Kesepakatan.

16 3 0
                                        

Kaivan masih menghujamkan bogem mentah walau lawannya sudah tergeletak tak berdaya serta bersimbah darah. Ia masih belum puas, kembali mencoba melampiaskan amarah yang sudah dipendam selama sepuluh tahun ketika berada di penjara. Di sisi lain, Bara sudah tidak mampu lagi melawan dan hanya dapat merintih sakit sembari memohon ampunan. "Mmmaaa ... mmaaafffkaann aku, Kaivan." Namun, bagi lelaki yang baru keluar dari penjara hal ini masih belum cukup, setelah mengambil jeda sesaat, lanjut lagi melayangkan tinju pada sepupunya.

"Apa kau tahu yang aku rasakan selama berada di penjara!" hardiknya keras disela menghujani pukulan.

Wisnu bersama istrinya hanya mampu menangis saat melihat anaknya terus dipukuli. Pria paruh baya itu mencoba meminta bantuan pada warga, tetapi orang-orang yang awalnya datang untuk menolong kini bertindak sebagai penonton. Dia berdiri sambil menahan rasa sakit, lalu secara tertatih berjalan menuju posisi anaknya. Laudya pun tak tinggal diam, ikut bangkit dan mengikuti langkah kaki suaminya.

"Kaivan, tolong hentikan. Om dan Tante meminta maaf," tutur Wisnu mengemis belas kasihan.

Pemilik nama itu berhenti memukul Bara, menengok ke asal suara seraya menatap ganas. Kemudian, berjalan menghampiri dan berdiri tepat di hadapan Wisnu. Wajah lelaki itu tanpa ekspresi, tapi tatapan matanya begitu mengerikan, tanpa basa-basi melayangkan tinju pada dada pamannya.

Bugh!

Wisnu tersungkur jatuh sambil memuntahkan darah, menundukkan pandangan tanpa berani melihat wajah keponakannya. Sedangkan Kaivan berjongkok di depan sang paman diiringi berkata. "Apakah yang Om lakukan dapat dimaafkan?!" Sesudah itu, tangan kirinya bergerak cepat mencekik kuat leher Wisnu.

Laudya segera berlutut di samping sang suami sembari menangis dan memohon ampunan. "Maafkan kami semua, Kaivan."

Lelaki pemilik nama itu mendengus kasar, diiringi melepaskan cengkeraman pada leher pamannya. Ia berdiri sambil menunjukkan tatapan benci, lalu tanpa berbasa-basi pergi meninggalkan lokasi. Namun, belum ada sepuluh meter berjalan, langkah kakinya terhenti seraya menoleh ke belakang. "Aku akan datang lagi!" pesannya kepada paman, tante serta sepupunya.

Wisnu serta Laudya dapat mengembuskan napas lega, sebelum kembali dirundung rasa takut selepas mendengar perkataan dari Kaivan. Sepasang suami-istri itu harus memikirkan cara agar dapat selamat dari amukan liar keponakannya.

***

Singkat cerita, selepas pergi dari rumah pamannya, Kaivan segera menuju kafe milik temannya. Ia pergi ke sana menggunakan angkutan umum, sehingga memakan waktu lebih lama dari perkiraan. Namun, pada akhirnya sampai jua di tempat tujuan, sesudah turun dari angkutan umum langsung berjalan masuk ke kafe. Naas, seorang security kafe menghentikan dirinya sesaat sebelum berjalan melewati pintu.

"Maaf, Mas. Kafe ini hanya untuk kalangan elit," terang pria berpostur tinggi.

Kaivan menatap satpam itu sekilas. "Aku ingin bertemu temanku," balasnya.

Namun, pria yang menjadi security kafe malah memberikan pandangan menghina, menilai tamunya yang memakai pakaian lusuh sangat tidak pantas masuk kafe. "Mohon maaf, Mas. Tetap saja saya tidak bisa mengijinkan masuk."

Kaivan sedikit kesal akan perlakuan satpam tersebut. Ia mengembuskan napas sembari memutar bola mata, lalu membalikkan badan dan hendak pergi meninggalkan kafe, akan tetapi, tiba-tiba terdengar seruan dari dalam kafe diikuti langkah kaki mendekat. "Kaivan!" Si empu nama menengok ke belakang, tersenyum tipis pada teman lamanya ketika berada di dalam jeruji besi.

"Hai," sapa Kaivan. Sedangkan pria yang sudah berdiri di depan kawannya tersebut hanya mengukir senyum ceria. "Ayo masuk!" ajaknya. Namun, Kaivan hanya diam serta menatap tajam satpam tadi.

Regan adalah sahabat Kaivan ketika berada di penjara, merupakan pria berusia dua puluh delapan tahun dan belum menikah. Ia memiliki postur tubuh tegap, berkulit putih dengan tinggi sekitar 174cm. Regan adalah anak pejabat di Ibukota, tapi, berbeda dengan ayahnya yang terjun ke dunia politik, dirinya lebih suka menjalankan bisnis dunia bawah atau dunia hitam, sehingga sudah berulang kali masuk ke dalam penjara.

Sorot mata pria berusia dua puluh delapan tahun itu mengikuti arah pandangan temannya, kemudian tersenyum kecil sebelum berkata. "Hai, kau!" Memanggil security kafe.

"Iya, Bos," jawab si satpam gugup.

"Dia itu temanku, jadi perlakukan dengan sopan! Atau kau ingin kehilangan pekerjaan!" tegas Regan.

"Siap, Bos. Sahut cepat satpam tersebut. Lalu, meminta maaf pada Kaivan karena tadi sempat berlaku kasar. "Maafkan saya tadi, Pak." Sementara Kaivan tak membalas ucapan, memilih mengekor sahabatnya berjalan masuk ke kafe.

Di dalam kafe, ia duduk bersama Regan serta semua teman dari temannya, atau lebih tepatnya anak buah. Setelah minum juga menikmati makanan, pria berkulit sawo matang itu mengatakan tujuan mengunjungi temannya. "Regan," lirih Kaivan. Pemilik nama yang tengah berbicara dengan anak buahnya menoleh padanya sambil bertanya. "Ada apa?"

"Aku butuh pekerjaan juga info tentang keluarga Erlangga."

Salah satu sudut bibir Regan terangkat saat mendengar penuturan tersebut, kemudian memperbaiki sikap duduk dan mulai berbicara serius. "Aku akan memberikan semua yang kamu butuhkan serta inginkan, tapi ...." Regan menggantung kalimat yang membuat Kaivan penasaran.

"Tapi apa?"

"Aku butuh bantuanmu untuk jadi Raja Dunia Bawah." Selesai berbicara langsung menyandarkan punggung ke sofa, seraya mengangkat kepala memandang ke atas.

Kaivan sedikit tersentak selepas mendengar keinginan temannya, tak menyangka kalau Regan memiliki hasrat semacam itu. Dia menatap lurus ke depan sembari berpikir, lalu membuka suara guna memberikan jawaban. "Baiklah, apapun akan aku lakukan asalkan dapat membalas dendam."

"Hahahaha ...."

Regan tidak terkejut mendengar jawaban Kaivan, kemudian menarik pandangan ke arah temannya sambil bertepuk tangan. Selesai tertawa, ia memanggil salah satu anak buahnya. "Damar!" Si empu nama mendekat serta menyerahkan amplop besar.

"Ambil itu dan bukalah!" titah pria yang memilki potongan rambut pendek.

Kaivan menerima amplop tersebut dan mengeluarkan satu per satu isinya, seperti dompet, kartu ATM, uang senilai lima juta serta handphone keluaran terbaru. Namun, saat dia melihat selembar foto, iris matanya langsung melotot tajam disusul gemuruh kemarahan dari dasar hati.

"Dia sering terlihat di Diskotik Rembulan setiap malam." Regan tiba-tiba membuka suara, yang menarik sorot mata Kaivan serta menunggu penjelasan. "Aku ingin nanti malam kamu pergi ke sana untuk membalas dendam sekaligus mengambil alih tempat tersebut."

"Baiklah," balas pemuda yang sedang diselimuti kemarahan.

"Satu lagi," tambah Regan, "pria itu anggota geng white snake, jadi kamu harus berhati-hati."

***

Ratu Aishwara Dewi merupakan perempuan yang memiliki paras cantik juga kulit putih. Badannya langsing serta termasuk tinggi untuk ukuran orang Indonesia. Ia sedang berjalan di dalam bandara setelah melakukan penerbangan dari Eropa, anehnya, semua pandangan dari orang-orang yang ada di bandara tertuju pada dirinya. Namun, Ratu tak peduli, tetap berjalan santai seperti terbiasa melihat tatapan orang-orang yang mengagumi kecantikannya.

****

Negative Time. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang