London 1811
Bella White dikenal sebagai salah satu wanita paling cantik dan paling memukau. Ia memiliki tata krama yang tak tercela, terlahir dari keluarga bangsawan dan wajah rupawan.
Rambutnya hitam lurus legam bagaikan bulu gagak. Bola matanya juga berwarna hitam pekat, dan katanya siapapun yang menatap mata itu lebih dari lima detik akan tersihir.
Bulu matanya lentik dengan alis tebal melengkung sempurna. Bibirnya memerah alami seperti bunga mawar dan suaranya seindah para penyair. Tak ada para pria yang tak bergeming saat melihatnya.
Banyak pria yang jatuh hati padanya, tapi tak ada satupun yang membuatnya tertarik. Banyak puisi dibuat untuk Bella, ratusan syair indah berada dimana-mana untuk mengelukan kecantikannya.
Walau Bella tak lagi berada di usia muda, tapi semua pria selalu mencarinya sebagai wanita yang paling ingin diajak menikah. Mereka membuat daftar calon istri potensial dan Bella adalah wanita pertama yang ada disana.
Sementara wanita lain tak mendapatkan kesempatan tersebut, Bella tahu beberapa wanita iri padanya karena ia terlihat tak pernah kekurangan pria manapun.
Selalu saja ada pria yang mengekornya, selalu saja ada hadiah dikirim ke rumahnya, dan tak terhitung berapa banyak kereta kuda yang berjejer di rumahnya.
Jadi kenapa, saat ini ia harus mendengarkan penghinaan ini? Wanita itu sedang menghadiri salah satu pesta bangsawan saat mendengar penghinaan tersebut. Ia sedang merapikan riasannya saat mendengar ucapan tentang dirinya.
Tampaknya tamu tersebut tak tahu kalau Bella juga berada disini karna sosok wanita itu tersembunyi di balik cermin besar yang diletakkan di dekat tirai jendela.
Cermin itu bergaya Versace abad pertengahan dan memiliki tinggi hampir dua meter dengan lebar yang cukup untuk menyembunyikan satu orang.
"Kau tahu Bella? Kudengar dia menolak putra Baron kali ini."
"Lagi?" tanya temannya terkejut saat Bella mengintip dari samping dan melihat dua wanita sedang bergunjing membelakanginya.
"Dia pasti terlalu menyombongkan kecantikannya. Maksudku, apakah kau tak lihat garis di matanya? Dia sudah terlalu tua untuk pemilih bukan?"
Garis? beo Bella dalam hati saat tangannya terangkat dan mengusap matanya.
"Sepertinya karna dia berhasil mendapatkan seorang Pangeran tahun lalu dia menjadi sombong."
Temannya yang lain terkikik geli. "Dia pikir dia siapa? Dia hanya putri seorang Viscount. Wanita itu hanya beruntung karna ia lahir dengan wajah cantik."
Temannya mengangguk setuju. "Itu benar. Kasta adalah tetap yang paling penting. Lagipula kecantikannya tak akan bertahan lama. Aku yakin dia akan menikahi pria manapun yang dilihatnya pertama kali."
Bella menghitung sampai sepuluh dan bersiap keluar untuk berkonfrontasi saat menyadari kalau dua wanita tersebut sudah pergi lebih dahulu.
Bella menggertakkan giginya kesal dan menatap ke arah cermin saat menatap wajahnya. Apakah benar ia sudah tua? Ia mengangkat sedikit wajah untuk menatap garis lehernya dan menyentuh kulitnya sendiri saat terkesiap pucat.
"Aku benci mengakuinya, tapi mereka benar. Kulitku tidak sekencang dulu, aku harus sering berlatih."
Bella menatap gaun gading miliknya sendiri dan membetulkan korset saat menonjolkan payudaranya. Ia tersenyum ke arah cermin dan menganggukkan kepalanya. "Aku terlihat cantik."
Benar. Bella masih terlihat cantik saat ini. Ia masih tetap salah satu wanita tercantik, ia masih berkilau seperti berlian dan bersinar terang.
Bella bisa memiliki pria manapun yang ia inginkan. Semua pria berebut untuk bersama dengannya. Ia melangkah keluar, menuju ke pesta dan memasang senyum manis yang tak pernah gagal melulu lantahkan hati para pria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kiss me Bella
Non-FictionBella White, wanita tercantik di London, terpaku menatap seorang pria yang baru saja masuk ke ruangan pesta tersebut. Tangannya yang terlindung sarung tangan meremas erat gaun peraknya. Bola mata yang bersinar cantik berubah pucat sementara bibirnya...