Butterflies

89 16 9
                                    


Kuputuskan untuk belum memberi tahu keluargaku tentang ini.

Ya, mereka belum mengetahui tentang orientasi seksualku. Jadi, sepertinya akan terasa horror bila aku langsung jujur kepada mereka.

Yah, siapa tahu saja kan?

Segera kumasukkan buku yang terakhir ke dalam tasku, merapikan rambutku yang keriting dan mengembang.

"Morning, Mom!" seruku gembira sambil turun dari tangga. Aku telah berpakaian sangat rapi dan, bahkan telah kubawa tas sekolah yang biasanya menjadi penyebab keterlambatanku.

Mom berbalik dari meja kompor, memberi wajah penuh tanda tanya(sekaligus gembira) karena aku yang telah menjadi orang pertama yang siap pagi itu.

"Morning darling! Rapi sekali, dan hmm wangimu begitu manis."

"Mowning all... Hoam..." Paul berjalan pelan dari kamarnya dengan mantel tidurnya yang begitu khas sembari menguap lebar.

"Morning, honey." Sambut Mom kepada Paul dengan sepiring penuh pasta carbonara. Ia mengecup lembut bibir pria itu sebelum menaruh masakannya di meja.

Nyam, sepertinya lezat sekali!

Aku yang telah tergiur oleh pasta buatan Mom dan akan kusikat habis pagi ini, dicegah oleh Paul yang baru sadar akan kehadiranku.

"Harry? Tumben sekali? Belum genap jam 7 pagi!" sapanya sambil tersenyum. Aku hanya nyengir saja sembari mengambil alat makan kami semua di rak.

"Well, it's a great day! Really great day!" ucapku riang gembira sambil menyendok pasta ke piringku. Paul dan Mom tersenyum maklum dan saling pandang satu sama lain.

"Kurasa harimu begitu menyenangkan di sekolah, ya kan anak ganteng? Katakan, siapa yang telah mencuri hatimu hari ini? Kenalkan dengan Mom dong!" ujar Mom sembari mengacak-acak rambutku yang sudah kutata rapi.

Aku hanya tertawa dan diam saja hingga mereka terus saja merengek untuk diperkenalkan dengan 'seseorang' ini.

"Akhan kubhawa dhia shephulang shekooyah, Mom, Paul, Uhuk." Ucapku dengan mulut penuh pasta yang mengakibatkanku tersedak. Dasar ceroboh.

"Wow wow, easy boy! jatuh cinta bisa membuatmu mati seketika, huh?" Gemma yang baru saja terbangun segera bergabung dan ikut memprovokasiku pagi ini.

Yah, lengkap sudah bila meja makan telah dihadiri nenek lampir satu ini.

Aku hanya melirik tajam sembari meminum segelas penuh air untuk meredakan acara tersedakku yang sedikit menyakitkan ini.

Mati seketika?

Hingga aku melaju dengan kecepatan penuh menuju Doncaster University, masih kupikirkan kata-kata Gemma yang kurasa pernah kudengar sebelumnya.

***

"Louis!" sapaku masuk kedalam kelas dengan senyum cerah. Namun ternyata kelas masih kosong melompong!

Senyumku yang begitu lebar mendadak menghilang, merasa sia-sia telah berangkat lebih awal.

Aku melirik jam tangan usangku. Jam 7? Pantas saja. Huh!

Kurasa aku menyesal tidak menghiraukan Paul yang berkata bahwa masih sedikit terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah.

Akhirnya dengan perasaan kesal(dan untungnya dengan perut yang masih minta diisi), aku pergi ke kantin dan berharap mereka telah buka sepagi ini.

Untungnya, mereka telah buka dan menjadi penyelamat anak-anak yang tak sarapan atau hanya sekadar menunggu waktu masuk kelas jam 8.30 nanti.

Mortal Enemy (Larry Stylinson Story Sub Indo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang