Dinikahi Siluman Ular
Bab 2 : Cincin Ghaib"Akhhhhh!" Aruna kembali menjerit keras. Dengan refleks ia berlari keluar dari kamarnya menuju ke kamar mandi lalu membuang cincin tersebut ke dalam kloset WC.
Dadanya bergemuruh hebat. Pikirannya berkecamuk antara meyakini bahwa yang dialaminya adalah mimpi dan kenyataan.
Namun, cincin itu benar-benar nyata. Sedangkan pria yang bernama Dewandaru tersebut, ia bahkan tak pernah melihat wajahnya. Juga tak pernah melihat di televisi. Atau di sosial media lainnya.
Dengan perasaan yang tak nyaman, Aruna pun kembali ke kamarnya dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan. Terduduk berpikir keras tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Hingga membuat dirinya tak sadar saat dipanggil oleh bibinya."Aruna!" pintu digedor keras.
"Aruna!" panggilnya lagi, hingga membuat Aruna mengerjap kaget.
"Runa! Kamu dengar gak sih!?" umpat Sumi- bibinya kesal.
"Iya Bi, Runa dengar kok," balas gadis itu gelagapan menghampiri dan membuka pintu kamarnya. Ia bahkan tak ingat bahwa dirinya refleks mengunci kamarnya beberapa saat lalu.
"Kamu itu! Seorang anak gadis tapi pemalas! Gak tau diri! Sudah numpang hidup malah enak-enakan dengan sikap malas!" sang bibi memborong kalimat dengan gerundelnya.
Sedangkan Aruna hanya terdiam pasrah saat bibinya mengatai dirinya. Sadar akan nasib yang saat ini tengah dijalaninya. Hidup sebagai tamu abadi bagi bibi dan pamannya. Tentu harus membuat dirinya bersikap tahu diri.
Setidaknya, dirinya harus berguna bagi bibinya. Semisal pembantu gratisan."Cepat beli sayuran! Pakai bon yang jelas, takut kalau-kalau uang kembaliannya di korupsi sama kamu!" lontarnya blak-blakan. Mengungkapkan isi pikirannya yang memandang rendah pada keponakannya tersebut.
"Iya Bi," Aruna menjawab patuh seraya mengambil uang yang disodorkan oleh bibirnya untuk berbelanja.
"Sekalian cuci sayurannya! Terus masak! Bentar lagi Rasti, sepupu kamu berangkat ke sekolah!" titahnya ketus.
"Iya Bi jawab Aruna menunduk. Gadis itu hampir tak pernah membantah ucapan bibinya karena menyadari bahwa dirinya memang layak perlakukan demikian. Numpang hidup.
Memilih sayuran yang segar dan bervariasi adalah keahliannya. Meski dirinya masih menyandang status seorang gadis, karena sudah terbiasa berbelanja di tukang sayur bersama ibu-ibu tetangga yang lainnya, begitu juga dengan yang lain, sudah tidak heran jika Aruna si gadis cantik itu berbelanja sayuran.
Sering, ibu-ibu tersebut blak-blakan berbicara pada Aruna tentang menginginkan dan mengharapkan bahwa Aruna suatu saat akan menjadi jodoh salah satu anak mereka.
Bahkan dengan terang-terangan kadang mereka meminta Aruna untuk dijodohkan dengan putra-putra mereka, sayangnya Aruna tidak menanggapinya dengan serius hanya tersenyum ramah.
"Udah punya pacar belum neng geulis?" tanya salah satu ibu paruh baya yang ada disitu.
Aruna menggeleng pelan, "belum ada yang mau bi," jawabnya polos.
Yang lain pun tersenyum saling bersikut ria."Ya sudah terima saja atuh anak bibi, itu si Aleh, tau sendiri kan, gitu-gitu juga dia anaknya rajin bekerja, meskipun cuma lulusan SD, tapi dia itu pinter nyari uang. Zaman kiwari mah gak perlu pendidikan yang tinggi, yang penting banyak uang. Ya nggak ibu-ibu!" ibunya Aleh memuji putranya.
"Iya. Ngapain juga jadi sarjana kalau gak pinter cari uang. Kalau pinter nyari uang, nantinya bakal punya kebo banyak, punya sawah banyak, nikah sama anak ibu ya!" bujuknya lagi.
"Eh, Aruna, mending nikah sama anak saya saja. Anak saya mah tampan rupawan, seperti Arjuna, enggak papa enggak naik kelas 3 kali waktu SD, toh cuman enggak naik kelas tiga kali. Kalau nikah sama anak saya, seperti memperbaiki keturunan," potong Bi Inah. Hingga yang lain pun ikut tertawa dengan penuturan Inah yang katanya cuma tiga kali gak naik kelas.
"Eh! Ibu-ibu, kalian jangan mimpi punya mantu si Aruna! Dia mungkin emang belum pacaran, tapi udah nikah!" celetuk Yuli. Seorang wanita muda yang seusia dengan Aruna. Namun, dia adalah seorang janda muda akibat nikah setahun yang lalu dalam pernikahan kecelakaan. Yuli, janda kembang yang populer, yang merasa tersaingi dengan kehadiran Aruna.
"Nikah? Masa saya sudah nikah sih Yul. Boro-boro nikah, calonnya saja belum ada.
Lagian, saya juga masih sekolah SMA lah. Belum kepikiran untuk nikah, saya juga pengen cari kerja dulu, kalau habis lulus sekolah. Pingin kerja, seenggaknya untuk diri saya, biar gak terus bergantung sama bibi," sangkal Aruna santai. Sudah terbiasa dengan sikap sinis Yuli."Ohya! Heh Aruna, jangan bohong! kamu tuh lihat di tangan kamu ada cincin nikah! Kamu pikir saya tak tau itu cincin pernikahan! Saya juga pernah make!" hardik Yuli kesal.
Semua orang pun sontak menatap ke arah Aruna, sedangkan Aruna membelalakkan matanya saat melihat dijari manisnya kembali tersemat cincin yang dibuangnya tadi pagi.
Gadis itu pun memerhatikan tangannya yang sedikit bergetar, ia yakin, sungguh yakin bahwa tadi pagi telah membuang cincin itu.
Tapi, kenapa cincin itu sudah ada di tengahnya lagi? Dan sejak kapan cincin itu berada di tangannya?Bulu kuduknya meriang ketakutan, ini fenomena yang tak pernah dihadapinya seumur hidup. Berurusan dengan hal yang tak masuk akal.
"Jawab Aruna! itu cincin pernikahan kan!?" Yuli mendesak jawaban.
Aruna menggeleng pelan, "saya belum nikah kok, tanya saja pada bibi saya kalau nggak percaya," sangkalnya pelan, lalu dengan secepatnya ia memberikan uang untuk membayar belanjaan sayurnya.
"Iya! Kalau nikah, pasti si Nok akan ngasih tau sama kita-kita!" timpal yang lain tak percaya. Mereka pun tak tahu jenis cincin pernikahan itu seperti apa.
"Ya sudah, ibu-ibu, saya pamit duluan ya," pamitnya sedikit pamit. Ibu-ibu pun mengangguk setuju.
"Ya sudah, duluan saja, tapi, pikirkan baik-baik ya, tawaran ibu," Bi Inah berpesan. Aruna hanya membalas dengan senyuman samar.
Saya pamit ya,"assalamualaikum," ucap Aruna seraya pergi meninggalkan kerumunan belanjaan sayur, sesegera berlari ke rumahnya.
Berlari sekencangnya seraya mengamati cincin itu, benar saja cincin yang tersemat nama Dewandaru, kembali berada di tangannya.
Ya Tuhan, ini kenapa cincinnya balik lagi padaku. Aruna membatin penuh kekhawatiran.
Dengan cepat ia pun menyimpan barang belanjaan sayurnya di meja makan yang tersedia di dapur, setelah itu bergegas pergi ke kamarnya untuk menenangkan pikiran.
Aruna menutup pintu kamarnya dengan perlahan, pikirannya masih mengembara pada kejadian semalam dan pagi ini.
"Sudah pulang Nyimas Aruna?" tanya sebuah suara yang semalam didengarnya. Suara yang terasa menggelegar ditelinganya.
'Suara itu? Eh, tunggu! itu suara ... ' Aruna pun membalikkan tubuhnya ke arah suara yang bertanya padanya.
Damn! Ternyata itu suaranya Dewandaru.
Aruna hampir saja berteriak ketakutan, ia pun hampir terjengkang ke belakang saking terkejutnya, lalu tubuhnya beradu dengan pintu kamarnya.
"Om! Ngapain disini!?" tanya Aruna terkejut.
"Om?" Dewandaru menyipitkan matanya menatap tajam pada Aruna. Detik berikutnya matanya menyala terang.
Lah, di kamar Aruna ada Dewandaru ... Ngapain ya?
Bersambung ...
Kalau nyampe 100 yang bagiin, besok pagi aku paksain up bab 3. Kalau ga nyampe, berarti nungguin mood aku aja ya 😁
Stamplat, Garut perbatasan 16 November 2021
By Juwita Abdillah
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Siluman Ular
Teen Fiction'Dasar mesum! Aku bahkan gak pernah mikir ngasih keperawanan aku sama, Om!' umpat Aruna jengkel. Bola mata Dewandaru membulat dengan umpatan Aruna. Pipinya memerah padam. Bahkan matanya berwarna merah menyala. "Tidak berniat memberikannya padaku? L...