Wonwoo berlari dan terus berlari, melupakan kenyataan bahwa ia memiliki kendaraan yang terparkir rapi di basement apartemennya. Senyum tidak luntur dari wajahnya saat ia mengingat perkataan Mingyu sebelum lelaki itu pergi.
"Jika saja... Seandainya kau berubah pikiran. Kau tahu harus mencariku kemana kan?"
Wonwoo tahu, sangatlah tahu. Tempat yang dimaksud Mingyu adalah tempat dimana mereka bertemu untuk pertama kalinya.
Saat itu Wonwoo sempat melarikan diri dari kekangan ibunya. Tanpa sadar, kakinya telah melangkah menuju sebuah taman dengan danau buatan yang terlihat asri dan di sanalah ia bertemu Mingyu untuk pertama kalinya.
Maka dari itu, saat ini Wonwoo berlari menuju taman yang letaknya lumayan jauh dari apartemennya. Kakinya bahkan sudah lecet karena hanya mengenakan sandal jepit rumahan untuk berlari, tapi Wonwoo tidak peduli.
Yang Wonwoo inginkan sekarang hanyalah bertemu dengan Mingyu kemudian menyatakan perasaannya pada lelaki tan itu.
Di sana, Wonwoo melihat Mingyu sedang duduk membelakanginya.
Wonwoo berhenti sejenak, bertumpu pada sebuah pohon tua dan mengatur nafasnya. Senyumnya mengembang memikirkan bahwa setelah ini ia bisa memiliki Mingyu dan menjadi milik lelaki tan itu selamanya.
"Min...gyu."
***
Mingyu mendengar suara langkah kaki dan menolehkan kepalanya. Senyumnya mengembang dan ia segera berdiri, menyambut sosok yang baru saja datang itu dengan sebuah pelukan hangat.
"Maaf aku terlambat."
"Tidak masalah. Aku tahu kau sibuk."
Keduanya melepas pelukan kemudian tersenyum lebar.
"Kajja! Aku sudah tidak sabar ingin mengobrol denganmu!"
Sosok itu menarik tangan Mingyu untuk beranjak dari sana namun Mingyu menahannya.
"Tunggu sebentar."
Mingyu melihat ke sekelilingnya namun tidak menemukan siapapun di sana selain mereka berdua.
"Gyu? Kenapa?"
"Tidak." Mingyu menggeleng pelan kemudian dengan santainya merangkul pundak dari sosok yang tingginya hanya sebatas bahunya itu.
Tanpa tahu bahwa Wonwoo sedang mati-matian menahan isakannya sambil berjongkok di balik pohon tua yang menjadi saksi bisu penyesalannya.
***
Wonwoo sakit dan tidak ada yang tahu. Lelaki itu tidak memberitahu siapapun tentang kondisinya dan melarang Changkyun datang ke apartemennya.
Wonwoo hanya ingin sendiri dan meratapi kebodohannya.
"Mingyu..."
Wonwoo terlambat dan ia menyesal.
Menyesal karena tidak menyadari perasaannya lebih cepat.
Menyesal karena terlambat menemui Mingyu.
Menyesal karena melepaskan Mingyu.
Wonwoo menyesali semuanya.
Namun sekarang terlalu terlambat untuk mengembalikan keadaan.
Wonwoo meringkuk di balik selimut sambil memeluk erat boneka rubah yang pernah Mingyu belikan untuknya, menyalurkan rasa rindu dan juga sesak di dadanya, hingga berakhir Wonwoo tertidur karena terlalu lelah.
***
"Bagaimana ini hyung?"
Jooheon menatap wajah cemas Changkyun. Pasalnya Changkyun sudah menghubungi Wonwoo namun sama sekali tidak ada balasan. Panggilan pun tidak dijawab dan itu membuat Changkyun khawatir.
"Sebentar." Jooheon segera mengambil ponselnya dan menghubungi Mingyu.
"Halo Mingyu."
"Eoh? Ada apa menelponku?"
"Mingyu hyung!" Changkyun berteriak tidak sabaran. "Apa hyung sedang bersama Wonwoo hyung??"
"Tidak. Memangnya kenapa?"
Changkyun menggigit bibir bawahnya. "Wonwoo hyung tidak bisa dihubungi seminggu terakhir ini. Dia sama sekali tidak membalas pesan dan menjawab panggilanku. Bahkan seharian ini ponselnya tidak aktif."
Jooheon mengusap punggung Changkyun yang terlihat akan menangis sedangkan Mingyu terdiam di sebrang sana kemudian menghela nafas pelan.
"Aku akan mencoba melihatnya di apartemen."
"Eung! Terima kasih banyak hyung! Kabari aku jika kau sudah bertemu dengan Wonwoo hyung ya?"
"Hmm... Akan kukabari lagi."
***
Mingyu menatap pintu apartemen Wonwoo yang tertutup rapat. Meskipun ragu, ia tetap memasukkan password apartemen Wonwoo, berharap lelaki bermata rubah itu tidak mengganti password nya.
Dan beruntungnya Wonwoo memang tidak berniat mengganti password nya.
Mingyu memasuki apartemen Wonwoo yang gelap. Cahaya yang masuk hanya dari sela-sela gorden yang tertutup. Mingyu menyalakan lampu dan menatap ke sekeliling. Tidak ada yang aneh. Semua tertata rapi pada tempatnya.
Berjalan menuju dapur, Mingyu membuka kulkas milik Wonwoo dan berdecak pelan.
"Apa dia sama sekali tidak makan?" Gerutunya saat melihat kulkas yang juga terisi penuh, seperti tidak pernah disentuh sama sekali.
Lelaki tan itu bergegas menuju kamar Wonwoo. Udara dingin langsung menerpanya begitu Mingyu membuka pintu kamar dan menemukan gundukan di atas kasur yang tertutupi selimut.
Mingyu melangkahkan kakinya ke arah kasur dan perlahan-lahan duduk di pinggiran kasur agar tidak membangunkan Wonwoo. Ditatapnya wajah pucat Wonwoo dengan pandangan yang tidak bisa diartikan.
Bibir yang biasanya berwarna pink alami itu nampak pucat dan kering.
Kulitnya yang pucat saat ini bertambah pucat.
Apa yang terjadi pada Wonwoo selama mereka berpisah?
Mingyu tersentak dari lamunannya saat merasakan pergerakan kecil dari Wonwoo. Lelaki bermata rubah itu tampak mengeratkan selimutnya dan tubuhnya terlihat menggigil. Mingyu memberanikan diri menyentuh pipi tirus Wonwoo dan terkejut mendapati kulit Wonwoo sedingin es.
"Won..." Panggil Mingyu sambil menangkup pipi Wonwoo dan sesekali menepuknya pelan. Pada tepukan ke sepuluh, akhirnya mata rubah favorit Mingyu itu terbuka dan mengerjap lemah.
"Mingyu..."
Wonwoo yang setengah sadar itu berusaha untuk duduk kemudian memeluk tubuh tegap Mingyu, mengusakkan wajahnya di dada lelaki tan yang sangat dirindukannya.
"Aku merindukanmu Gyu..."
"Sangat merindukanmu hingga rasanya ingin mati..."
"Mingyu..."
"Gyu..."
Mingyu mengerutkan keningnya heran saat tubuh Wonwoo semakin melemah, bahkan tangan ramping yang melingkari pinggangnya itu terlepas perlahan.
"Wonwoo? Wonwoo!"
