{Jalan}
Seperti hari minggu sebelumnya yang selalu dihabiskan Clara dengan naskah-naskah novel karyanya, begitu juga dengan hari ini.
Drrttt...drrtt..drtttt....
Sebuah nada dering handphone pertanda ada telepon masuk membuat Clara dengan segera mengangkat telepon dari nomor tak di kenal tersebut.
08317683xxxx
"Halo," sapa orang yang menelepon.
"Siapa?" tanya Clara.
"Austin," balas si penelepon yang ternyata adalah Austin.
Clara terdiam, menunggu apa yang akan Austin katakan selanjutnya.
"Clara kan?" Tanya Austin, takut bila salah orang.
"Iya"
Terdengar helaan nafas di seberang sana. "Mau jalan?"
"Enggak, sibuk."
"Yakin? Ini kan hari minggu, waktunya santai."
Clara tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk, meskipun ia tahu bahwa Austin tak bisa melihatnya.
"Gimana?" Tanya Austin menunggu kepastian.
"Iya"
"Ya sudah, kirim alamatmu" pinta Austin
"Depan pos satpam." Clara mematikan sambungan telepon.
Setelah mengirimkan alamat rumahnya pada nomor yang baru saja ia simpan, Clara segera bersiap.
Ting
Bunyi notifikasi, sebuah pesan dari Austin yang berisi 'sudah sampai di tempat yang kamu beritahu'. Dengan tergesa-gesa, Clara keluar dari rumahnya dan berjalan menuju tempat janjian mereka.Austin melambai pada Clara yang sedang berjalan menuju dirinya, kini Clara telah sampai dihadapan Austin. Seorang anak berusia sekitar 7 tahun dan ibu nya sedang berjalan melewati mereka berdua.
"Ganteng doang jemput cewek depan gang," ucap anak laki-laki tersebut yang mulutnya langsung dibekap oleh sang ibu.
"Maaf," ucap ibu itu tak enak hati, disertai senyuman kaku.
Sepasang ibu dan anak itu melanjutkan perjalanan mereka, meninggalkan Clara dan Austin yang hanya bisa memelototkan mata.
"Ayok," ajak Austin, tangannya mengulurkan helm pada Clara.
Clara diam, ragu untuk menerima helm itu. Austin yang peka langsung memakaikan helm itu pada Clara. Clara mematung karena syok; Austin terdiam sesaat, tiba-tiba timbul kecanggungan diantara mereka berdua.
"Mau dibantu naik nya?" Tawar Austin.
"Bisa sendiri!" Tolak Clara, lantas ia menaiki motor Austin.
Austin melajukan motornya dengan kecepatan sedang, mengelilingi kota dengan cuaca yang lama-kelamaan terasa makin panas.
"Kemana?" Tanya Clara, pasalnya sedari tadi mereka hanya mutar-mutar saja tanpa tujuan yang jelas.
"Ha?" Hiruk pikuk kendaraan membuat Austin tidak bisa mendengar jelas ucapan Clara.
"Mau kemana?" Ulang Clara.
"Iya, ini sudah pelan kok"
Clara mendengus dan semakin memperjelas ucapanya. "Sekarang kita mau kemana?"
"Apa?"
Ganteng tapi budeg, batin Clara.
Clara memukul helm belakang Austin lantaran kesal. Ia bertanya lagi dengan suara sedikit kencang, "kita mau kemana!"
"Enggak tahu, kamu pengennya kemana?" Tanya Austin, ia dapat mendengar suara Clara karena mereka sedang melewati jalanan yang tidak terlalu ramai.
"Terserah."
"Tadi sudah sarapan belum?"
"Belum."
"Kita makan dulu ya?"
"Iya."
Austin memberhentikan motornya disebuah Restoran. Bukan restoran mewah, tapi cukup nyaman karena suasananya sejuk.
"Ayo." Austin ingin mengandeng tangan Clara, akan tetapi gadis itu menghindarinya dan memilih berjalan terlebih dahulu.
Austin memalingkan wajahnya, dengan segera ia berjalan cepat menyusul Clara yang telah duduk di kursi sudut Restoran.
"Ingin pesan apa?" Tanya pelayan dengan menyodorkan menu namun tidak diterima oleh Clara maupun Austin.
"Es teh manis dan nasi rames," pesan Clara.
"Baik, mas-Nya?"
"Spageti dan Americano," pesan Austin
"Maaf, kami tidak menyediakan menu tersebut," sesal pelayan tersebut.
Austin melirik Clara yang tampak tidak perduli, ia belum terbiasa dengan makanan orang Indonesia namun ia cukup tau beberapa makanan khas negara ini.
"Samakan," kata Clara.
"Baik, ada yang ingin dipesan lagi?"
"Tidak, itu saja." Mendengar itu, pelayan tersebut pergi.
Selesai dengan urusan perut, mereka memilih untuk ke pantai. Pantai dengan beberapa pohon kelapa dan pasir putih.
Austin merasakan embusan angin yang menerpa wajahnya. "Segar ya?"
"Ya," balas Clara, menarik nafas menghirup udara yang menenangkan.
"Jangan lupa buang nafas," celetuk Austin.
Clara menghembuskan nafasnya perlahan, ia memberikan tatapan tajam pada laki-laki yang sedang terkekeh itu.
Akhirnya mereka menghabiskan waktu sehari itu dengan berada dipantai, meminum kelapa muda dan menikmati suasana alam.
——■■——
Semoga kalian gak bosan dengan cerita ini ya.
Ku tunggu vote dan comment kalian. Vote di chapter yang menurut kalian bagus aja gapapa.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE ARENA (selesai)
Teen FictionJANGAN DI VOTE JIKA KALIAN TIDAK MEMBACA CERITANYA!!! Mereka terlalu licik untuk seukuran remaja pada umumnya, mereka yang berlomba-lomba membalas dendam dan mengabaikan sebuah rasa yang memang tak seharusnya muncul. Terlalu percaya pada orang lain...