. “Bukan,”

“Lalu?”

“Untuk hadir dalam hidupku, dan mau menampung aku dan seluruh kasih sayangku.”

“Tidak menampung, aku hanya mendapat apa yang memang seharusnya aku terima, Jimin.”

“Apa? Kasih sayangku?”

“Cintamu seluruh hatimu, kamu tidak memberikan itu untukku?”

Jimin mendongak menatap jelaga sekelam malam yang menatapnya lembut, penuh kasih sayang. “Tentu saja, semua yang ada padaku milikmu.”

“Iya ... Kamu milikku—milik Jeon Jeongguk.”

Jeongguk mengeratkan rengkuhannya pada pemuda yang lebih mungil darinya. Tubuh yang masih sama-sama polos bukan halangan untuk memapas jarak diantara mereka. Tentram dan damai hingga nafas teratur mereka terdengar diiringi suara detak jantung yang menenangkan milik masing-masing. Beberapa saat hanya detik jam dinding yang turut menemani ketika dua pasang mata menutup dengan tenang. Itu beberapa saat sebelum pintu dibuka dengan kasarnya hingga membangunkan dua presensi yang tengah berbagi kehangatan malam itu. Keduanya terkejut tentu saja, melihat pintu dibuka kasar menampilkan dua pria dewasa dengan wajah memerah dan matanya dipenuhi api kemurkaan. Itu Jeon Woosik dan Park Dongwoo—ayah dari Jeongguk dan Jimin.

“Apa-apaan ini, Jeongguk!”

Pria yang berstatus sebagai ayah Jeongguk itu berteriak nyalang melihat putranya berbagi kehangatan tanpa sehelai benang pun dengan putra tunggal sahabat karibnya. Melihat banyaknya tanda cinta muncul disekitar leher dan selangka pria yang lebih mungil, Woosik sebenarnya tak cukup bodoh untuk menyimpulkan apa yang baru saja terjadi.

[END] Within The Past [Kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang