Diskotik Rembulan.

19 3 0
                                    

Malam menyapa dengan diiringi hawa dingin yang mulai menusuk kulit. Tepat selepas jam tujuh malam, Kaivan beranjak dari kafe untuk menuju Diskotik Rembulan. Dua puluh lima menit berselang, ia sudah berdiri di area parkir tempat tersebut, lalu tanpa membuang waktu segera bergegas masuk.

"Tunggu!" panggil seseorang dari belakang. Namanya adalah Erick, pria berkulit putih dan memiliki mata sipit. Kaivan menoleh ke belakang. "Ada apa?" tanyanya sambil memandang dua orang bawahan Regan yang sedang bersamanya.

Erick memandang teman yang ada di sampingnya sebelum kembali menatap ke depan. "Kita tidak bisa masuk begitu saja, penjagaan di dalam sana sangat ketat," jelasnya.

"Betul," tambah pria yang berdiri di samping Erick. Namanya Vincent, laki-laki berkulit sawo matang dan mempunyai rambut panjang. "Terlalu berbahaya dan sulit untuk mengambil alih tempat itu tanpa rencana."

Mendengar hal itu, bibir Kaivan hanya mengukir senyum tipis, lalu melanjutkan langkah kaki tanpa membalas perkataan. Namun, ia berhenti berjalan saat dua orang penjaga pintu masuk diskotek menghadang jalan, Kaivan memandang kedua orang tersebut secara bergantian, sebelum salah satu tangannya bergerak melayangkan bogem mentah.

Bugh!

Pria yang baru saja terkena pukulan segera terhuyung mundur sambil tangan menyentuh wajah. Ia berniat membalas pukulan, tetapi sebuah bogem mentah dengan cepat kembali menghujani wajahnya. Sementara rekan dari pria tersebut sangat terkejut, segera bertindak memberikan bantuan. "Bangsat!" hardiknya sambil meninju.

Kaivan menunduk guna menghindari serangan, masih sempat tersenyum tipis sesaat sebelum memukul tulang rusuk lawannya secara beruntun. Ia melancarkan serangan tanpa jeda, sampai musuhnya terdorong mundur serta kehilangan keseimbangan. Semua serangan darinya diakhiri dengan pukulan keras pada wajah.

Bugh!

Pria tersebut tergeletak pingsan. Sedangkan satu orang lainnya kaget ketika melihat rekannya telah kalah, kemudian tanpa membuang waktu segera menyerang balik. Naas, setiap serangan darinya gagal mengenai target, ditambah terlalu fokus menyerang sehingga tidak menyadari area pertahanan tubuhnya terbuka. Selanjutnya, sebuah pukulan secara tepat mengenai dadanya, disusul pukulan lain mendarat pada wajah.

Braaakk!!!

Kaivan melihat pria yang tengah terbaring lemah, diikuti salah satu sudut bibir melengkung ke atas. Lalu, menendang kuat wajah orang itu agar pingsan. "Kalian jaga pintu masuk!" Ia berkata pada Erick dan Vincent. "Jangan biarkan siapapun masuk!" tegasnya di akhir kalimat. Selanjutnya, melangkah masuk ke diskotik.

Erick dan Vincent masih berdiri bingung, menatap tak percaya ke arah Kaivan yang dengan mudah mengalahkan dua orang pria bertubuh besar. Kini, setelah menyingkirkan dua penjaga kafe, mereka menjaga pintu masuk sesuai perintah. 

****

Ratu Aishwara Dewi berada di Diskotik Rembulan sambil menikmati alkohol dan alunan musik. Ia duduk santai bersama dua temannya, tetapi, tiba-tiba suasana kafe berubah menjadi rusuh serta sedikit mencekam saat seorang pria masuk dan mengamuk. Gadis berparas cantik itu sama sekali tidak takut, sebab ada lima orang pengawal yang menjaganya, meski begitu iris matanya tak henti memandangi pria yang sedang bertarung.

"Lelaki yang menarik," gumam Ratu dalam hati. Terus menatap pria itu sampai tidak sadar jika bibirnya ikut mengulas senyuman.

Sedangkan kedua teman Ratu nampak takut, hingga akhirnya berpamitan pergi. Ia mempersilakan mereka pulang, sementara dirinya duduk santai sambil menonton perkelahian.

***

Sesaat setelah masuk ke diskotik, bola mata Kaivan mengedar mencari sosok pria yang memilki tato ular putih pada leher. Ia berjalan santai sembari terus mencari, sampai beradu mata dengan seseorang yang menatapnya penuh ketakutan. Kedua sudut bibir Kaivan terangkat naik tatkala menemukan sosok yang dicari, kemudian melangkah cepat menuju tempat duduk sosok tersebut.

"Hentikan dia!" teriak laki-laki seraya menunjuk ke salah satu arah. Raut mukanya sangat pucat serta dipenuhi keringat.

Selepas pria itu berteriak, beberapa orang melihat ke arah yang ditunjuk sambil berdiri dan menghadang jalan. Kaivan pun berhenti mendekat, melihat satu per satu dari sepuluh orang yang menghalangi. "Minggir!" bentaknya, tapi sepuluh laki-laki itu bergeming di tempat.

"Aku tidak tahu apa urusanmu dengan Rendra, tapi lebih baik kau pergi daripada kami bertindak kasar!" terang pria yang berdiri paling depan.

Laki-laki bernama Rendra sekarang sedang terkekeh, tidak perlu takut lagi karena punya sepuluh orang yang siap melindungi. Bahkan, dengan sombong menyuruh anak buahnya untuk menghabisi Kaivan. "Siapapun yang berhasil menghancurkan orang itu akan dapat bonus!"

Di sisi lain, lelaki berparas tampan masih berdiri sambil memperkirakan kemampuan lawan-lawannya. Ia tersenyum simpul sejenak sebelum mulai memukul keras orang yang berdiri paling depan.

Bugh!

Orang itu terdorong mundur disertai bibir berdarah, selanjutnya melotot tajam ke depan sembari melancarkan serangan balasan. Kaivan mundur satu langkah lalu bergerak ke samping demi mengelak dari pukulan, kemudian mengayunkan tinju dari bawah menuju ke dagu lawan.

Bugh!

Tubuh pria berbadan besar itu sedikit terangkat, diikuti erangan kesakitan yang keluar dari mulut. Namun, rangkaian serangan tersebut belum selesai, sebab sebuah tendangan menghantam dadanya hingga terlempar jatuh. Melihat rekan mereka kalah, dua pria maju langsung maju menyerang.

Kaivan melangkah mundur sambil menghindari serangan musuh. Kedua bola matanya bergerak cepat mengikuti setiap serangan yang terarah padanya. Lelaki yang memiliki model rambut belah samping itu memutar badan seraya melakukan tendangan yang sukses mengenai kepala lawan. Lalu, ia bergerak cepat menuju pria lainnya, melompat ke udara disusul melayangkan tinju, dan saat mendarat tak lupa memukul wajah musuh dari bawah. Tiba-tiba seseorang menyerangnya dari belakang, Kaivan terlambat menghindar sehingga kepalanya terkena pukulan.

Tangan kirinya menyentuh kepala yang tadi terkena serangan sambil tersenyum ke arah musuh. "Sial!" umpatnya. Detik berikutnya, mendekat menuju lawan disertai kedua tangan bergerak cepat melayangkan tinju.

Laki-laki yang tadi menyerang secara diam-diam kini kesulitan menangkis serangan, bahkan berteriak meminta pertolongan teman-temannya. Namun, selesai berbicara sebuah tendangan menghujam wajahnya hingga berdarah, lalu tubuhnya jatuh ke lantai.

Sekarang, empat dari sepuluh orang telah dikalahkan. Bola mata pria itu berganti melihat enam orang yang masih berdiri menghalangi jalan. "Kalian minggirlah, atau akan bernasib sama dengan mereka!" bentak Kaivan sembari menunjuk empat pria yang sudah tergeletak, tapi keenam orang itu sama sekali tidak gentar. Bukannya mundur, mereka maju menyerang bersama.

"Bunuh dia!" racau satu dari enam orang itu, yang disambut teriakan teman-temannya.

Kaivan mengambil beberapa langkah mundur disertai tangan kanannya meraih bangku. Selanjutnya, bibirnya menyeringai lebar disusul langkah kaki bergerak menuju gerombolan musuh seraya menggunakan bangku sebagai senjata. Beberapa kali dirinya terkena serangan, bahkan wajah juga badannya sudah dihiasi luka lebam, akan tetapi, kini hanya tersisa dua orang yang menjadi lawannya, sedangkan yang lain sudah terbaring penuh luka, antara kepala berdarah, wajah remuk, atau tulang yang patah.

"Minggir!" perintah Kaivan pada dua orang yang tersisa. Tangan kanannya masih menggengam bangku yang dipenuhi warna merah dari darah musuh.

Kedua orang itu menatap takut dan berdiri mematung dengan tubuh gemetar, lalu bergerak menjauh serta mengijinkan Kaivan untuk lewat. Namun, ia menjadi murka saat tak menemukan keberadaan Rendra, segera mengayunkan bangku ke arah pria yang ada di sebelahnya, kemudian berganti menatap laki-laki yang kini berdiri pucat. "Katakan di mana Rendra!" ancamnya, "jika tidak akan kubunuh kau sekarang juga!"

Orang itu menelan ludah sambil menundukkan pandangan, tidak berani melihat wajah laki-laki yang sedang berbicara dengannnya. Dia menunjuk ke lantai dua diskotik, tempat Rendra tengah bersembunyi. Sedangkan Kaivan tersenyum senang, menepuk kepala orang itu sebelum berjalan menuju lantai dua.

******

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Negative Time. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang