Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah keluar dari rumah elvan, Alvin memperlambat langkahnya ketika ia tak sengaja menangkap sosok Ratna bersama seorang laki-laki yang sedang masuk kedalam mobil hitam yang berhenti didepan rumahnya.
Siapa laki-laki itu? ada banyak pertanyaan dikepala Alvin mengenai siapa pria itu. Karena jika dilihat, mereka seperti sudah sangat akrab.
Alvin tak lepas memperhatikan mobil yang ditumpangi ibunya, sampai akhirnya mobil itu berjalan melewatinya, baru ia berniat pergi masuk kedalam rumah.
Saat berada didalam, Alvin tak melihat kehadiran adiknya. Dikamar'pun tidak ada. Lalu ia berjalan menuju kamarnya, dan ternyata Raka berada disana.
"Ka. Kamu ngapain bersihin itu?!" Tegur Alvin khawatir ketika melihat Raka sedang menyapu pecahan beling dilantai kamarnya.
Alvin merebut sapu itu dari Raka, lalu melemparnya ke sembarang arah.
Jantung Alvin terasa berdetak lebih cepat sekarang. Rasa kesal sedikit menggelitik dihatinya. Ia tidak suka melihat Raka menyapu beling-beling itu, Alvin takut Raka terluka.
Raka menghela napas ditempatnya, masih dengan wajah tenangnya saat memandang Alvin. Kemudian menarik sudut bibirnya.
"Cuman beling kak, gak bikin mati." katanya.
"Aku udah besar, bisa jaga diri juga, jadi kakak gausah khawatir."
"kakak kesini mau ambil barang-barang 'itu' kan. Aku udah taruh dikardus, kakak tinggal ambil aja. Yaudah, aku mandi dulu ya kak, mau sekolah." Jelas Raka dengan wajah kalem.
Alvin yang sejenak tadi membisu, kini mengeluarkan suara kembali.
"Maaf ya ka, aku belum bisa jadi kakak yang baik buat kalian. Gara-gara kakak, kamu jadi kehilangan-"
"Raka udah lupain itu. Gak ada gunanya juga mengingat masa lalu, yang ada bikin kita sakit." Potong Raka tanpa berniat berbalik badan.
Setelah mengatakan itu, Raka melanjutkan langkahnya pergi dari pandangan Alvin. Sedangkan Alvin hanya menatap kepergiaannya dalam diam.
Semenjak kejadian 'itu' semuanya berubah. Raka menjadi tumbuh dengan kepribadian yang berbeda, tidak seceria dulu. Dan lebih banyak diam. Alvin merasa benar-benar sudah merebut kebahagiaan anak itu, dan semakin membenci dirinya sendiri karena hal itu.
Tiba-tiba, memori itu kembali terlintas dikepalanya. Alvin memegang kepalanya yang terasa sakit. Dengan tangan memegang tembok, Alvin berdiri lemas disana.
Teriakan orang-orang dengan suara petir yang menyambar terdengar begitu berisik dikepalanya. Sangat berisik.
Alvin jatuh. Terduduk dengan badan membungkuk dan kedua tangan yang berusaha menutupi kedua telinganya.
"Berisik, anjing!" umpatnya dengan napas tersenggal.