{Akhirnya}
Clara sudah keluar dari rumah sakit, kini Austin dan Clara sedang berada di rumah Clara, tepatnya di kamar Clara yang luas tetapi terkesan sederhana.
"Jadi bagaimana?" Tanya Clara, mengungkit tentang kelanjutan pembicaraan kemarin.
"Gini, nanti kita akan menemui ayah lalu kita jalankan peran masing-masing. Tetap jadi lakon jahat yang ingin saling membunuh." Jelas Austin.
"Lalu jika ayahmu membunuhku gimana?" Tanya Clara, ragu-ragu.
"Entahlah, ayah menyuruhku untuk membunuhmu."
"Lalu apa kamu akan melakukannya?"
"Tentu tidak, aku sangat mencintaimu," sanggah Austin.
"Jika begitu, bunuhlah ayahmu untukku, sanggup?" Tantang Clara
"Ya," Ujar Austin santai, sepertinya ia sudah dibutakan oleh cinta.
Clara terkekeh. "Kau memang gila, tapi entah kenapa aku suka."
"Aku memang tergila-gila tetapi aku tidak gila."
"Sama saja."
"Beda!"
"Jika ayahmu mati, maka kita akan impas," ujar Clara ceria, ia tidak sabar menunggu saat dimana orang yang sudah membunuh orang tuanya akan mati ditangannya dan anak orang itu sendiri.
"Impas bagaimana?" Tanya Austin yang tak mengerti maksud Clara.
"Kedua orang tuaku meninggal dan kedua orang tuamu juga meninggal," ucap Clara dengan memberikan senyuman cantik.
"Iya, lagi pula jika ayahku mati dipastikan seluruh harta akan menjadi milikku, karena dia tidak punya pewaris lain selain diriku," kata Austin.
"Iya, maka aku akan menjadi ratu haha."
"Tentu, setelah kita menikah, aku ingin lima anak," tutur Austin.
"Lima? Kenapa?"
"Akan ku bentuk mereka menjadi anggota inti mafia dan geng motor."
"Jangan, Aku tak ingin anakku menjadi penuh dosa," gumam Clara lirih dengan menundukkan kepalanya.
Austin panik, ia mengusap kepala Clara "Jangan sedih, aku hanya bercanda, sungguh."
"Hahaha." Clara tertawa kencang, ia tadi hanya ingin mengerjai Austin.
"Sialan," desis Austin dan menarik tanganya kembali.
"Jangan marah dong, tadi aku juga lagi bercanda." Clara menarik pipi Austin.
"Tapi bercandamu nggak lucu sama sekali!" Tangkas Austin, menatap tajam pada Clara.
Pernyataan dari Austin membuat Clara semakin gemas hingga Clara berkata, "Bercandamu tadi juga nggak lucu tuh."
"Ya sudah, sekarang kita berangkat ke lokasi dimana tempat ayah menunggu."
Akhirnya Clara dan Austin pergi ke sebuah tempat yang ada ditengah-tengah hutan. Mereka bertemu dengan beberapa orang berbaju hitam.
"Sekarang," bisik Austin yang membuat Clara tersenyum miring.
Kini, Austin dan Clara sudah berhadapan dengan Napoleon yang sedang duduk dikursi kayu. Napoleon terlihat bersemangat saat ini.
"Kau tak akan menjebak ku kan?" tanya Clara, memulai drama.
"Entah, kita lihat saja, apa yang akan ku lakukan nanti." Austin menatap ayahnya.
"Ah, jadi kau belum sadar akan permainan busuk putra ku? Kau terlalu terbuai akan pesonanya," ujar Napoleon meremehkan.
"Maaf Clara, ayahku adalah segalanya jadi apapun yang dia inginkan maka akan aku turuti, termasuk menyakinkan mu bahwa aku benar benar mencintaimu, cih padahal itu bukan sifatku, benar benar menjijikkan, dan aku harus berakting baik untuk membalaskan dendamku." Austin menatap sinis kearah Clara yang saat ini berdiri kaku mendengar semua ucapannya.
"Kau benar benar brengsek, jika memang kau dendam pada orang tuaku kau bisa langsung saja membunuhku, aku menyesal karena percaya pada orang biadap sepertimu."
"Kau akan mati saat ini juga, dan dendamku akan terbalaskan." Austin mengarahkan pistol kearah Clara.
Clara mengambil pistol dari saku dan menodongkannya pada Austin. "Aku tak selemah itu Austin, jika aku tiada maka kau pun harus tiada agar setimpal"
"Kalian berdua tak perlu berdebat seperti itu ...." Napoleon mengangkat kedua pistol yang berada di tangan kanan dan kirinya lalu berucap, "karena kalian berdua akan musnah bersama."
Dor Dor
Austin dan Clara menembakkan peluru itu pada Napoleon hingga membuat Napoleon jatuh dengan darah yang mengalir pada dada dan kepalanya.
"Akhirnya kau tewas," ujar Clara, menyeringai licik.
"Hm, sekarang kita bisa bersama." Austin mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Clara.
"Ya sudah, ayo pergi sebelum para tikus itu kesini," ucap Clara yang diangguki oleh Austin.
Awal mula permasalahan mereka, dimulai dari ibu Austin yang ingin melahirkan tetapi kehabisan darah dan darah dirumah sakit itu hanya tinggal satu dan stok darah satu-satunya itu diberikan kepada ibu Clara. Oleh karena itu, ibu Austin meninggal dan Napoleon berniat balas dendam. Semua itu kini hanya kenangan yang patut di buat pelajaran bukan untuk diulang.
———■■■———
Di bagian ini, ada sedikit yang hasil remake dari karya author lain, dan dia sudah mengizinkannya.
Cerita nya udah selesai dan jika kalian menginginkan chapter tambahan, silahkan komen. Jika ada typo tolong tandai.
Terima kasih. Jangan lupa follow, vote, komen, dan share.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE ARENA (selesai)
Teen FictionJANGAN DI VOTE JIKA KALIAN TIDAK MEMBACA CERITANYA!!! Mereka terlalu licik untuk seukuran remaja pada umumnya, mereka yang berlomba-lomba membalas dendam dan mengabaikan sebuah rasa yang memang tak seharusnya muncul. Terlalu percaya pada orang lain...