{Percobaan Pembunuhan}
Austin menyuruh Elden (anak kecil yang muncul saat Austin dan Clara akan jalan[chapter 4]) untuk membantunya agar rencana yang ia buat bisa berhasil.
"Dia namanya Clara." Austin menunjuk foto yang ada di handphonenya. "Tugasmu, menelepon dia dan bilang kalo ada seseorang yang ingin menemuinya."
"Emang kak Clara itu siapa?" Tanya Elden
"Teman."
"Pacar?"
"Enggak, cuman sekedar kenal."
"Aku ga pacaran tapi cuma deket, ibarat bilang aku bukan non muslim tapi makan babi sedikit," ejek Elden
"Kata siapa?"
"Kata Ustadz Agam."
"Gak kenal. Bisa langsung aja?"
"Bisa, memang untuk apa kakak nyuruh aku buat nelpon kak Clara?"
"Jadi, kakak ingin membunuh dia," aku Austin.
Elden tampak terkejut, ia pun berkata, "kita sesama manusia tidak boleh saling membunuh, dosa besar dan akan dimasukkan ke nereka."
"Jangan ceramah, siapa yang bilang 'ganteng doang jemput cewek depan gang' waktu hari minggu pagi." Austin menatap tajam Elden.
"Dulu, Elden ngomong gitu karena Elden nggak suka lihat orang pacaran."
"Oh, sekarang lakukan tugasmu."
"Enggak mau," tolak Elden.
"Kakak minta tolong, masa' kamu enggak mau ngebantu?" Tanya Austin.
"Enggak mau, karena niat kakak itu jahat"
"Nanti kakak beliin jajan yang banyak," rayu Austin.
"Emm...," pikir Elden "iya, tapi janji ya jangan bunuh kak Clara."
"Tergantung, lihat nanti," putus Austin, ia bingung harus menjawab apa.
"Yaudah, nanti Elden bilang apa?"
"Kamu baca saja tulisan yang nanti akan kakak tulis, paham?"
"Paham."
Austin tersenyum manis dan Telepon Clara, saat sambungan terhubung segera Austin menyalakan Loudspeaker dan menyerahkan ponsel barunya pada Elden.
"Kenapa?" Suara disebarang sana terkesan acuh tak acuh.
Austin menuliskan rentetan kata dan memperlihatkannya ke Elden.
"Besok pukul 16.00, datanglah ke gedung yang terletak di pusat kota!" ujar Elden, membaca tulisan Austin.
"Untuk?"
"Datang saja, aku ingin menemuimu."
"Penting?"
"Sangat, apa kau tak ingin menemuiku?"
"Tidak."
"Ku mohon, besok datang ya?"
"Enggak!"
"Apa kau tega padaku? Hik hik." Elden membaca tulisan Austin
Austin menepuk jidatnya, ia menuliskan kata 'Hiks Hiks' yang berarti tangisan bukan ucapan.
"Apa?" Tanya Clara, bingung.
"Bukan apa apa, besok harus datang dan jangan sampai lupa."
"Untuk apa?"
"Nggak tau, di suruh kak A—"
Austin membekap mulut Elden dan segera menutup sambungan telepon. Kata terakhir yang diucapkan Elden, itu di luar kendalinya.
"Maaf, Elden enggak sengaja, hehe." Elden menunjukkan raut muka bersalahnya.
Austin menghela nafas lega. "Untung saja tidak ketahuan."
"Maaf." Elden memelas agar Austin mau memaafkan kesalahannya.
"Hm," dehem Austin.
"Maafin Elden ya, kak? Tapi jadikan beli jajan-nya?"
"Iya, jadi."
Di saat-saat seperti ini, Elden masih memikirkan jajan? Tapi Austin juga tak bisa mengatakan 'Tidak' karena itu memang perjanjiannya.
——■■——
Saat Clara sedang menulis novel, ia mendapatkan telepon dari nomor tak dikenal, naluri-nya tidak ingin mengetahui siapa orang itu akan tetapi logika-nya ingin tahu mengapa orang itu meneleponnya.
Setalah mengangkat panggilan tersebut, Clara dibuat heran akan ucapan dari si penelepon. Ia berpikir, untuk apa penelepon misterius itu bilang bahwa ada seseorang yang ingin menemuinya.
"Kak A? A ya? Siapa? Apakah itu Austin? Tapi sepertinya tidak mungkin," gumam Clara yang terheran-heran.
"Jika itu benar Austin, apakah ia akan membunuhku? Tapi dari suaranya itu bukan suara Austin, melainkan suara anak kecil," lirih Clara.
"Aku mencintainya tapi bila memang dia ingin membunuhku maka aku juga akan membunuhnya," teriak Clara, tersirat nada ke Frustrasian di suaranya.
"Mama... Papa... tolong dukung Clara, agar anak kalian ini bisa balas dendam tanpa menjadi lemah karena Cinta" Clara menatap langit senja dari sela jendela yang terbuka.
Apakah jika besok Clara tidak datang adalah pilihan yang baik? Tapi itu sangat beresiko pada kehidupannya.
———■■■———
Apakah ini juga membosankan seperti Chapter sebelumnya?
Kita lihat, apakah Clara akan datang atau tidak? Dan bagaimana rencana Austin selanjutnya?.Oh ya, btw, elden kalo didunia nyata itu anak remaja ya tapi wajahnya kalem gitu, emang aku gak terlalu kenal cuman sebatas tau nama dan pernah lihat dia 1 kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE ARENA (selesai)
Teen FictionJANGAN DI VOTE JIKA KALIAN TIDAK MEMBACA CERITANYA!!! Mereka terlalu licik untuk seukuran remaja pada umumnya, mereka yang berlomba-lomba membalas dendam dan mengabaikan sebuah rasa yang memang tak seharusnya muncul. Terlalu percaya pada orang lain...