Bab 13 : Selir Ke Seribu
Aruna setengah berlari menuju ke arah Dewandaru yang masih menyala terang matanya. Meninggalkan Ansel sendiri yang kesakitan tangannya.
Gadis itu berjalan mendekati Dewandaru, dengan rasa sedikit takut, Aruna pun menyentuh pelan tangan sang pria yang terselimuti amarah.
"Dewandaru ... " panggilannya lembut.
"Dewandaru, aku mohon, lepaskan Ansel."
Pintanya dengan suaranya yang terdengar berat karena ketakutan. Berharap pria tampan itu mendengar suaranya. Dan bersedih melepaskan Ansel.Mendengar suara Aruna yang lirih, matanya pun mulai meredup perlahan, lalu menoleh kearah Aruna yang terlihat cemas. Tatapan sayu itu mampu menaklukkan hati Dewandaru, luluh hingga amarahnya pun sirna dan bibirnya pun berhenti bergerak.
Dewandaru pun meraih lembut tangan Aruna, meraih jari-jemarinya, bibirnya kembali bergerak-gerak kecil. Samar-samar terdengar oleh Aruna sang pria mengucapkan sebuah mantra lalu beberapa detik kemudian Dewandaru pun meniupkan sebuah kata pada cincin tersebut. Sayangnya Aruna hanya mendengar bisikan lirih.
"Dia bersikap kasar pada Nyimas," pria itu menjelaskan alasan dirinya bersikap demikian.
"Dia gak sengaja, kok," Aruna tak ingin memperpanjang persoalan barusan.
"Kelak, siapapun pria yang mencoba menyentuh tangan Nyimas Aruna, maka tangannya akan kesakitan dengan sendirinya. Kecuali pria itu melepaskan tangannya dari menyentuh Nyimas," ujarnya dingin.
Aruna menatap nanar pada Dewandaru. Lalu mengangguk paham.
"Termasuk paman Dudung," timpal Dewandaru. Aruna tersenyum manis. Entah mengapa, kali ini ia merasa senang dengan perbuatan Dewandaru padanya. Matanya berkaca-kaca terharu. Selama belasan tahun ini, tak ada orang yang peduli padanya. Jangankan untuk melindunginya.
Inikah rasa dilindungi?
"Ini untuk melindungi Nyimas Aruna," jelas Dewandaru.
"Aku tau kok," balasnya haru.
"Apa Nyimas tidak marah?" tanya Dewandaru menelisik. Pria bertubuh tinggi itu tahu betul bahwa Aruna itu amatlah pemarah terhadap dirinya.
Aruna mengangguk, "gak kok. Justru aku berterima kasih banget, udah dilindungi gini," balasnya dengan pipinya yang merona.
Tersanjung atas sikap pemuda itu.
Pemuda ratusan tahun yang ia panggil Om.Dewandaru menyipitkan matanya menatap tajam Aruna. Mengapa wanita yang ada dihadapannya ini mudah tersenyum dan terharu. Dan diwaktu bersamaan pun, mudah marah.
Aruna menoleh ke arah Ansel. Pemuda tersebut sudah tak lagi kesakitan. Dan disampingnya kini ada Sonia, kekasihnya.
Nampaknya, Aruna tak perlu menghampiri temannya tersebut, meski untuk sekedar mengetahui keadaan pemuda itu."Apa Nyimas Aruna cemas pada pemuda itu?" selidik Dewandaru.
Aruna menggeleng cepat, "cemas sebagai seorang teman dekat," jawabnya tak ingin terjadi kesalahpahaman terhadap Dewandaru.
"Teman dekat?" Dewandaru menaikkan alisnya. Walau bagaimanapun, Dewandaru dapat merasakan bahwa Aruna dan Ansel memiliki hubungan yang istimewa. Lebih dari sekedar teman dekat.
Aruna memalingkan wajahnya malu, "apaan sih!" sanggahnya ketus. Berpura-pura judes.
"Oh ya,Om bilang, Om mau bertapa selama empat puluh hari. Kok baru seminggu lebih udah balik lagi?" tanya Aruna penasaran.
Dewandaru mendekati wajah Aruna. Setengah berjongkok. Dengan perlahan gadis itu pun mundur, tak ingin terlalu intens dengan Dewandaru.
"Apa Nyimas Aruna tak senang dengan kedatangan Kakang?" tanyanya berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Siluman Ular
Teen Fiction'Dasar mesum! Aku bahkan gak pernah mikir ngasih keperawanan aku sama, Om!' umpat Aruna jengkel. Bola mata Dewandaru membulat dengan umpatan Aruna. Pipinya memerah padam. Bahkan matanya berwarna merah menyala. "Tidak berniat memberikannya padaku? L...