{Keraguan}
Austin mulai bimbang untuk terus melanjutkan rencananya, ia kasihan pada Clara yang hidupnya sudah berantakan karna ulah keluarganya.
Selama ini, kehidupan Clara sudah hancur, dimulai dari Clara yang kehilangan orang tuanya, lalu jatuh miskin, pernah dibully oleh temannya, dan sekarang? Dengan teganya dirinya ingin membunuh gadis tidak bersalah itu. Akan tetapi, Jika tidak seperti ini lalu bagaimana caranya ia membalas perbuatan orang tuanya.
Austin juga tidak tahu apa yang ia ingin kan. Apakah ia sampai harus menyuruh orang untuk membuat nya mabuk? Katanya orang yang mabuk akan berkata jujur, terdengar konyol tapi hanya itu pemikiran yang terlintas di benak Austin untuk saat ini.
"Austin?" Austin merasakan ada yang menepuk pundaknya, ia menoleh dan mendapati ayahnya.
"Ada apa, ayah?" Tanya Austin, heran pada Ayahnya yang tidak biasanya datang menemuinya.
Napoleon duduk disamping putranya. "Kau tak perlu ragu untuk melangkah maju," ujar Napoleon, ia tahu apa yang ada di otak anaknya karena biar bagaimanapun ia tetaplah seorang ayah.
"Maju seperti apa yang ayah maksud? Bahkan aku seperti hanya jalan ditempat." Austin manatap Napoleon dengan sendu. Bahkan Austin tidak bertanya maksud dari ucapan Napoleon dan apa yang dipikirkan Ayahnya itu sehingga bisa berucap demikian.
"Meski belum ada hasil, tapi setidaknya kau sudah bergerak." Napoleon mengeluarkan raut wajah seriusnya.
"Apa menurut Ayah, kita tidak terlalu jahat pada mereka?"
"Tidak, apa kau kasihan? Jika iya maka kau salah besar karena telah kasihan pada orang-orang seperti mereka," cela Napoleon.
"Atau kita sudahi saja rencana ini? Besok Austin akan membunuh Clara." Austin mendongak, menatap bulan yang bersinar terang dan bintang yang bertebaran di langit malam.
"Ide yang bagus, tapi bagaimana caranya?"
"Austin sudah memikirkan caranya, ayah hanya perlu diam dan menunggu hasilnya."
"Ya sudah, masuklah, sepertinya akan hujan," Ujar Napoleon ketika langit gelap menurunkan tetesan air.
"Ayah, bagaimana jika rencana yang sudah Austin susun itu gagal?"
"Kita coba cara lain, apa kau perlu bantuan Ayah?" Tawar Napoleon.
Austin berpikir sebentar, lalu ia mengangguk dan berucap dengan senyuman manisnya, "Austin ingin ayah mencari anak kecil yang pernah Austin temui."
"Anak kecil?" Beo Napoleon, bingung.
"Iya, nanti Austin ceritakan ciri-cirinya"
"Iya, sekarang masuklah dan segera tidur"
Austin dan Napoleon kembali ke kamar masing-masing. Mereka tidak sabar menunggu hari esok, hari di mana pembalasan dendam terjadi.
———■■■———
Clara berdiri di depan jendela kamarnya, mengusap kaca jendela tersebut seolah sedang menyentuh rintikan hujan turun yang berada diluar melewati kaca.
Clara sedang merindukan seseorang, bukan kedua orang tuanya yang ia rindukan saat ini. Ia rindu dia, dia yang akhir-akhir ini masuk kedalam kehidupannya, dia sosok tampan yang menjadi pujaan hatinya, dia yang bisa menorehkan luka ketika mata mereka beradu pandang.
Entah Clara menyukai Austin atau tidak, ia pun belum mengerti ataupun memastikan. Hatinya mengatakan 'Ya' namun akal sehatnya mengatakan 'Tidak'.
Bila ditanya, bagaimana perasaanmu padanya? Maka Clara akan menjawab dengan tegas bahwa ia nyaman berada didekat seorang Austin Daraga Jeffrey.
"Ah, cuaca dingin seperti ini mungkin akan menjadi jauh lebih baik jika meminum segelas coklat hangat!" Monolog Clara
Akhirnya Clara menikmati suara tetesan air langit dengan ditemani segelas coklat hangat. Terasa begitu nikmat.
Sembari menyeduh coklat hangatnya, fikiranya pun terus melayang. Ia mendesah Frustrasi karena belum bisa menyakinkan perasaannya.
Clara takut untuk jatuh cinta, ia takut bila jatuh terlalu dalam akan semakin menyakitinya. Ia masih belum bisa melupakan semua yang terjadi beberapa tahun silam.
Clara ingin beban yang selama ini ia pikul segera sirna, mungkin saat ia berpacaran dengan musuhnya maka rasa dendam itu akan menghilang dari hatinya.
———■■■———
Duh maaf ya kalo ngebosenin, aq bingung mau gimana? Untuk yang males baca mungkin ini sangat garing karena dialognya sedikit. Tapi jangan berhenti sampai sini ya, karna setengah lagi tamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE ARENA (selesai)
Teen FictionJANGAN DI VOTE JIKA KALIAN TIDAK MEMBACA CERITANYA!!! Mereka terlalu licik untuk seukuran remaja pada umumnya, mereka yang berlomba-lomba membalas dendam dan mengabaikan sebuah rasa yang memang tak seharusnya muncul. Terlalu percaya pada orang lain...