Part 34. Out

1K 151 31
                                    

Mata berbulu lentik itu terbuka dan mengerjap beberapa kali, menyesuaikan cahaya minim pada langit pagi.

Acha menarik jaket yang entah sejak kapan melekat di tubuhnya hingga menutupi dadanya. Tanpa sadar air matanya kembali menetes. Gadis itu memejamkan mata dan meneguk savilanya susah payah, merasakan hawa dingin serta tarikan nafas yang begitu terasa sesak.

Lelah, itu yang gadis itu rasakan sekarang. Lelah dengan perasaan hatinya yang terus terasa hancur, tangisnya, pikirannya, dan lelah dengan fisiknya yang setiap malamnya terus di sakiti tanpa henti dan belas kasih.

Cukup lama Acha termenung lalu bangkit dari tidurnya di lantai roftoop. Gadis itu lalu menoleh kesamping, namun tidak mendapatkan sosok Angkasa.

Acha mengernyit bingung. Kemudian berjalan menuju pintu roftoop yang terbuka. Ia melangkah lemas turun pada banyaknya anak tangga.

Setelah sampai di lantai dasar Acha membasuh seluruh wajahnya dan mengikat rambutnya menjadi kuncir satu di dalam toilet. Dengan sangat berat hati gadis itu meninggalkan area sekolah dan pulang ke rumah kebesaran Gerdnajaya.

Hari ini, tepat tujuh hari setelah Alskara dinyatakan hilang, dimana kakak kesayangannya itu pergi dengan cara yang mengenaskan.

Kehilangan Alskara adalah kehilangan orang ketiga tersayang bagi Acha setelah kesepeninggalan orang tuanya. Namun bagi Kayla, kehilangan Alskara adalah kehilangan pertama seumur hidupnya. Kehilangan yang ia maupun Kayla tidak bisa kembalikan. Kehilangan yang jika bisa Acha tidak mau rasakan lagi. Seminggu bahkan tak cukup menyembuhkan rasa sakit atas kehilangan, seminggu tidak cukup membuat Acha puas menangis.

Hanya memakan waktu 20 menit gadis itu telah sampai di mansion milik keluarga Gerdnajaya. Melalui pintu belakang para pembantu, Acha masuk kedalam mansion.

Baru saja Acha melangkahkan kakinya pada anak tangga menuju lantai dua mansion--tepat dimana kamar Kayla berada, ia seketika berhenti saat melihat di bawa sana terdapat Nara dan semua bodyguardnya, serta polisi, juga Susanti dan Alena yang berdiri berhadapan dengan serius.

"Tuan muda sudah dinyatakan hilang, tuan. Kami tidak dapat menemukan jejaknya." Ujar salah satu bawahan Nara, seketika membuat jantung Nara dan Susanti mencelos.

Sedangkan Alena, air matanya seketika jatuh setelah mendengar dua kalimat itu. Ia menarik nafas panjang sebelum akhirnya memukul dadanya yang terasa sesak. Hatinya terasa hacur teremas hebat. Oksigen di sekitarnya terasa menguap, membuat ia kesulitan hanya untuk sekedar menarik nafas.

"Air sungai begitu deras sampai kami dari pihak kepolisian maupun timsar tidak bisa berbuat lebih. Jalanan sangat licin serta beberapa pohon tumbang di sungai juga mempersulit kami mencari anak anda. Air dan angin pada malam itu benar-benar kencang. Sepertinya mustahil bagi Alskara sel--"

Bugh!

Kepalan tangan itu dengan santainya menghantam wajah salah satu polisi hingga membuatnya terhempas kuat kelantai. Semuanya hanya diam melihat perbuatan Nara itu. Tidak ada yang berani melawan.

"Jaga omongan mu! Polisi macam apa kamu mengklaim anak saya mustahil untuk selamat? Padahal kalian belum melakukan tindakan pencarian sepenuhnya! " Geram Nara meremas kerah kemeja polisi.

"Ma-maaf, pak. Saya hanya menyampaikan apa yang harus Anda ketahui." Ujar polisi itu terbata nampak kesusahan bernafas.

Nara menggeram, melepaskan kasar kerah kemeja polisi itu kasar lalu melayangkan tatapan tajamnya pada semua polisi dan anggotanya.

"POKOKNYA SAYA TIDAK MAU TAU, KALIAN HARUS MENCARI ANAK SAYA SAMPAI DAPAT!! HARUS SAMPAI KETEMU! KALAU TIDAK, KALIAN YANG DAPAT AKIBATNYA!! PAHAM?!"

"Baik, pak./Siap, tuan!" Balas mereka lalu berjalan cepat melangkah keluar.

Secret HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang