{Bertemu}
STM XANDRIALLAGE
Pembelajaran telah dimulai beberapa menit lalu, seorang kepala sekolah mengantarkan calon siswa di sekolah ini menuju kelas XI A.
"Ada apa pak?" tanya guru perempuan yang sedang mengajar.
"Saya ingin mengantarkan murid baru di kelas ini," ucap kepala sekolah lalu pergi.
"Ayo, silakan masuk dan perkenalkan dirimu," ujar guru itu pada colon anak didik-nya.
Siswa itu masuk dan berucap, "perkenalkan nama saya Austin Daraga Jeffrey, pindahan dari London."
"Baik, saya wali kelas di kelas ini, kamu bisa panggil saya bu Hellen."
"Iya bu," balas Austin.
"Sebelum Austin duduk, ada yang ingin ditanyakan?"
"Saya bu," siswi paling depan mengangkat tanganya.
"Iya?"
"Kenapa Austin pindah ke Indonesia?"
"Sebenarnyanya tidak ada alasan khusus, hanya saja ayah dipindah tugaskan ke sini," jawab Austin tenang.
Siswa yang ada di-barisan tengah bertanya, "kenapa bisa bahasa indonesia?"
"Karena almarhumah ibuku berasal dari indonesia," jawab Austin, matanya menatap pada gadis yang duduk di pojok belakang.
"Apa udah punya pacar?"
"Mengapa kau sangat tampan?"
"Dimana alamat rumahmu?"
"Tampangnya aja kayak gitu, gak cocok sekolah disini"
"Yoi bro, pindahan luar negeri sih"
Austin tak menanggapi ucapan tidak penting teman sekelasnya, matanya tak lepas dari seorang gadis yang memandangnya datar.
"Diam! Austin kamu boleh duduk," kata Hellen
"Baik bu." Austin berjalan menuju bangku kosong disamping bangku tempat Clara.
Pembelajaran dilanjutkan hingga bel istirahat berbunyi. Hellen menyelesaikan kegiatan ajar mengajar; Para murid berhamburan keluar kelas terkecuali Austin dan Clara.
Austin berjalan menghampiri Clara, dan bertanya, "kenapa nggak ke kantin?"
Clara tak mengindahkan pertanyaan Austin, ia lebih memilih fokus pada buku yang ia baca. Austin mulai kesal karena di hiraukan, ia mengambil buku yang sedang dibaca Clara dan meletakkan buku itu ke meja.
"Clara Yellysa Nacita," panggil Austin.
"Ya?" balas Clara menatap tak suka pada Austin.
"Kenalin, Austin Daraga Jeffrey."
"Oke."
"Gitu aja?" tanya Austin tidak percaya.
"Hm."
"Mau jadi pacarku?"
"Nggak," tolak Clara mentah mentah.
"Loh? Belum tau siapa aku? Dari sabang sampe merauke pada ngantri ingin jadi pacarku, dan kamu? Kamu malah nolak."
"Oh."
Sabar, ini demi kenyamanan keluarga, batin Austin dalam hati dengan menahan kesal yang menggerogoti.
Lo udah masuk kedalam perangkap gue batin Clara senang dengan senyum miring yang terpatri.
"Ehem, kenapa kamu sekolah di STM? Muridnya kan kebanyakan cowok, jadi apa alasanmu?" tanya Austin berusaha mencairkan suasana.
"Ingin." Clara memandang Austin tanpa minat, ia mengambil bukunya untuk dia baca kembali.
Pengen dia bilang? Pasti sekolah disini biar jadi rebutan para laki, batin Austin
"Kamu nggak mau ke kantin?"
"Enggak,"
"Emm...." Austin mulai bingung mencari topik untuk berbicara dengan cewek di depannya ini, "Tadi berangkatnya pakai apa?"
"kaki"
"Nanti pulang sekolah sama aku ya?" Pinta Austin ragu.
"Bisa pulang sendiri." Clara ingin mendalami isi dari buku yang ia baca, akan tetapi cowok di depannya ini membuat ia kurang fokus.
"Nanti aku tungguin di parkiran," tawar Austin.
"Maksa," cibir Clara, membuat Austin seketika terdiam.
Bel tanda istirahat selesai berbunyi, Austin kembali ke kursinya dan para siswa/i kembali ke kelas. Pembelajaran dimulai hingga waktu pulang telah tiba dan kelas di bubarkan.
Austin menunggu Clara di parkiran, hingga ia melihat Clara sedang berajalan, ia memanggil nama gadis itu berulang kali namun Clara mengabaikannya.
"Clara," teriak Austin, ia melajukan motornya dan berhenti disamping Clara hingga menghalangi langkah gadis itu
Clara menghentikan langkahnya, ia menatap Austin dengan tajam. "Minggir"
Austin mendelik, dan berucap, "ayo naik"
"Gak perlu."
"Aku antar," paksa Austin.
"Masih punya kaki," sergah Clara.
"Iya, tahu, lalu apa nggak lelah kalo jalan kaki?" Cela Austin, menghembuskan nafasnya berat.
"Nggak, sana minggir," decak Clara, kesal.
"Iya, tapi kapan-kapan kita ...."
"iya." Clara menyela ucapan Austin.
Mendengar itu, Austin sedikit menggeser motornya untuk memberi jalan Clara. Ia heran, baru hari pertama saja sudah begini, apalagi hari hari seterusnya. Ia juga tidak punya bakat untuk emndekati seseorang.
——■■——
"Clara, lu jangan cuek cuek napa? Kasian kan tu si Austin?"_author
"Paan sih, orang gua emang gini. Lagian, lebih kasian juga gue"_clara
"Woah, tumben ni author muncul"_austin
"Iya, sekali kali gitu"_authorOke, abaikan aja dan maaf bila kurang nyaman dan mengganggu cerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE ARENA (selesai)
Teen FictionJANGAN DI VOTE JIKA KALIAN TIDAK MEMBACA CERITANYA!!! Mereka terlalu licik untuk seukuran remaja pada umumnya, mereka yang berlomba-lomba membalas dendam dan mengabaikan sebuah rasa yang memang tak seharusnya muncul. Terlalu percaya pada orang lain...