05.00

26 36 4
                                    

{Gibran}

Austin berjalan menuju kelasnya berada. Ia menghentikan langkahnya saat melihat dari kejauhan Clara turun dari motor dengan bantuan tangan seorang cowok.

Cih, kemarin aja sok jual mahal, batin Austin sinis.

Tampak Clara dan cowok itu berjalan di lorong dengan bergandengan tangan. Mereka melewati Austin begitu saja, Austin juga tidak berniat untuk menyapa Clara terlebih dahulu.

"Nanti pelajaran kamu apa?" Tanya Gibran.

"Yang pasti berurusan dengan buku," jawab Clara.

"Iya lah," Gibran mengacak-acak rambut Clara.

"Apasih," kesal Clara.

Gibran beralih mencubit pipi Clara. "Kamu lucu deh."

"Aku bukan bayi," dengus Clara, tidak terima.

"Hahaha." Gibran tertawa renyah karena merasa lucu dengan ucapan Clara.

Gibran mengantarkan Clara sampai kelas. "Belajar yang rajin"

"Iya." Clara berjalan memasuki kelasnya.

Interaksi keduanya tidak lepas dari sepasang mata Austin, ada rasa kesal saat melihat Clara bersikap seperti orang asing padanya setelah apa yang mereka lalui kemarin.

Setelah sampai di kelas, Austin duduk dibangkunya berada. Ia melirik Clara yang sedang membaca novel.

"Kelakuan anak jaman sekarang, yang jelek diabaikan tapi yang cakep di idamkan," sindir Austin.

"Merasa jelek?" Tanya Clara tapi matanya masih fokus pada novelnya.

Austin gelagapan, padahal ia tidak bermaksud seperti itu. Bu Hellen memasuki kelas, dan itu sungguh menyelamatkan Austin.

Istirahat tiba, Clara berjalan keluar kelas dan diikuti oleh Austin, di depan kelas ternyata sudah ada Gibran yang sedang menunggu Clara.

"Ayo ke kantin." Gibran menggandeng tangan Clara, tetapi Austin melepaskan tautan itu.

"Tolong ya... kalo mau ngajak orang itu ya gak perlu gandeng-gandeng, kayak mau nyebrang aja," tandas Austin.

"Siapa? Pacar bukan, teman bukan, orang tua juga bukan. Jadi, enggak ada hak untuk ngatur-ngatur," ejek Gibran.

Austin diam seribu bahasa. Iya, benar juga apa yang dia katakan, aish... ingat tujuanmu Austin, pikir Austin.

Austin segera menyusul Clara dan Gibran yang berjalan terlebih dahulu. Sesampainya di kantin, mereka bertiga memesan dan duduk disalah satu bangku kosong.

"Katanya nanti pada mau tawuran," cetus Gibran.

"Kapan?" Tanya Clara.

"Pulang sekolah katanya."

"Lawannya?"

"STM kita sama sekolah sebelah, yang dekat dengan kuburan itu," imbuh Gibran.

"Tawuran?" Beo Austin.

"Ini pesanannya." Ibu penjaga kantin itu meletakkan pesanan mereka lalu ia pergi.

"Nggak tau tawuran itu apa? Cupu banget," hina Gibran.

"Emang kenapa kalo enggak tau? Penting banget apa itu kata," sewot Austin.

"Penting lah, kami yang mengaku anak STM harus tau apa arti tawuran." Gibran semakin memojokkan Austin.

Mereka asik beradu mulut, seluruh pasang mata di kantin mengarah ke meja mereka, seolah terhibur karena pertengkaran keduanya.

"Berisik," cecar Clara, dengan menikmati bakso miliknya.

Gibran dan Austin menutup mulut mereka rapat-rapat ketika suara Clara yang terkesan dingin mengalun di indera pendengaran mereka.

"Tadi pelajarannya susah ya?" Austin berbasa-basi untuk menarik perhatian Clara.

"Otakmu." Clara masih menyantap bakso miliknya.

"Iya emang nggak pinter sih, tapi ya enggak bodoh juga," ujar Austin.

"Tidak berguna."

"Apa? Bicara yang jelas, aku ngga ngerti"

"Sambungin"

Austin menghelas nafas. "Otakmu? Tidak berguna? Otakmu tidak berguna? Otakku tidak berguna."

"Hahahaha!" Gibran tertawa kencang, melihat Austin dibodohi oleh Clara.

———■■■———

Sempai di rumah, Austin menemui Ayahnya untuk membicarakan rencana mereka selanjutnya.

"Clara sudah memiliki kekasih, ayah," adu Austin

"Tidak mungkin," sangkal Napoleon, ia sudah mencari seluruh informasi dan tidak ada satu pun yang mengatakan bahwa target mereka sedang berhubungan dengan lawan jenis.

"Aku lihat sendiri, mereka bermesraan didepan mataku," gerutu Austin.

"Ya sudahlah, lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini?"

"Itu yang mau aku tanyakan pada ayah, tapi malah ayah tanya aku."

"Kalau begitu, kau lanjutkan saja rencana yang dulu, ayah akan memikirkan rencana baru," kata Napoleon

"Iya ayah, tapi bagaimana jika seandainya kita tidak perlu melakukan apapun?"

Napoleon menatap marah Austin. "Apa maksudmu Austin? Apa kau ingin diam saja jika ada orang yang menyakiti orang tersayangmu?"

"Bukan begitu ayah, aku hanya tidak sanggup jika menyakiti lebih banyak orang lagi, sudah banyak yang termakan korban gara-gara dendam yang tidak ada ujungnya."

"Dengar Austin! Bila kau menyerah, maka jangan pernah berharap apapun lagi, Camkan itu!" Berang Napoleon.

"Maaf, ayah," lirih Austin.

——■■——

Kalo Clara sama Gibran gimana?
Yang dukung Austin&Clara tolong bantu kasih nama untuk mereka.

REVENGE ARENA (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang