AUTHOR POV
"Kak Nat, Daftar pegawai yang Aku minta mana?" Tanya Bintang yang baru saja duduk di kursi kerjanya. Dia terlihat sangat lelah karena baru selesai rapat internal dengan staff perusahaan.
"Datanya belum siap." Jawab Natasha cepat.
Bintang mengerutkan keningnya. Dia merasa ada yang aneh. Selama satu minggu bekerja bersama Natasha tidak sekalipun wanita itu melakukan kesalahan pada pekerjaan, bahkan sering kali Natasha sudah berinisiatif menyiap berkas yang Bintang butuhkan sebelum Bintang memintanya.
"Emang sesusah itu menyiapkan data pegawai yang sudah bekerja lebih dari lima tahun? Bukankah semua data sudah dikomputerisasi?" Tanya Bintang.
Natasha menghembuskan nafasnya dalam. Sebenarnya wanita itu bahkan belum meminta data para pegawai pada pihak personalia. Natasha berfikir sesaat kemudian memutuskan untuk bicara serius pada Bintang. "Boleh Saya bicara?" Tanya Natasha.
"Silahkan." Bintang bingung dengan sikap Natasha yang tiba tiba berubah serius. Ini pertama kalinya Natasha meminta ijin terlebih dahulu sebelum bicara. Bintang dapat mengartikan bahwa hal yang akan Natasha sampaikan adalah hal yang sangat serius.
Natasha menarik kursi disebrang meja kerja Bintang kemudian duduk disana dan mulai bicara. "Saya tau sebagai sekretaris tidak seharusnya Saya mengatakan ini, tapi rasa kemanusiaan Saya tidak bisa metolerir ketidak adilan. Semua pegawai yang bekerja di perusahaan ini adalah orang orang baik. Mereka punya keluarga yang harus mereka tanggung."
"Aku tau." Ucap Bintang.
"Kalo tau bukankah seharusnya Anda tidak membuat keputusan sembrono dengan memecat para pegawai yang tidak bersalah demi keuntungan perusahaan? Bukankah omset perusahaan tahun ini sudah cukup besar untuk menggaji semua pegawai. Saya rasa memecat pegawai lama bukanlah keputusan yang tepat."
"Kenapa Kak Nat berfikir seperti itu?"
"Manusia itu harus punya rasa kemanusiaan. Semakin berkuasa, semakin punya banyak uang bukankah kita harus saling membantu sesama manusia? Aku tidak bicara tentang sumbangan atau apapun. Setidaknya memberikan mereka pekerjaan adalah bentuk rasa kemanusiaan yang bisa Anda berikan pada manusia lain."
"Bukankah kamu sudah keterlaluan?" Tanya Bintang karena sudah mulai geram dengan sikap Natasha.
"Saya tau, Saya tidak punya hak untuk bicara. Saya akan memilih mengundurkan diri dari pada menyiapkan data pegawai untuk dipecat. Saya akan merasa bersalah seumur hidup Saya jika melakukan hal itu."
"Boleh Aku bicara sekarang?" Tanya Bintang.
"Iya, silahkan." Jawab Natasha.
"Aku sama sekali tidak mengerti kenapa sampai sekarang Kamu selalu menilaiku negatif. Apa dimatamu Aku seburuk itu? Aku tau, pertemuan awal kita memang tidak baik. Aku berusaha memperbaikinya karenaku kira Kita bisa berteman seperti yang Lisa bilang."
"Apa Aku pernah bicara tentang pengurangan pegawai? Aku meminta data pegawai agar bisa memilih pegawai yang tepat untuk menempati posisi sebagai manager dan direktur yang kosong. Aku bukan Kak Vero yang bisa bekerja sendirian."
"Sekarang Kamu boleh kembali ke tempatmu. Aku bisa pergi sendiri ke bagian personalia." Lanjut Bintang sambil berdiri dan langsung pergi dari kantornya.
Natasha menyandarkan kepalanya dimeja sambil bergumam. "Shit.." Dia benar benar merasa bodoh setelah mendengar penjelasan Bintang.
.
.
.
"Permisi." Ucap Bintang sambil mengetuk ruang personalia dengan sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
in love again
Storie d'amoreBintang Oswald berusaha menghindar dari tunangannya yang tidak lain adalah sahabatnya dari kecil, dengan cara pindah ke Indonesia. Dia berharap dapat berpikir lebih jernih tentang hubungan mereka selanjutnya. Kepulangan Bintang ke Indonesia awalnya...